Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat berpolemik soal bantuan sosial (bansos).
Perdebatan itu diawali oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang mengungkit cerita saat menjadi saksi penyelenggaraan Pemilu 2009.
Dia bilang penyelenggaraan Pemilu 2009 diwarnai manipulasi berupa politisasi bansos ala mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra. Hal itu membuat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendapatkan julukan 'Bapak Bansos Indonesia'.
"Pada 2009 saya jadi saksi bagaimana manipulasi itu dapat dilakukan, bagaimana politik bansos ala Thaksin itu dilakukan sehingga ada yang menjuluki SBY itu 'Bapak Bansos Indonesia'," kata Hasto dalam diskusi yang digelar PARA Syndicate, Jumat (28/5).
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat, Rachland Nashidik, angkat bicara merespons pernyataan Hasto itu. Ia menyinggung penyimpangan bansos yang dilakukan oleh beberapa politikus PDIP. Ia menyebut bansos bagi PDIP dipandang sebagai instrumen elektoral.
Salah satu politikus PDIP yang disebut Rachland adalah Juliari Batubara yang tersandung korupsi bansos kasus Covid-19 saat menjabat sebagai Menteri Sosial, serta sosok 'Madam bansos.'
Namun, ia tak menyebut siapa 'Madam bansos' yang dimaksud dalam cuitannya. Sebagaimana tersebar di media sosial, julukan madam bansos merujuk pada salah satu petinggi PDIP.
"Bagi PDIP, bansos justru instrumen elektoral. Tak percaya? Coba Hasto tanya Mensos Juliari atau, bila dicegah KPK, pada Madam Bansos," ucap Rachland lewat akun Twitternya @RachlandNashidik, Jumat (28/5).
Bansos di era SBY dikenal dengan sebutan bantuan langsung tunai alias BLT. Kader Partai Demokrat Bramantyo Suwondo pernah meminta agar Presiden Joko Widodo memberikan BLT seperti yang pernah berjalan di pemerintahan SBY. Permintaan itu disampaikan Bramantyo mengkritik langkah Jokowi yang membuat program Kartu Prakerja di awal-awal masa pandemi Covid-19.
"Melihat kendala pemberian sembako dan program Kartu Prakerja yang justru mengundang kritik, alangkah baiknya bila bantuan dari pemerintah itu dilaksanakan secara langsung dan konkret lewat program BLT," kata Bramantyo kepada wartawan, 5 Mei 2020.
Bramantyo berpendapat program BLT yang dijalankan SBY ketika itu terbukti ampuh menolong rakyat dari krisis. Menurutnya, di tengah krisis seperti saat ini, BLT lebih dibutuhkan masyarakat ketimbang pelatihan kerja.
Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, BLT mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan BLT kepada Rumah Tangga Miskin, SBY menggerakkan program BLT tanpa syarat pada Oktober 2005 sampai Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin.
Target utama dari program pemerintah itu adalah keluarga miskin dengan anak berusia antara 0 sampai 15 tahun, atau ibu yang sedang hamil saat ini. Dana tunai akan diberikan kepada keluarga pendaftar selama enam tahun. Program ini telah diberikan ke 20 provinsi, 86 daerah dan 739 sub daerah dengan jumlah yang telah berhasil 816 ribu keluarga miskin.
Saat itu, target penerima BLT mendapatkan transfer tunai Rp300 ribu yang dikirim melalui kantor pos. Pembayaran dilakukan secara tiga tahap dimulai pada bulan Oktober dan tambahan pembayaran sebesar Rp300 ribu sisannya diberikan pada tahun berikutnya dengan total insentif Rp1,2 juta per rumah tangga.
Program serupa kemudian kembali digerakkan tiga tahun berselang berdasarkan Instruksi Presiden Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program BLT untuk Rumah Tangga Sasaran.
Namun, total nomimal yang diberikan kepada masyarakat dipangkas menjadi Rp900 ribu dan ditutup setelah sembilan bulan.
Program BLT dilaksanakan berdasarkan koordinasi lintas sektoral yang bekerja sama berdasarkan fungsi dan tugas pokok masing-masing lembaga. Penanggung jawab penyaluran dana BLT adalah Departemen sosial yang bekerja sama dengan berbagai instansi pemerintah terkait.
Depsos memiliki kewajiban untuk menyiapkan dana berdasarkan daftar nominatif dan menyampaikan surat perintah kepada PT Pos Indonesia untuk membayarkan dana BLT.
Melalui Kepmensos No. 28/HUK/2008, Menteri Sosial menunjuk PT Pos Indonesia dan BRI sebagai pelaksana penyaluran dana BLT 2008 kepada masyarakat.
Mekanisme data penerima BLT saat itu berada di tangan Badan Pusat Statistik (BPS) pusat. Daftar nama dan alamat penerima saat itu disimpan dalam sistem database BPS, Departemen Sosial, dan PT Pos Indonesia.
Pengiriman data berdasarkan nama dan alamat rumah tangga sasaran dari BPS ke PT Pos Indonesia secara nasional. Selanjutnya, pengecekan kelayakan daftar rumah tangga sasaran di tingkat desa/kelurahan.
Kombinasi Saluran Bansos ala Jokowi
BACA HALAMAN BERIKUTNYAhttps://ift.tt/3fSx0qZ
May 30, 2021 at 12:13PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Polemik PDIP Vs Demokrat soal Bansos Era Jokowi dan SBY"
Posting Komentar