Penyintas Holocaust 'Paling Bahagia' Meninggal di Usia 101

Jakarta, CNN Indonesia --

Penyintas Holocaust, Eddie Jaku, yang menyebut dirinya 'pria paling bahagia di bumi' tutup usia pada Selasa (12/10). Jaku meninggal dunia di usia 101 tahun setelah sempat menderita serangan jantung beberapa bulan sebelumnya.

Setelah beberapa kali berpindah tempat, Jaku menjalani hidupnya sebelum meninggal sebagai sukarelawan di Museum Yahudi Sydney, berbagi pengalaman dan filosofi hidupnya kepada pengunjung.

Kematian Jaku membawa duka bagi berbagai tokoh Australia, salah satunya Perdana Menteri Australia, Scott Morrison.


"Dia akan sangat dirindukan, terutama oleh komunitas Yahudi kami. Dia adalah inspirasi dan kegembiraan," ucap Morrison.

Selain Morrison, Menteri Keuangan Australia, Josh Frydenberg dan Kepala Eksekutif Dewan Deputi Yahudi negara bagian New South Wales, Darren Bark, juga mengucapkan belangsungkawa serupa.

"Eddie Jaku adalah mercusuar cahaya dan harapan tidak hanya bagi komunitas kami, tetapi juga dunia," kata Bark.

Frydenberg menganggap Jaku "mendedikasikan hidupnya untuk mendidik orang lain tentang bahaya intoleransi dan pentingnya harapan."

"Terluka oleh masa lalu, dia hanya melihat ke depan. Semoga kisahnya tetap dikenang untuk generasi yang akan datang," kata Frydenberg.

Dilansir Jerusalem Post, Jaku lahir dari keluarga Yahudi dengan nama Abraham "Adi" Jakubowiez pada April 1920 di kota Leipzig, Jerman. Orang tua dan banyak keluarga besarnya tidak selamat dari pembantaian Nazi kala itu.

Sempat Jaku dikeluarkan dari sekolah pada 1933, dikutip dari Associated Press, ia berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya pada 1938 dengan kualifikasi di bidang teknik presisi.

Jaku mengatakan kualifikasinya ini menyelamatkannya dari pembunuhan gas beracun yang kala itu dilakukan oleh Nazi. Kualifikasinya ini membuat Jaku dapat hidup dan bekerja sebagai budak.

Pada masa perang, Jaku sempat dikirim ke beberapa kamp konsentrasi, seperti Buchenwald dan Auschwitz. Ia berhasil melarikan diri.

Walaupun begitu, orangtua Jaku dibunuh dengan menghirup gas saat tiba di kamp konsentrasi.

Sebelum diselamatkan pasukan Amerika Serikat, Jaku bersembunyi selama berbulan-bulan.

Pada 1946, ia menikah dengan istrinya yang juga seorang Yahudi, Flore, yang selamat dari perang karena berpura-pura beragama Kristen. Di 1950, mereka bermigrasi ke Australia.

Menjadi tahanan Nazi membuatnya hidup dengan tato nomor tahanan di lengan kirinya. 

"Ini adalah pesan saya, selama saya hidup, saya akan mengajar untuk tidak membenci," tulis Jaku dalam otobiografinya, yang diterbitkan tahun lalu untuk menandai ulang tahunnya yang ke-100, dikutip ABC News.

Semasa hidup, Jaku kerap mengakui dia adalah pria paling bahagia di dunia terlepas dari sejarah kelam dan brutal yang menimpa dia dan keluarganya.

"Hidup adalah apa yang Anda inginkan, hidup ada di tangan Anda," ucap Jaku.

"Anda tahu kebahagiaan tidak jatuh dari langit. Itu ada di tanganmu. Anda ingin bahagia? Anda bisa bahagia."

Peristiwa Holocaust merupakan bentuk kekejaman pemimpin Jerman, Adolf Hitler, kala Perang Dunia II. Dalam kejahatan ini, enam juta orang Yahudi dibunuh selama masa itu.

(pwn/rds)

[Gambas:Video CNN]

Adblock test (Why?)



https://ift.tt/3v94XKX

October 14, 2021 at 12:14AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Penyintas Holocaust 'Paling Bahagia' Meninggal di Usia 101"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.