Secara rinci, terdapat sembilan serangan Harimau Sumatra, empat serangan Gajah Sumatra, tiga Buaya Muara, enam konflik dengan Beruang Madu, serta dua konflik dengan babi hutan.
Kepala BKSDA Sumsel Genman Sufehti Hasibuan mengatakan penyerangan harimau terjadi di beberapa daerah, di antaranya Pagar Alam, Lahat, Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU), Musi Rawas Utara, dan Empat Lawang. Sebanyak dua korban tewas dan dua korban luka akibat konflik tersebut.
"Satu kejadian terjadi di kawasan hutan lindung, yang terjadi di Tugu Rimau Gunung Dempo dengan korban wisatawan yang sedang berkemah pada (15/11)," ujar Genman, Rabu (4/12).
Sementara lokasi konflik lainnya terjadi di kawasan area penggunaan lain yang bukan merupakan hutan lindung maupun kawasan konservasi.
Sepanjang 2019 ada enam serangan beruang madu pada warga Sumsel. (Istockphoto/Appfind).
|
Lalu konflik manusia dengan beruang madu terjadi enam kali yang terjadi di OKU, Muara Enim, dan Musi Rawas Utara. Sebanyak dua korban tewas dari serangan tersebut. Sedangkan konflik gajah dengan manusia pun terjadi di Banyuasin, Ogan Komering Ilir (OKI), OKU Selatan, dan Lahat.
"Konflik gajah ini mereka tidak menyerang manusia, namun masuk ke kebun masyarakat. Sementara untuk yang di Lahat itu terjadi karena warga masuk ke kawasan konservasi, menanam kebun karet sehingga mengancam ketersediaan pakan gajah," ujar Genman.
Serangan buaya muara pun terjadi di tiga lokasi yakni Musi Banyuasin, Muara Enim, serta Musi Rawas. Dilaporkan tidak ada korban dalam konflik tersebut. Serta dua serangan babi hutan yang terjadi di Musi Banyuasin dan Empat Lawang menyebabkan dua korban warga tewas.
Genman menuturkan, fenomena serangan harimau yang meningkat sejak pertengahan November lalu mengindikasikan ada gangguan di dalam habitat satwa buas tersebut. Saat ini, pihaknya masih melakukan pengecekan dan kajian di lokasi penyerangan untuk mengetahui penyebab harimau semakin agresif dan bahkan ke luar dari habitatnya.
Kekeringan serta perburuan, bukan hanya kepada harimau, namun kepada satwa liar lain yang merupakan mangsa harimau, dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem di dalam habitat asli satwa tersebut.
Ilustrasi Buaya Muara. (Istockphoto/ Skyimages)
|
"Kijang, rusa, kambing hutan itu mangsa harimau. Namun banyak juga manusia yang memburunya. Kalau semakin sedikit, mangsa harimau juga berkurang. Itu bisa jadi sebab harimau mencari makan jauh ke luar habitatnya," kata Genman.
Dipicu alih fungsi lahan hingga perburuan
Dugaan adanya perburuan di sekitar wilayah hutan lindung, terutama di Kantong Harimau Bukit Dingin dan Jambul Nanti Patah pun bisa saja terjadi. Petugas BKSDA di lokasi penyerangan pun menemukan adanya dugaan perburuan, namun belum bisa dipastikan.
Selain kekeringan, faktor pemicu keluarnya satwa dilindungi karena hampir punah tersebut bisa juga disebabkan karena adanya gangguan di habitat aslinya. Gangguan tersebut, ujar Genman, merupakan faktor eksternal seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla), pembalakan liar, perburuan, perambahan, serta alih fungsi lahan.
[Gambas:Video CNN]
Sementara itu Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat BKSDA Sumsel Martialis Puspito menambahkan, pihaknya berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk meninjau ulang daerah wisata yang bersinggungan dengan hutan lindung habitat satwa liar.
"Adanya kawasan wisata yang bersinggungan dengan koridor jelajah harimau menyebabkan potensi terjadinya konflik semakin besar. Oleh karena itu kawasan wisata yang dekat dengan hutan lindung harus ditinjau ulang oleh pemerintah daerah untuk mencegah adanya serangan susulan," kata dia. (idz/ain)
https://ift.tt/2rZFhUw
December 05, 2019 at 02:57PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "24 Serangan Hewan Buas, 6 Warga Sumsel Tewas Sepanjang 2019"
Posting Komentar