
Kasus penggunaan alat antigen bekas untuk pemeriksaan covid-19 mencuat pada akhir April lalu. Hal ini bermula dari penggerebekan layanan rapid test antigen di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Sumut pada Selasa (27/4).
Layanan rapid test antigen di bandara internasional itu diduga menggunakan alat bekas. Dugaan ini muncul dari investigasi Krimsus Polda Sumut atas banyaknya penumpang bandara yang dinyatakan positif usai menjalani pemeriksaan covid-19 setelah menjalani layanan tersebut.
Dari penggerebekan tersebut, Polda mengamankan lima pegawai, dari kasir hingga analis serta barang bukti, seperti alat tes, stik antigen, tabung, hingga uang Rp177 juta.
Layanan tersebut diketahui milik PT Kimia Farma Diagnostika, cucu usaha PT Kimia Farma (Persero) Tbk yang dikerjasamakan dengan PT Angkasa Pura II (Persero).
Begitu kasus ini mencuat, Menteri BUMN Erick Thohir langsung meminta agar para petugas layanan yang terbukti melakukan penggunaan alat antigen bekas agar dipecat dan diproses secara hukum. Sebab, ini tak sesuai dengan nilai-nilai keprofesionalitasan BUMN.
"Saya sendiri yang meminta semua yang terkait, mengetahui, dan yang melakukan dipecat dan diproses hukum secara tegas," ujar Erick, kala itu.
Sementara setelah pendalaman kasus, Polda Sumut menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah PM (45) selaku Plt Branch Manager Laboratorium Kimia Farma Medan Jalan RA Kartini merangkap Kepala Layanan Kimia Farma Diagnostik Bandara Kualanamu.
PM diduga meraup keuntungan sebesar Rp30 juta per hari dari layanan tes antigen menggunakan alat bekas itu. Rata-rata pasien yang dilayani sekitar 100-200 orang per hari.
Secara total diperkirakan ada 9.000 orang penumpang yang menjadi korban layanan antigen bekas. Sedangkan keuntungan yang diraup pelaku mencapai Rp1,8 miliar dari praktik itu dalam empat bulan terakhir.
Tersangka lain, yaitu pegawai berinisial SR (19), DJ (20), M (30), dan R (21). Mereka terbukti mendaur ulang stik yang digunakan sebagai alat swab antigen.
Daur ulang dilakukan dengan cara mencuci, membersihkan, dan dikemas kembali. Lalu, digunakan ke penumpang yang melakukan pemeriksaan di Bandara Kualanamu sejak Desember 2020.
"Jajaran Polda mengungkap tindak pidana di bidang kesehatan yaitu melakukan atau memproduksi mengedarkan dan menggunakan bahan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard keamanan khasiat atau kemanfaatan dan mutu," kata Kapolda Sumut Irjen Panca Putra di Mapolda Sumut.
Kelima tersangka dijerat Pasal 98 ayat (3) Jo pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Mereka juga dijerat dengan Pasal 8 huruf (b), (d) dan (e) Jo pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp2 miliar.
Setelah penetapan ini, Kimia Farma pun memecat petugas yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini merupakan langkah tegas agar kejadian serupa tidak terulang.
Sementara baru-baru ini, Erick akhirnya mengambil kebijakan untuk memecat seluruh direksi Kimia Farma Diagnostika. Kebijakan ini diambil karena kasus ini dianggap mencederai kepercayaan masyarakat terhadap BUMN.
"Setelah melakukan pengkajian secara komprehensif, langkah (pemberhentian) ini mesti diambil. Selanjutnya, hal yang menyangkut hukum merupakan ranah dari aparat yang berwenang," tutur Erick.
(uli/bir)https://ift.tt/33LeeMm
May 16, 2021 at 12:05PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kronologi Antigen Bekas Hingga Erick Thohir Pecat Direksi"
Posting Komentar