Walhi Sebut Dalih DKI soal Insinerator di Tebet Alasan Klise

Jakarta, CNN Indonesia --

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta mengkritik rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk membangun Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara (FPSA) di Taman Tebet, Jakarta Selatan. Mereka menilai Pemprov DKI telah keluar dari tugas yang diamanatkan Perda 3/2013 tentang Pengelolaan Sampah.

Selain itu, Walhi Jakarta pun menilai alasan yang dipakai Pemprov DKI sebagai dalih untuk membangun insinerator itu pun klise alias terlalu sering dipakai.

"Bantargebang overload, argumentasi klise memuluskan proyek bakar-bakar sampah," demikian judul siaran pers Walhi Jakarta yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (10/8).


Dalam siaran pers tersebut, Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan bukan barang baru, TPA Bantargebang, Kota Bekasi, selalu jadi kambing hitam pemerintah--yang merujuk pada aturan pusat--untuk memuluskan rencana membangun fasilitas atau proyek bakar-bakaran sampah.

"Pernyataan tentang kapasitas Bantargebang yang sudah atau hampir overload sering keluar dari pernyataan pemerintah beberapa tahun belakangan untuk merespons dinamika rencana pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa) dan insinerator," ujar Tubagus.

Tubagus lalu merinci sejumlah alasan klise sama--Bantargebang overload--dalam rencana pengelolaan sampah di DKI.

Sebelumnya, ada Perpres 18/2016 soal percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah yang kemudian dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Setelahnya lahir Perpres 97/2017 soal strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga. Kemudian, sambungnya, di dalam Perpres ini terselip (lampiran II Perpres) Program PLTSa (pembangkit listrik berbasis sampah). Hingga kemudian muncul Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (PLTSa).

"Di tengah situasi tata Kelola persampahan Jakarta yang juga tidak kunjung ada kemajuan signifikan, kebijakan pusat seolah menjadi preseden bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta 'bahwa sampah kelak ujung-ujungya dibakar' dengan teknologi PLTSa dan atau insinerator (termal). Kebijakan pusat dan ketidakseriusan pemerintah DKI seperti permainan saling menangkap bola. Sama-sama tidak mampu mengelola sampah," kata Tubagus. 

Tubagus menyatakan kondisi Bantargebang yang sudah tidak lagi memadai adalah sebuah fakta. Namun, penyebab utamanya adalah pemerintah pusat hingga daerah yang seharusnya melakukan upaya untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah tidak dijalankan dengan maksimal.

Memaksakan Rencana Insinerator

Oleh karena ituWalhi Jakarta menilai rencana pembangunan insinerator diTebet itu adalah sebuah pemanfaatan teknologi yang dipaksakan. Tubagus mengatakan 

berdasarkan Perda 3/2013, Pemprov memiliki tugas untuk memanfaatkan dan memfasilitasi penerapan teknologi pengolahan sampah yang berkembang pada masyarakat untuk mengurangi atau menangani sampah. Namun, penggunaan teknologi insinerator pada FPSA itu, menurut Tubagus bukanlah teknologi yang berkembang di masyarakat.

"Artinya dengan membangun insinerator pada skala kecamatan di Tebet keluar dari tugas Pemerintah Provinsi DKI," kata Tubagus.

"Bahkan data dinas Lingkungan Hidup Jakarta pada tahun 2019 yang menyatakan bahwa TPS 3R masih jauh dari ideal dan berencana memperbanyaknya tidak disadari oleh instansinya sendiri," imbuhnya.

Tubagus pun mengingatkan Pemprov DKI akan rencana pembangunan insinerator itu meniru fasilitas serupa yang sudah dibangun di Soreang, Bandung.

"Saat uji coba cerobong mengeluarkan asap hitam. Bahkan saat ini beroperasinya pun tidak efektif, atau seringkali tidak beroperasi. Berdasarkan pemantauan Walhi Jawa Barat fasilitas di Soreang tersebut terdapat keluhan warga yang rumahnya tepat sekali berada di belakang fasilitas insinerator. Berupa gangguan yang dimana polusi terbawa angin dan sering masuk hingga ke pemukiman," tuturnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan salah satu fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah untuk edukasi, sementara penggunaan teknologi bakar-bakaran sampah di dalam RTH, yakni Taman Tebet itu, kata dia, bukanlah edukasi yang baik, apalagi untuk dipertontonkan kepada publik dalam model pengelolaan sampah.

(yoa/kid)

[Gambas:Video CNN]

Adblock test (Why?)



https://ift.tt/2VNB1qs

August 11, 2021 at 03:16AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Walhi Sebut Dalih DKI soal Insinerator di Tebet Alasan Klise"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.