Pengamat soal OSS vs Jakevo: Satu Saja Sih, Pemborosan

Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pengamat kebijakan publik angkat suara soal sistem perizinan yang digadang-gadang pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut pengamat, sistem perizinan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah malah membuat iklim investasi kian tak kondusif.

Diketahui, pemerintah pusat menyiapkan Online Single Submission (OSS) atau Sistem Perizinan Terintegrasi secara elektronik. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018, OSS merupakan perizinan berusaha yang diterbitkan Lembaga OSS untuk, dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur atawa bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik terintegrasi.

Melalui aplikasi OSS, pelaku usaha memiliki satu pintu untuk mengurus seluruh perizinan, baik di pusat maupun daerah. Selain itu, pelaku usaha yang sudah memiliki Nomor Induk Bersama (NIB) tidak perlu lagi berkali-kali mengunggah dokumen serupa untuk mengurus berbagai perizinan karena kemudahan yang ditawarkan sistem ini.


Berdasarkan lampiran PP 24/2018, perizinan yang bisa diproses melalui OSS mencakup 20 sektor mulai dari sektor ketenagalistrikan, pertanian, lingkungan hidup dan kehutanan, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, kesehatan, perhubungan hingga ketenaganukliran.

Izin yang diproses pada dasarnya merupakan izin penyelenggaraan usaha di masing-masing sektor, termasuk kebutuhan izin terkait yang melekat untuk berusaha, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Persoalannya, pada Mei 2018, Pemda DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Anies Baswedan juga meluncurkan aplikasi dengan fungsi serupa bertajuk Jakevo. Jakevo merupakan aplikasi perizinan online yang dikembangkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta.


Aplikasi ini mirip dengan OSS. Melalui Jakevo, warga DKI Jakarta bisa mengajukan proses perizinan berbasis elektronik dengan mudah. Namun demikian, jenis perizinan yang diproses lebih terbatas dibandingkan OSS.

Mengutip situs resmi Jakevo, jenis-jenis perizinan di antaranya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Izin-izin itu yang sebenarnya juga bisa diurus melalui OSS.

Menanggapi hal itu, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyebut pelaku usaha bisa bingung dengan keberadaan aplikasi yang serupa di pusat dan di daerah. Padahal, pelaku usaha dijanjikan untuk mengurus perizinan melalui satu pintu saja.


Hal ini, ia menilai karena kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Memang, ini tak terlepas dari daerah yang memiliki kepentingan untuk mendapatkan manfaat selama pemrosesan izin. Maklum, jika wewenang tak lagi berada di daerah, daerah bisa kehilangan sumber penerimaan.

Ia menyarankan kalau pun daerah ingin tetap mengoperasikan aplikasi yang serupa dengan alasan kebanggaan lokal, maka daerah harus mengintegrasikan sistem itu dengan OSS. Dengan demikian, muara keluarannya tetap sama.

"Misalnya di Jakarta, orang bisa mengurus melalui OSS maupun Jakevo milik PTSP. Supaya orang tidak bingung karena sistem sama. Satu saja kenapa saja sih repot amat, tetapi sejauh pemda ingin punya sendiri ya boleh-boleh saja, meskipun boros tetapi harus terkoneksi," ujarnya, Kamis (14/3).


Kendati demikian, ia mengakui OSS yang ada saat ini masih belum sempurna. Sebagai bukti, pengurusan izin di daerah masih ada yang belum terintegrasi dengan OSS. Salah satu alasannya bisa karena teknis, misalnya koneksi jaringan yang lambat.

Senada dengan Agus, Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menegaskan idealnya, daerah tidak perlu menyediakan aplikasi yang serupa dengan OSS. "Yang terjadi, publik bingung karena tampilan dan item-item di dalam Jakevo berbeda dengan OSS," terang dia.

Menurut Trubus, keberadaan aplikasi perizinan di daerah menjadi proyek pemda. Hal ini juga berisiko dimanfaatkan oleh oknum pemda yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi.


Karenanya, pemerintah pusat harus tegas menindak keberadaan aplikasi serupa OSS di daerah. Terlebih, keberadaan OSS sebagai sistem perizinan terintegrasi yang berlaku secara nasional memiliki dasar hukum yang jelas.

"Kepala Daerah, tidak mau tunduk pada itu karena istilahnya, 'saya dapat apa?'," imbuh dia.

Alih-alih membuat aplikasi yang serupa, Trubus menilai pemda DKI Jakarta bisa menjadi percontohan bagi pemda-pemda lain yang ingin mengintegrasikan sistemnya dengan OSS.

[Gambas:Video CNN]

Misalnya, membuat aplikasi yang bisa menyempurnakan integrasi sistem perizinan di daerah dengan di pusat. Pemda Jakarta juga bisa memberikan bantuan pendanaan bagi daerah lain yang ingin melakukan percepatan integrasi perizinan dengan sistem nasional.

"Jakarta seharusnya mengkonsolidasikan berbagai kelemahan, kekurangan, dan kelebihan OSS, paling tidak untuk penyempurnaan OSS, sehingga bisa dimanfaatkan di tempat lain," jelasnya.

(sfr/bir)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2u6EgIb

March 14, 2019 at 09:54PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Pengamat soal OSS vs Jakevo: Satu Saja Sih, Pemborosan"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.