
Namun, pada tingkat yang parah, perang ini dapat memengaruhi perilaku dan psikologi seseorang. Sebagaimana pelaku penembakan di Selandia Baru yang mengaku terinspirasi dari gim daring.
Psikolog klinis Personal Growth, Anita Carolina Hendarko menjelaskan, game online peperangan dapat memengaruhi psikologi dan kognitif para pemainnya, terutama pada anak-anak.
"Misalnya menyebabkan perilaku agresif, permasalahan kontrol emosi, kesulitan pengendalian diri, kognitif, hingga dapat menyebabkan perubahan struktur otak [melalui MRI, biasanya terjadi pada individu yang kecanduan gim]," kata Anita kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/3).
Menurut beberapa penelitian, perubahan struktur otak tersebut berhubungan dengan struktur dendrit pada sel-sel otak yang dapat mengganggu kontrol perilaku pada individu.Anita menyebut ada beberapa alasan--seperti yang dikemukakan Gentile & Anderson--yang memengaruhi seseorang berperilaku agresif setelah menonton atau memainkan video game. Dengan bermain, penonton atau pemain bisa mengidentifikasi dirinya seperti tokoh di dalam gim.
Game online dengan unsur kekerasan, kata Anita, dapat meningkatkan keterbangkitan fisik serta pikiran, perasaan, dan perilaku agresif. "Jadi, apa yang dilakukan oleh penembak di Selandia Baru juga bisa disebabkan karena ia terinspirasi dan meniru gim dengan konten agresif," kata dia.
Video game, kata Anita, merupakan media yang memiliki kekuatan besar. Tak hanya mampu mengirimkan pesan melalui pendengaran, tapi juga melalui penglihatan dan gerakan.
Pengaruh game online rentan pada orang-orang tertentu. Ia lebih mungkin terjadi pada laki-laki karena prevalensi pemain game online mayoritas merupakan laki-laki. Selain itu, kata Anita, usia anak dan remaja juga lebih rentan terpengaruh terhadap perilaku agresif dari game online.
"Karena bagian otak mereka, yaitu lobus profrontal yang berfungsi untuk mengontrol diri dan mengambil keputusan, belum berkembang dengan sempurna. Pada usia ini, anak seringkali berperilaku berdasarkan apa yang mereka lihat di lingkungan sosial mereka," tutur Anita.Anak dengan pola asuh orang tua yang otoriter, manja, atau melakukan kekerasan dalam rumah tangga juga lebih mungkin meniru kekerasan dari game online.
Selain anak-anak, individu yang depresi dan memiliki konsep diri yang rendah juga rentan terhadap pengaruh game online.
Agar tak terpengaruh, Anita membagikan beberapa cara untuk membatasi diri.
1. Bagi individu berusia anak, orang tua perlu membatasi waktu dan mengawasi penggunaan gawai dan game online sehari-hari. Hindarkan anak-anak dari gim bertema kekerasan dan pilihlah yang bertema edukasi.
2. Beri pengertian pada remaja mengenai pentingnya membatasi diri dari bermain game online bertema kekerasan dan memberi tahu bahwa apa yang ada pada gim tersebut tidak boleh dilakukan di kehidupan nyata karena dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
3. Bagi remaja/dewasa, bisa mencari alternatif kegiatan lain yang lebih bermanfaat dibandingkan bermain gim bertema kekerasan. Misalnya, dengan mencari hobi lain atau kegiatan lain yang positif, seperti membaca, kegiatan sosial, olahraga, belajar bela diri, bermain musik, dan lain sebagainya. Sibukkan diri dengan aktivitas positif sehingga tidak hanya terpaku pada game online.4. Hindari pemasangan terlalu banyak gim di komputer atau ponsel. Hal ini dapat membuat individu menjadi betah berlama-lama di layar komputer/hp untuk bermain gim.
5. Minta bantuan orang tua, sahabat, atau pacar untuk mengingatkan ketika sudah terlalu lama bermain game online.
6. Jika sudah mencoba berbagai macam cara, pergilah ke profesional terdekat untuk segera mendapatkan bantuan dan solusi.
[Gambas:Video CNN] (ptj/asr)
https://ift.tt/2TPXdy8
March 20, 2019 at 10:02PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Video Gim Bertema Kekerasan Dorong Perilaku Agresif"
Posting Komentar