Cerita Terawan Usai Sertijab: dari Menteri Jadi Mantri

Jakarta, CNN Indonesia --

Terawan Agus Putranto (56) bercerita bahwa dirinya sempat menolong tiga pasien sebelum dirinya resmi menyerahkan kursi Menteri Kesehatan kepada Budi Gunadi Sadikin dalam agenda Serah Terima Jabatan (sertijab), di Kementerian Kesehatan, Selasa (29/12) sore.

"Kebetulan siang tadi, sebelum saya berangkat ke sini, saya boleh mengerjakan, menolong tiga pasien. Dua pasien dengan stroke batang otak dan cerebellum, dan langsung bagus. Yang satu pasien dengan demensia, datang dari Amerika jauh-jauh," kata Terawan dalam acara sertijab yang disiarkan melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Selasa (29/12).

Sejumlah pihak sebelumnya sempat bertanya-tanya soal keberadaannya karena tak juga menggelar sertijab, tak seperti para mantan menteri Kabinet Indonesia Maju lainnya yang terkena reshuffle.


Meskipun, secara hukum posisi Menkes tetap resmi dipegang Budi Gunadi.

"Kalau belum [sertijab], ini aneh, ini menghambat, seharusnya harus cepat di tengah pandemi ini," kata Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo, Senin (28/12).

Staf Ahli Terawan, Alexander Kaliaga Ginting, sempat menyebut Terawan berada di Solo, Jawa Tengah, pada Minggu (27/12).

Ia menyebut alasan sertijab tak langsung dilaksanakan usai pelantikan Menkes Budi lantaran Terawan masih melakukan kunjungan kerja ke Semarang dan Yogyakarta dalam rangka peninjauan sejumlah fasilitas kesehatan.

Terawan, pensiunan TNI dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal ini, sendiri kerap mendapat kritik dari kalangan epidemilog dan publik terkait penanganan pandemi. Kontroversinya sudah mencuat bahkan sebelum menjabat Menkes. 

Yakni, saat menjabat Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto ini. Pada 2018, Terawan pernah mencuat karena kasus cuci otak, atau Digital Substraction Angiography (DSA), untuk menyembuhkan pasien stroke.

Berdasarkan pengakuannya, pasien bisa sembuh dari stroke selang 4-5 jam pasca-operasi. Metode pengobatan tersebut disebutnya telah diterapkan di Jerman dengan nama paten 'Terawan Theory'.

Metode kesehatan ini berawal dari disertasi dr Terawan bertajuk 'Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis'.

Fritz Sumantri Usman, dokter spesialis saraf menyebut ada tiga poin yang menjadi titik lemah riset Terawan itu. Pertama, soal kesesuaian daftar pustaka dengan topik penelitian.

Mengutip tinjauan Fritz dkk, salah satu sumber pustaka yang digunakan Terawan adalah riset milik Guggenmos. Riset berjudul 'Restoration of Function After Brain Damage Using a Neural Prosthesis', menurut Fritz tidak 'nyambung' dengan riset Terawan.

Menurutnya, Terawan salah pilih sampel, tak memakai indikator jelas untuk perbaikan pasca metode cuci otak atau DSA, dan juga menarik biaya dari pasien yang dianggap menjadi subjek penelitiannya.

Namun Terawan mengklaim metode terapinya sudah teruji ilmiah, lewat melalui disertasi yang dibuat untuk meraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin.

Infografis Daftar Prioritas Penerima Vaksin Covid dari pemerintahInfografis Daftar Prioritas Penerima Vaksin Covid dari pemerintah. (Foto: CNN Indonesia/Fajrian)

"Jadi kalau itu diuji secara ilmiah sudah dilakukan melalui disertasi, dan disertasi sebuah universitas yang cukup terpandang menurut saya adalah hal yang harus dihargai," kata Terawan dalam konferensi pers di RSPAD, Rabu (4/4).

Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sempat merekomendasikan sanksi pemberhentian sementara baginya selama 12 bulan dan pencabutan izin praktek terkait metode cuci otak itu.

Sekretaris MKEK PB IDI saat itu, dr Pukovisa Prawiroharjo, rekomendasi sanksi itu adalah atas pertimbangan etika perilaku profesional.

"MKEK mengambil putusannya didasarkan pada murni pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat," kata dia.

Saat itu, Kementerian Kesehatan berencana memfasilitasi mediasi antara ketiga pihak itu. Namun, IDI kemudian mengkaji ulang kasus tersebut dan memutuskan untuk menunda sanksi tersebut.

Polemik itu tak berhenti di situ. Saat ada kabar Terawan akan dilantik jadi Menteri Kesehatan, IDI sempat mengeluarkan surat rekomendasi kepada Presiden Jokowi untuk tidak menjadikan Terawan sebagai Menteri Kesehatan, menimbang sanksi yang diterimanya.

Saat itu, Terawan sendiri tak ambil pusing dengan kritikan terhadapnya.

"Sudahlah, yang berkasus itu siapa. Biarkan saja. Saya kan tidak pernah tanggapi. Tidak perlu kan (menanggapi), belum waktunya, harus sesuai tata cara militer, saya waktu itu militer," kata dia.

Kasus Terawan ini menyedot banyak perhatian dari berbagai tokoh pemerintahan dan pasien-pasien lainnya. Pasalnya, Terawan memiliki pasien dari kalangan elite politik. Misalnya, Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, Mahfud MD, Ani Yudhoyono.

Ramai-ramai para tokoh itu membela Terawan.

Setelah jadi menteri, banyak pihak yang menganggap itu sebagai sweet revenge terhadap IDI. Masalahnya, selama setahun lebih jabatannya ia juga tetap mendapat kritik. Terutama terkait penanganan pandemi Covid-19.

Misalnya, penanganan awal pandemi yang lambat dan menganggap enteng, transparansi data, jarang muncul di depan publik dalam penanganan Corona, hingga persoalan kontrak vaksin. Desakan reshuffle pun mengguat.

Insert Artikel - Waspada Virus CoronaInsert Artikel - Waspada Virus Corona. (Foto: CNN Indonesia/Fajrian)

Kini, usai sertijab, Terawan mengaku sudah legowo lengser dari jabatannya meski tak genap satu periode. Ia pun mengisyaratkan bakal kembali turun secara penuh menangani pasien.

"Saya tadi tergelitik, tadi saya sesudah dari Menteri jadi Mantri, dan itu kebanggaan saya, saya bisa menyuntik orang kembali," selorohnya.

Sebelumnya, Budi resmi dilantik sebagai Menteri Kesehatan pada hari ini oleh Presiden Jokowi, Rabu (23/12). Selain Budi, Jokowi juga melantik lima menteri Kabinet Indonesia Jilid 2 hasil kocok ulang atau reshuffle.

Mereka yakni, Tri Risma sebagai Menteri Sosial, Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama, Sandiaga Salahudin Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta M Luthfi sebagai Menteri Perdagangan.

(khr/arh)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2MeQD1b

December 30, 2020 at 07:15AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Cerita Terawan Usai Sertijab: dari Menteri Jadi Mantri"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.