Diskriminasi dan Kegetiran Etnis Kulit Hitam Usai Kasus Floyd

Jakarta, CNN Indonesia -- Kematian warga kulit hitam di Minneapolis, Amerika Serikat, George Floyd, akibat kekerasan polisi kembali melukai perasaan banyak penduduk dari berbagai kalangan di negara tersebut.

Peristiwa itu membuka cela yang selama ini dipendam di tengah masyarakat Negeri Paman Sam tentang sikap diskriminatif dan kekerasan terhadap etnis minoritas, terutama kulit hitam.

Seorang warga kulit hitam di AS, Peniel Joseph (47), mengatakan dia merasakan betul sikap diskriminasi yang terjadi di tengah masyarakat. Namun, dia menyatakan sudah kenyang dengan pengalaman tersebut.


"Saya sudah tidak takut lagi. Saya tidak menjalani hidup dengan ketakutan, tetapi tetap berhati-hati," kata Joseph.
Seorang warga kulit hitam lainnya, Ed Whitfield (70), mengingat kembali masa-masa mudanya ketika terlibat dengan gerakan hak-hak sipil di AS pada 1960-an. Ingatannya soal kejadian pembunuhan terhadap seorang pemuda kulit hitam, Sammy Younge Jr., hanya karena salah menggunakan kamar kecil yang khusus kulit putih, masih sangat kuat.

"Dia ditembak dan dibunuh, dan tidak ada yang melakukan apapun. Jadi saya rasa tidak ada yang baru dalam kejadian ini," ujar Whitfield, seperti dilansir CNN.

Di sisi lain, seorang warga kulit hitam lainnya, Mike Mosby (32), merasa kehidupannya sebagai etnis minoritas di AS hanya berputar di masalah soal diskriminasi rasial.

"Kalian mungkin akan berpikir ini adalah 1965, dan kita baru keluar dari masalah pemisahan ras dan mulai menapaki masa hak-hak sipil. Rasanya memang seperti itu. Saya bersumpah saya sepertinya terjebak di dalam kapsul waktu," ujar Mosby.

Peneliti dari Sekolah Kedokteran dan Sains Universitas Charles R. Drew, Shervin Assari, menyatakan dari hasil riset yang dilakukan menunjukkan bahwa warga kulit hitam di AS memang menanggung beban paling berat dari sikap diskriminasi rasial.

Seperti dilansir Associated Press, Selasa (2/6), menurut Assari, tingkat rata-rata harapan hidup lelaki kulit hitam adalah 71.9 tahun. Berbeda dengan perempuan kulit putih (81.2 tahun), perempuan kulit hitam (78.5 tahun), dan pria kulit putih (76.4 tahun).

Gelombang protes kematian George Floyd di Amerika Serikat. (AP/Mark Mulligan)

Hal itu, kata dia, disebabkan oleh tingginya sikap diskriminasi rasial yang diterima, serta kemiskinan dan ketidakadilan yang mereka hadapi.

Selain itu, lelaki kulit hitam juga rentan terhadap penyakit kanker, stroke, HIV. Di samping itu, tingkat pembunuhan terhadap lelaki kulit hitam juga tinggi.

"Bagi pria kulit hitam di AS, sikap rasialisme adalah pengalaman yang harus mereka hadapi sehari-hari yang bisa memicu masalah kesehatan seperti penyakit mematikan. Sekitar 66 persen lelaki kulit hitam di AS mengaku mengalami diskriminasi setiap hari," tulis Assari.

Sikap rasialisme itu juga terjadi di dunia kerja. Banyak pengusaha menolak mempekerjakan pria kulit hitam karena kerap dicap lekat dengan dunia kejahatan, malas serta tidak mempunyai keterampilan dan dedikasi.

Alhasil, kata Assari, pria kulit hitam harus berjuang lebih keras untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal itu menurut dia bisa memicu depresi dan bunuh diri, gangguan jantung, serta kelahiran bayi secara prematur.


Assari menambahkan, dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pendidikan tidak secara langsung berdampak besar terhadap nasib pria kulit hitam di AS. Mereka tetap sulit mendapat pekerjaan, atau bahkan membuka lapangan kerja.

Kesenjangan dan mengikis sikap diskriminatif itu harus terus diterapkan di AS untuk menekan gesekan sosial. Sebab, undang-undang dasar AS yang dibuat pada 1787 sudah menetapkan bahwa seluruh penduduk dijamin mendapatkan perlindungan dari negara dan bebas dari rasa takut. (ayp/ayp)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2yVcPai

June 03, 2020 at 09:13AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Diskriminasi dan Kegetiran Etnis Kulit Hitam Usai Kasus Floyd"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.