Di lingkungan militer, pangkat terakhir Ruslan diketahui adalah Kapten Infanteri. Terakhir, ia bertugas di Yonif RK 732/Banau.
Pada Oktober 2017, Ruslan terlibat dalam kasus pembunuhan La Gode di Talibu, Ternate, Maluku Utara. La Gode merupakan petani yang dituduh mencuri singkong.
Ia ditangkap dan dibawa ke Kantor Pos Satuan Tugas Operasi Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Opspamrahwan) Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau (BKO). La Gode dibawa ke pos tersebut lantaran polisi tidak memiliki tempat untuk menahan yang bersangkutan.
Saat kasus itu terjadi, Ruslan menjabat sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau. Ruslan dan belasan oknum personel TNI lainnya kemudian didakwa melakukan pembunuhan.
"Ruslan ditahan dan diperiksa secara intensif di Detasemen Polisi Militer (Denpom) XVI/1 Ternate oleh karena kasus pembunuhan La Gode pada 27 Oktober 2017 lalu," kata Kepala Penerangan Komando Resimen Militer (Kapenrem) 143/Kendari, Mayor Sumarsono dalam keterangannya, Rabu (3/6).
Pengadilan Militer Ambon mendakwa Ruslan dan belasan personel lainnya melanggar Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP primer Pasal 170 ayat (1) tentang menggunakan tenaga secara bersama-sama untuk melakukan kekerasan terhadap seseorang dan (3) juncto Pasal 156 atau Pasal 170 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 56 KUHP.
Pada 6 Juni 2018, Pengadilan Militer Ambon mengeluarkan putusan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan serta pemecatan dari anggota TNI AD kepada Ruslan Buton.
"Pada akhir tahun 2019, Ruslan Buton bebas," ucap Sumarsono.
Kini Ruslan kembali terjerat kasus hukum. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian, menghina penguasa, atau menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran.
Kasus ini bermula saat Ruslan meminta Presiden Joko Widodo mengundurkan diri lewat video yang sempat viral di media sosial pada 18 Mei 2020. Di tengah pandemi Covid-19, ia menilai tata kelola berbangsa dan bernegara sulit diterima akal sehat.
Ruslan pun mengkritisi kepemimpinan Presiden Jokowi. Menurutnya, solusi terbaik menyelamatkan bangsa hanyalah Jokowi legawa mundur.
Pada Kamis (28/5), Ruslan kemudian ditangkap di kediaman orang tuanya di Desa Wabula I, Kecamatan Wabula Kabupaten Buton. Penangkapan itu berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/71/V/2020/Dittipidsiber.
Dalam kasus ini, Ruslan dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45 A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP.
Ruslan juga menjalani masa penahanan 20 hari pertama, terhitung sejak 29 Mei hingga 17 Juni 2020.
Terkait kasus ini, Ruslan lewat tim pengacaranya telah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Alasannya, dia menganggap penetapan tersangka tersebut tidak sah.
Dalam praperadilan tersebut, Ruslan berharap majelis hakim menyatakan bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka adalah tidak sah. Ia juga berharap perkara pidana yang menjerat kliennya dihentikan.
"Merehabilitasi nama baik dan kedudukan Ruslan alias Ruslan Buton," kata kuasa hukum Ruslan, Tonin Tachta Singarimbun. (dis/pmg)
https://ift.tt/2MtmGY0
June 04, 2020 at 07:15AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jejak Kasus Ruslan Buton, Mantan TNI yang Minta Jokowi Mundur"
Posting Komentar