Mengupas Kesepian di Tengah Keramaian Digital

Jakarta, CNN Indonesia --

Kesepian terkadang memang tidak membuat nyaman. Hal itu yang lantas mendorong sebagian orang mencari pelarian dari rasa kesepian.

Salah satunya Ismi, seorang pegawai swasta ini memilih langsung menghubungi kawannya - meski sekadar lewat pesan teks - saat merasa kesepian. Buatnya, mengobrol via teks lumayan dapat membantu meredakan kesepian. '

Hanya saja, ia tak memungkiri bahwa tetap tak ada yang menggantikan obrolan tatap muka seperti dulu sebelum pandemi.


"Kalau ketemu langsung, pembahasannya bisa lebih banyak, terus tahu reaksi dari lawan bicara," katanya saat bercerita kepada CNNIndonesia.com melalui pesan teks, Kamis (25/2).

Perasaan kesepian seperti yang Ismi juga bisa dialami oleh siapa pun. Bahkan, praktisi mindfulness, Adjie Santosoputro, juga mengatakan ia mengalami pengalaman serupa.

Adjie menyadari bahwa pertemuan secara virtual tidak bisa benar-benar memulihkan rasa kesepian secara utuh.

Dia menjelaskan itu terjadi karena manusia adalah social animal sehingga ada kebutuhan untuk bertemu secara fisik, bukan hanya lewat layar. Padahal jika dipikir-pikir, pertemuan secara virtual secara teknis lebih mudah.

Sebut saja penggunaan aplikasi Zoom, Clubhouse, Google Meet, atau bertatap muka semudah video call via WhatsApp dan Instagram. Namun menurutnya, kemudahan ini rupanya membawa efek bumerang.

"Manusia memang mahkluk sosial yang perlu interaksi. Kekurangan interaksi bisa mengerikan, sebaliknya kelebihan interaksi bikin kita kelelahan. Itu yang menjadi PR saya terutama, mungkin teman-teman lain juga merasakan," kata Adjie saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.

"Online, serba digital membuat kita mudah sekali terpeleset berlebihan interaksi lalu jadi fatigue, capek, lelah dan mudah merasa kesepian."

Hyperconnected atau kelebihan interaksi kemudian memunculkan rasa lelah (fatigue) dan berujung pada kesepian. Namun, lanjut Adjie, jika ingin dibedah kesepian sebenarnya memiliki dua tahap yakni, kesepian akibat hubungan jauh dengan orang sekitar lalu kedua, kesepian berkat persoalan terputusnya hubungan kita dengan diri sendiri.

Hubungan yang jauh dengan orang sekitar

Memiliki banyak kawan, pengikut di media sosial rupanya bukan jaminan bebas dari rasa kesepian. Adjie berkata perihal kesepian itu bukan kuantitas melainkan seberapa berkualitas hubungan dengan orang sekitar.

Menurut dia, akan lebih baik memiliki sedikit hubungan tapi kualitasnya baik daripada hubungan yang sangat banyak tapi kualitasnya kurang baik atau kurang rekat.

Bagaimana cara mengetahui jika memiliki hubungan berkualitas dengan orang lain?

Adjie mengatakan kualitas hubungan yang baik dapat ditunjukkan dari bagaimana cara orang mencoba menghubungi selagi ada musibah.

"Saat saya mengalami musibah banjir, kehilangan keluarga, ada yang meninggal, lalu teman menghubungi saya, telepon, WhatsApp saya, kirim personal message, itu salah satu tanda, 'Oh dia menganggap hubungan ini hubungan yang rekat dengan diri saya,'" ungkap Adjie.

"Kalau responsnya hanya di media sosial, ada unsur ingin menunjukkan kalau orang tersebut punya hubungan dengan saya. Beda dengan kalau dia meninggalkan itu semua, lalu reach out. Itu merupakan kualitas yang baik," jelasnya lebih lanjut.

"Begitu pula sebaliknya. Saya juga enggak sebatas komentar di media sosial, saya berusaha menjangkau, mengecek secara langsung."

Meski memiliki banyak teman, kualitas hubungan bagus, tapi jika hubungan dengan diri sendiri tidak seimbang maka ada kemungkinan kesepian.

Artinya, perlu ada upaya untuk membangun dan meningkatkan kualitas hubungan dengan diri sendiri. Bagaimana caranya?

Simak halaman selanjutnya untuk mengetahui cara membangun koneksi dengan diri.

4 Cara Membangun Koneksi dengan Diri Sendiri

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3b2mDiU

February 28, 2021 at 06:59AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Mengupas Kesepian di Tengah Keramaian Digital"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.