Amarzan dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam perkembangan jurnalisme Indonesia. Amarzan kerap mengisi materi kuliah sebagai pakar tamu dalam kajian sejarah jurnalisme.
Kabar duka disampaikan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Arif Zulkifli.
Satu persatu legenda itu pergi. Kali ini: Amarzan Loebis. Penyair Lekra yang menghabiskan sebagian hidupnya di Pulau Buru. Ia mengenang masa pembuangan itu sebagai tamasya dgn segala gurau," kata Arif di akun twitternya, @arifz_tempo.
[Gambas:Twitter]
Sejumlah buku yang pernah ia tulis bersama adalah Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan (1995) dan Bahasa! kumpulan tulisan dan puisi Majalah Tempo (2005).
Dalam sejumlah catatan lepas mengenai profilnya, Amarzan melanglang buana dari satu ke kampus lain di usia muda. Sejak lulus SMA, Amarzan masuk Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, hingga Perguruan Tinggi Ilmu Djurnalistik.
Kariernya sebagai profesional ketika menjadi Redaktur Harian Rakyat pada 1965. Tak lama di sana, Amarzan mesti angkat kaki karena tempat bekerjanya dituding berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Amarzan yang juga pegiat Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), wadah seni yang digagas Partai Komunis Indonesia (PKI) juga harus diasingkan usai Sekretariat Lekra, rumah budayawan Oey Hay Djoen (Tjidurian 19, Menteng) dirampas penguasa saat itu. Para seniman dicap PKI dan diburu. Ia dipenjara selama 11 tahun.
"Ada yang ditangkap, ada yang lari," tutur Amarzan dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com, September 2015.
Di Majalah Tempo, Amarzan menjadi satu dari beberapa editor senior di meja meja redaksi. Namanya kerap disejajarkan dengan jurnalis Tempo senior lain seperti Rahman Tolleng (alm).
(ain)
https://ift.tt/2ZuBEWM
September 02, 2019 at 03:21PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Wartawan Senior Amarzan Loebis Meninggal di Usia 77 Tahun"
Posting Komentar