
Nama pengungsi tersebut, Khalid Mustafa, dan anaknya, Hamza, menggema di pemakaman Muslim yang dikhususkan untuk para korban penembakan di dua masjid di Christchurch pada Jumat pekan lalu.
Doa lantas dipanjatkan sembari kedua jenazah diturunkan ke liang lahat. Sejumlah anggota keluarga pengungsi Suriah itu pun menangis.
Khalid meninggalkan seorang istri, satu putri, dan putra lainnya bernama Zaid. Anak lelaki berusia 13 tahun itu juga terluka akibat penembakan di Masjid Al Noor, lokasi insiden pertama pada Jumat lalu.
Satu orang yang ikut menghadiri upacara pemakaman massal tersebut, Jamil El-Biza, mengaku sempat berbincang dengan Zaid.
El-Biza mengaku mendengar Zaid berkata di depan liang lahat, "Saya seharusnya tidak berdiri di sini. Saya seharusnya berbaring di samping kalian."
Alabi Lateef, yang juga sempat menghalau pelaku teror di Masjid Linwood, mengaku turut membantu mempersiapkan jasad Khalid dan Hamza agar dapat dikuburkan sesuai tradisi Islam.
"Saya membantu memandikan jenazahnya kemarin," tutur Lateef kepada AFP.
Menurut tradisi Islam, seseorang seharusnya dimakamkan dalam kurun waktu 24 jam setelah meninggal dunia. Namun, karena proses identifikasi yang memakan waktu lama, jenazah para korban baru dapat dimakamkan beberapa hari setelahnya.
Sejumlah keluarga pun mengaku kecewa meski tak dapat berbuat apa-apa karena kepolisian memang membutuhkan waktu untuk autopsi.
Hingga proses penguburan hari ini, hanya enam dari 50 jasad korban yang sudah berhasil diidentifikasi.
Komisioner kepolisian Selandia Baru, Mike Bush, mengatakan bahwa pihaknya berupaya melakukan autopsi secepatnya, bahkan jika bisa, semuanya rampung malam ini.
"Tak akan dapat dimaafkan jika kami mengembalikan jasad ke keluarga yang tak sesuai," kata Bush. (has)
https://ift.tt/2ujFq38
March 20, 2019 at 11:44PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Haru Pemakaman Pengungsi Suriah Korban Teror Christchurch"
Posting Komentar