Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai para terdakwa terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat.
Namun, dalam pertimbangan menjatuhkan tuntutan, jaksa mengungkapkan bahwa para terdakwa yang merupakan anggota Polri aktif tidak sengaja melukai mata Novel. Mereka, terang jaksa, hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel karena dianggap telah mengkhianati institusi Polri.
"Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan, namun mengenai kepala korban," ucap Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis sore (11/6).
Proses hukum yang sudah mencapai tahap tuntutan dalam persidangan ini merupakan jalan panjang yang tak lepas dari polemik. Sejumlah pihak menganggap persidangan yang tengah berjalan merupakan rekayasa untuk seolah-olah memberikan kepastian hukum.
Beberapa kejanggalan terjadi. Misalnya enam kasus besar atau high profile yang ditangani Novel sebagaimana temuan Tim Pakar bentukan Kapolri Tito Karnavian ke dalam surat dakwaan penuntut umum tidak menjadi pertimbangan.
Dalam perkara ini jaksa hanya mengenakan pasal penganiayaan berat, bukan pasal pembunuhan berencana atau Pasal perintangan penyidikan.
Lima kasus adalah kasus korupsi yang terdiri dari korupsi proyek e-KTP, kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melibatkan eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman, kasus korupsi proyek Wisma Atlet, dan kasus suap perizinan yang melibatkan Bupati Buol Amran Batalipu.
![]() |
Temuan tim pakar tersebut merupakan pintu masuk bagi kepolisian agar segera menangkap pelaku, serta menjerat dengan pasal perintangan penyidikan dan Pasal pembunuhan berencana.
Dengan membentuk tim teknis, polisi mengklaim melakukan kajian terhadap korelasi antara teror air keras Novel dengan enam kasus di atas. Tim teknis pun melakukan analisa Tempat Kejadian Perkara (TKP) sesuai dengan teori pembuktian sebuah peristiwa pidana.
Baru kemudian pada akhir Desember 2019 polisi berhasil menangkap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dua pelaku yang melakukan teror air keras terhadap Novel. Keduanya merupakan anggota Polri aktif.
Meskipun begitu, terdapat nada ketidakpercayaan terhadap proses hukum yang berjalan. Ada sejumlah pihak, termasuk Novel sendiri yang meyakini bahwa kasus penyerangan terhadap dirinya akan berhenti di dua orang tersebut. Aktor intelektual tidak akan pernah diungkap atau terungkap.
![]() |
Novel menjelaskan negara telah abai terlihat dari kedudukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak menjadi representasi negara dalam mewakili kepentingan korban.
"Tapi ini tidak sama sekali mencerminkan kepentingan membela negara. Kepentingannya justru malah buruk sekali," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Ia menyebut sejak awal proses hukum terhadap dua pelaku itu hanya formalitas belaka agar ada kepastian hukum. Bahkan, pernyataan yang dirinya sampaikan bahwa terdakwa bakal dituntut di bawah 2 tahun penjara terbukti.
"Yang kedua mendongkolkan, biar saya bertambah jengkel gitu, loh. Menyerang saya secara psikologis. Saya melihatnya begitu. Makanya saya sudah bersiap dari awal," katanya. (ryn/bmw/gil)
https://ift.tt/2AtoUnR
June 12, 2020 at 09:11AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tuntutan Ringan Penyiram Novel, Panorama Ganjil Sektor Hukum"
Posting Komentar