Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo, menyatakan tak sudi melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, bahkan saat dua kader Gerindra menduduki jabatan menteri.
Ia justru mengungkap bahwa kakaknya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, menemui sejumlah proyek yang angkanya disulap (mark up) lebih dari sepuluh kali lipat atau lebih dari 1.000 persen.
Ia bercerita Prabowo membatalkan sejumlah proyek senilai lebih dari US$50 juta karena mengetahui nilai sesungguhnya tidak lebih dari US$5 juta. Tanpa menyebut proyek-proyeknya, Hashim mengatakan anggaran tersebut kemudian dikembalikan Kemenhan ke Kementerian Keuangan.
"Terkutuk kami, terkutuk keluarga kami jika kami korupsi. Saya dan kakak saya akan malu ke mendiang ayah dan eyang", kata Hashim di Jakarta, Jumat (17/7).
Pengakuan itu diutarakan Hashim merespons anggapan miring terhadap dirinya dan Gerindra terkait persoalan izin ekspor dan budidaya lobster Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam persoalan ini, KKP yang dipimpin politikus Gerindra, Edhy Prabowo, mengeluarkan 31 izin ekspor benih lobster kepada perusahaan yang beberapa di antaranya terafiliasi atau dimiliki oleh politikus dan kader Gerindra.
Salah satu perusahaan yang mendapat izin ekspor benih lobster itu adalah PT Bima Sakti Bahari milik Hashim. Perusahaan itu dipimpin oleh anaknya, Rahayu Saraswati, yang juga tercatat kader Gerindra.
Menurut Hashim hanya dua atau tiga perusahaan terafiliasi dengan Partai Gerindra yang mendapat izin ekspor benih dan budidaya lobster.
Lebih lanjut, ia menyatakan perusahaannya bukan pemain baru di dunia bahari. Ia terjun ke bisnis pembudidayaan kerang mutiara sejak 1986 atau 34 tahun silam.
Kemudian, pada 1989, perusahaannya mulai melakukan ekspor perdana mutiara ke Jepang. Selain mutiara, perusahaan miliknya juga bergerak di budidaya kelautan lain seperti teripang, kepiting dan kerapu.
Hashim menambahkan, bisnis lobster tidak memiliki keuntungan sebesar bisnis di bidang persenjataan.
"Kalau ingin korupsi, kami tidak akan korupsi di lobster, tapi di senjata," ujar dia.
Peluang korupsi di bidang persenjataan disebut Hashim terbuka karena Prabowo menjabat Menteri Pertahanan. Dengan posisi Prabowo itu, Hashim mengaku ada banyak orang yang mengajaknya berbisnis dengan menjadi rekanan Kementerian Pertahanan.
Dia mengklaim menolak tawaran-tawaran tersebut dengan alasan tidak mau memanfaatkan posisi sang kakak dan mark up proyek.
"Saya suka uang, saya suka fulus, tapi tidak dengan cara demikian. Kami tidak mau serakah," kata Hashim.
Menteri Edhy sebelumnya telah mengakui ada sejumlah politikus termasuk kader Gerindra yang mendapat izin ekspor benih lobster. Namun ia mengklaim izin itu di luar pengetahuannya. Ia menegaskan pemberian izin sepenuhnya diputuskan bersama oleh tim yang terdiri dari beberapa direktorat KKP.
"Kalau memang ada yang menilai, ada orang Gerindra, kebetulan saya orang Gerindra, tidak masalah. Saya siap dikritik tentang itu. Tapi coba hitung berapa yang diceritakan itu? Mungkin tidak lebih dari 5 atau 2 orang yang saya kenal. Tapi 26 orang lagi siapa itu? itu semua orang Indonesia," kata Edhy.
Edhy juga memastikan tidak ada perlakuan khusus bagi para penerima izin ekspor dari perusahaan politisi tersebut. "Kami tidak membatasi, siapa yang mendaftar kami terima, dan verifikasi. Kami sudah terima 31, diumumkan baru 26," ujarnya.
(rev/wis)https://ift.tt/2DO2VcE
July 18, 2020 at 08:12AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hashim Ungkap Prabowo Temukan Mark Up Proyek 1.000 Persen"
Posting Komentar