Melalui pernyataan bersama, LBH dan ICJR menganggap penuntutan berdasarkan Pasal 28 ayat (2) ITE atau 156 KUHP tentang ujaran kebencian harus didasari perbuatan berbasis SARA terhadap golongan masyarakat.
Sementara itu, orasi Robertus tentang TNI yang terekam dalam video dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan refleksi dari dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu, bukan ujaran kebencian, penyebaran berita bohong (hoaks), apalagi penghinaan terhadap lembaga negara.
"Pidana dalam Pasal 28 ayat (2) ITE atau 156 KUHP tentang ujaran dan propaganda kebencian harus mendasari pidana atas perbuatan berbasis SARA terhadap golongan dalam masyarakat, sementara itu pejabat pemerintah ataupun lembaga negara tidak masuk dalam kategori ini," bunyi pernyataan bersama LBH Pers dan ICJR yang diterima CNNIndonesia.com.
LBH Pers dan ICJR menilai pemaksaan penggunaan pasal ITE dan ujaran kebencian merupakan "upaya kriminalisasi pada Robertus."
"Tindakan ini jelas ditujukan untuk menimbulkan iklim ketakutan kebebasan berekspresi di tengah masyarakat."
Dua lembaga pemerhati HAM itu memaparkan Robertus tak berorasi melalui sistem elektronik, tapi secara langsung (offline) saat menghadiri Aksi Kamisan pada Kamis (28/2) lalu di depan Istana Negara, sehingga Pasal 28 ayat 2 UU ITE terkait Ujaran Kebencian tidak masuk akal.
Selain UU ITE soal ujaran kebencian, kepolisian juga menjerat Robertus dengan Pasal 14 ayat 2 dan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terkait penyebaran berita bohong (hoaks).
LBH Pers dan ICJR menganggap pasal itu tak dapat dijatuhkan pada Robertus lantaran mempidanakan seseorang dengan pasal itu harus didasari tiga unsur penting.
Pertama, harus ada berita dan pemberitaan di mana ujaran itu memiliki informasi. Kedua, ada unsur menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Ketiga, informasi yang disebarkan dalam berita yang berkaitan terindikasi bohong.
"Keonaran di masyarakat dalam penjelasan pasal itu tertuju pada kegelisahan yang timbul pada masyarakat akibat suatu pemberitaan. Sedangkan dalam konteks ini, refleksi yang disampaikan akademisi Robertus sangat tidak pas dikategorikan menimbulkan kegaduhan," papar LBH Pers dan ICJR.
Selain itu, kedua organisasi itu menilai "tidak ada nilai informasi dari pernyataan Robertus karena apa yang ia sebutkan telah lama digunakan dalam pergerakan mahasiswa sehingga tidak lagi relevan jika menyebutkan nyanyiannya itu berita bohong atau tidak."
Robertus ditangkap kepolisian pada Kamis dini hari sekitar pukul 00.30 WIB di rumahnya dan langsung di bawa ke Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Salah satu kuasa hukum Robert, Nurkholis Hidayat, menuturkan Robertus ditangkap karena orasinya tentang TNI yang tersebar dalam bentuk video yang "dibumbui" judul-judul agresif dan sarat kebencian oleh oknum tak bertanggungjawab.
Dalam orasinya, Robertus juga menyanyikan lagu ABRI dengan lirik yang diubah dan mengangkat isu terkait Dwifungsi ABRI.
Hingga kini, Robertus masih berada dalam penahanan Polri dan menjalani sejumlah pemeriksaan. LBH Pers dan ICJR mendesak Polri segera membebaskan Robertus lantaran penangkapannya dinilai sebagai bentuk pelanggaran HAM dan mengancam demokrasi.
"Apa yang dilakukan Robertus Robet telah secara tegas didukung oleh Konstitusi, pengekangan terhadap hak itu adalah pelanggaran hukum serius serta mencederai amanat konstitusi," papar LBH Pers dan ICJR.
[Gambas:Video CNN] (rds/stu)
https://ift.tt/2NLqYtG
March 07, 2019 at 09:56PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "UU ITE soal Ujaran Kebencian Dinilai Tak Bisa Jerat Robertus"
Posting Komentar