Geliat Bali United, 'Si Anak Baru' Sepak Bola Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Bali United hanya butuh waktu empat tahun untuk menunjukkan mereka serius menggarap potensi sepak bola Indonesia ke arah industri setelah menjadi klub pertama Indonesia yang memutuskan untuk go public pada Senin (17/6).

Lewat PT Bali Bintang Sejahtera, tim yang berada di Pulau Dewata itu resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan skema Initial Public Offering (IPO). Kesebelasan yang dipimpin Pieter Tanuri dan Yabes Tanuri itu melangkah lebih cepat daripada tim-tim tradisional seperti Persipura Jayapura, PSM Makassar, Persib Bandung, maupun Persija Jakarta yang sudah lebih dulu ada dan mewarnai sepak bola Indonesia.

Nama Bali United mulai akrab di telinga pencinta sepak bola pada 2015 lalu. Tepatnya saat Tanuri bersaudara menjajaki peluang untuk mengakuisisi Putra Samarinda yang dimiliki Harbiansyah Hanafiah.

Saat itu Pusam mengalami kesulitan dalam menggaet sponsor untuk mendanai klub mengarungi kompetisi kasta tertinggi di tanah air. Tawaran untuk membeli klub pun datang dari Pieter pada 2014 dan kesepakatan terjadi satu tahun kemudian.

Begitu proses akuisisi beres, Pieter dan Yabes memilih Bali sebagai kandang baru tim yang di musim pertama bernama Bali United Pusam. Potensi besar meraup keuntungan dari sisi sepak bola dan destinasi wisata jadi pendorong utama membawa klub ke Pulau Dewata.

Kebetulan pencinta sepak bola di sana sudah sejak 2008 tidak lagi menyaksikan klub asal Bali bermain di kompetisi kasta tertinggi. Klub terakhir yaitu Persegi Gianyar pada 2007 yang kemudian terdegradasi di akhir musim. Padahal klub yang berasal dari Bali pernah akrab di telinga penggila sepak bola seperti Perseden Denpasar, Persegi Gianyar, Bali Devata di Liga Primer Indonesia, dan juga kesebelasan yang muncul di era Galatama Gelora Dewata.

Pieter Tanuri, Yabes, serius membangun Bali United sejak empat tahun lalu.Pieter Tanuri, Yabes, serius membangun Bali United sejak empat tahun lalu. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama)
Misi untuk memperkenalkan merek Bali United dimulai dengan mendatangkan Indra Sjafri sebagai pelatih. Pria asal Sumatera Barat itu populer di mata publik karena berhasil mengantarkan Timnas Indonesia U-19 berprestasi dengan juara Piala AFF U-19 2013 dan lolos ke putaran final Piala Asia U-19 2014.

Indra ditugaskan meracik skuat yang merupakan kombinasi para pemain muda jebolan Timnas Indonesia U-19 dan gerbong pemain hasil akuisisi dengan Putra Samarinda. Indra memadukan pemain Tim Garuda Muda macam Ricky Fajrin, Hendra Sandi, Yabes Rony Malaifani, dengan pemain yang tersisa dari Putra Samarinda seperti Sandi Sute, Bayu Gatra, serta Lerby Eliandry, plus tidak ketinggalan para pemain lokal.

"Di setiap klub Eropa, prioritas yang diberikan untuk pemain lokal. Kami memiliki keinginan persentase pemain asal Bali dalam tahun-tahun mendatang akan lebih banyak," ucap Indra kepada penulis saat yang datang langsung ke Pulau Dewata untuk melihat langsung gebrakan Bali United, empat tahun lalu.

Sayang, mimpi menjadikan klub asal Bali kembali disegani tertunda untuk sementara. Pasalnya, konflik PSSI dan Menpora berujung sanksi FIFA pada 30 Mei 2015. Mati surinya kompetisi tidak membuat 'mesin' Bali United ikut terhenti. Berbagai upaya dilakukan manajemen hingga tim pelatih untuk memperkenalkan merek Bali United di kalangan pencinta sepak bola Tanah Air, khususnya Bali.

Geliat Bali United, 'Si Anak Baru' Sepak Bola Indonesia
Caranya mulai dari turun di turnamen tak resmi, menggelar partai uji coba hingga merambah ke sekolah-sekolah. Harapannya tentu agar Bali United kian dikenal secara luas baik di level lokal hingga nasional.

"Kami membangun rumah, bukan membeli rumah. Jadi butuh proses," ucap Yabes yang menempati posisi CEO Bali United, saat itu.

Meski kompetisi vakum karena sanksi, Bali United tetap beraktivitas dengan normal. Skuat asuhan Indra Sjafri tetap berlatih di saat tim-tim lain memilih untuk membubarkan tim ketika masa suram terjadi di sepak bola Indonesia tersebut.

Bali United kemudian tampil di turnamen pengganti kompetisi, Piala Presiden 2015 sebagai tuan rumah fase grup. Selain itu, tim yang bermarkas di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, menggelar turnamen Bali Island Cup tahun 2016 yang dijuarai oleh Arema.

Bali United melakukan IPO pekan lalu.Bali United melakukan IPO pekan lalu. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah)
Menariknya, meski tergolong anak baru dan kemudian muncul sanksi FIFA, manajemen Bali United berhasil menggaet 14 sponsor beberapa di antaranya adalah Achilles, Indofood, Corsa, dan Indosat.

Berbondong-bondongnya sponsor yang datang ke Bali United saat itu dan beberapa tahun terakhir itu kontras dengan persoalan sponsor yang masuk ke klub. Bahkan, klub seperti Persipura di Liga 1 2017 sempat ditinggal oleh PT Freeport Indonesia yang sudah sangat lama melekat dengan tim berjulukan tim Mutiara Hitam.

Banyaknya sponsor yang datang ke Bali United ditengarai karena jaringan bisnis Tanuri yang sangat luas. Hal itu membuat mereka tidak sulit meyakinkan berbagai pihak untuk jadi sponsor mereka. Belum lagi Bali United hampir tidak pernah bermasalah dengan persoalan finansial, baik untuk memutar roda ekonomi klub hingga urusan menggaji pemain setiap musimnya.

Mengacu prospektus laba Bali United dari aspek komersial malah meningkat dari tahun ke tahun. Dari Rp26 miliar pada 2016, Rp56 miliar tahun berikutnya, dan Rp115 miliar pada 2018. Bisnis klub pun semakin besar karena manajemen membuka toko resmi yang menjual kostum hingga pernak-pernak klub. Toko resmi itu terdapat di kawasan Stadion Kapten I Wayan Dipta Gianyar.

Pihak klub juga melakukan renovasi stadion Kapten I Wayan Dipta yang kali pertama dibuka 19 Februari 2003 lalu. Mulai dari pemasangan single seat, membuka kafe Bali United, dan tempat bermain di sekitar stadion. Bahkan, dalam kurun waktu empat tahun sponsor yang datang ke Bali United semakin banyak. Setidaknya ada 23 sponsor, baik itu sponsor jangka panjang maupun sponsor jangka pendek.

"Di tempat lain ya [pemasukan terbesar klub dari tiket], di tempat kami tidak. Intinya [pemasukan klub] paling besar sponsor, anak usaha, tiket, dan teralhir pernak-pernik," kata Yabes.

Sponsor itu pun banyak yang mejeng di jersey Bali United. Bahkan, sempat ada sindiran kalau jersey Bali United ibarat papan iklan berjalan karena banyaknya sponsor di kostum tim.

"Kalau bisa lebih banyak lagi mungkin saya taruh lebih banyak lagi. Kalau contoh klub luar negeri kan sponsor bisa 20-30 juta poundsterling. Sekarang kan belum ada yang kasih segitu banyak, kalau ada cukup satu saja," kata Yabes yang enggan ambil pusing dengan anggapan orang.

Selain fokus ke klub, Pieter dan Yabes juga melakukan diversifikasi unit bisnis yang bernaung di PT Bali Bintang Sejahtera. Sejak tahun lalu, dua bersaudara ini mendirikan PT Kreasi Karya Bangsa (Perdagangan Umum dan Jasa), PT Bukit Radio Swara Indah (Siaran Radio), PT Bali Boga Sejahtera (Jasa Boga, Restoran, dan Kafe), dan PT IOG Indonesia Sejahtera (Aktivitas olahraga dan rekreasi lainnya).

Bali United menjadi klub sepak bola pertama Indonesia yang go public.Bali United menjadi klub sepak bola pertama Indonesia yang go public. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Bahkan PT Kreasi Karya Bangsa turut membantu empat klub Liga 1: PSS Sleman, Arema FC, PSIS Semarang, Semen Padang, dan satu klub Liga 2 yaitu PSMS Medan dalam mencari sponsor. Hal ini semakin menegaskan pertumbuhan sangat pesat dari Bali United meski baru empat tahun mewarnai kompetisi kasta tertinggi di tanah air.

Yabes mengakui PT Kreasi Karya Bangsa semakin berkembang, namun ia tidak merasa anak usaha yang menjadi penopang kinerja induk usaha, dalam hal ini Bali United.

"Saling mendukung karena anak usahanya menggunakan nama Bali United saat melakukan pendekatan ke klien," tutur Yabes. (jal/har)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2IAfI2f

June 23, 2019 at 04:12PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Geliat Bali United, 'Si Anak Baru' Sepak Bola Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.