Kisruh PPDB DKI, Sekolah Negeri untuk Si Kaya Atau Miskin?

Jakarta, CNN Indonesia --

Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta memicu perdebatan terkait hak belajar anak berusia muda dan tua di sekolah negeri. Muncul pertanyaan, dengan penerapan syarat usia pada PPDB 2020 ini sesungguhnya sekolah-sekolah negeri, khususnya di Jakarta, diperuntukkan buat anak-anak dari keluarga kaya atau miskin?

Diketahui sejumlah demonstrasi dilakukan orang tua siswa yang mengaku anaknya tak lolos PPDB karena aturan usia yang ditetapkan Dinas Pendidikan DKI. Para orang tua menuntut hak belajar untuk anak-anak mereka yang berusia muda.

Di sisi lain, ada pula yang menilai tuntutan demo orang tua membatalkan PPDB DKI justru bakal mendistorsi hak belajar siswa berusia tua.


Dinas Pendidikan DKI sendiri berdalih aturan usia pada jalur zonasi dan afirmasi dibuat untuk merangkul anak-anak dari ekonomi menengah ke bawah. Disdik DKI mengklaim kebanyakan mereka yang berusia tua datang dari keluarga kelas bawah.

Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin menilai sesungguhnya semua anak punya hak yang sama untuk masuk sekolah negeri. Hak ini tidak memandang latar belakang mereka, termasuk kelas ekonomi.

Namun, dia menilai, pemerintah perlu berpihak kepada anak dengan ekonomi menengah ke bawah terlebih dahulu. Mengingat biaya pendidikan di sekolah negeri gratis karena subsidi negara.

Jika si miskin pada akhirnya 'terpental' dari sekolah negeri maka keluarganya harus mengeluarkan kocek lebih dalam untuk masuk ke sekolah swasta atau sebaliknya masuk ke sekolah swasta yang kurang bagus dengan biaya masuk yang lebih murah.

"Kalau keluarga yang kaya dan mampu masuk ke sekolah negeri favorit dan gratis, kasihan dong mereka yang dari keluarga miskin. Sudah mereka nggak mampu, masuk ke sekolah swasta yang kurang bagus karena kendala biaya," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (3/7).

Hal ini diungkap Totok berdasarkan observasi sistem PPDB di tahun-tahun sebelumnya, di mana nilai menjadi patokan seleksi. Sedangkan ada dugaan anak ekonomi menengah ke bawah sulit mendapat nilai tinggi karena fasilitas minim.

Akibatnya mereka kalah saing ketika akan masuk sekolah negeri. Sudah begitu mereka juga punya kendala ekonomi untuk masuk sekolah swasta. Sehingga terpaksa belajar di sekolah yang kurang berkualitas atau bahkan putus sekolah.

"Akhirnya mereka tidak akan naik kelas dari kelas bawah itu. Muter aja di situ. Sementara yang kaya menikmati subsidi sekolah negeri, lulus, sukses," ujarnya.

Ia menilai dilema ini muncul karena ada permasalahan minim kuota sekolah negeri untuk menampung siswa lulusan alih jenjang. Katanya, jumlah sekolah negeri di Indonesia semakin menipis pada jenjang pendidikan menengah. Jumlah SD bisa berlipat lebih banyak dibanding SMP dan SMA.

Mengutip Statistik Data Kemendikbud, ada 131.879 atau 88,25 persen SD negeri dan 17.556 atau 11,75 persen SD swasta di Indonesia. Kemudian 23.594 atau 58,17 persen SMP negeri dan 16.965 atau 41,83 persen SMP swasta. Serta 6.883 atau 49,36 persen SMA negeri dan 7.061 atau 50,64 persen SMA swasta.

Sedangkan hitungan Kemendikbud mengestimasikan ada 13.668.764 siswa lulusan alih jenjang. Rinciannya sebanyak 2.325.914 siswa lulus PAUD, 4.082.808 siswa lulus SD, dan 3.177.234 siswa lulus SMP.

Zonasi Bermasalah Sejak 2017

Di sisi lain, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim menduga gaduhnya PPDB DKI karena pemerintah daerah dan pusat tidak melakukan evaluasi komprehensif terkait sistem seleksi masuk sekolah negeri.

Pada tahun 2017 lalu, PPDB juga sempat didemo orang tua karena porsi jalur zonasi memakan hingga 80 persen kuota sekolah. Masalahnya saat itu, tidak semua zonasi punya daya tampung sekolah yang sesuai dengan jumlah siswa.

"Jadi permasalahan daya tampung sudah masalah sejak awal zonasi dibuat. Jumlah calon peserta didik alih jenjang selalu berlipat ketimbang kuota kelas," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Sejumlah orang tua atau wali murid yang tergabung dalam Forum Relawan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta 2020 berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 3 Juli 2020. Unjuk rasa yang diikuti orang tua murid tersebut menuntut penghapusan syarat usia dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta. CNN Indonesia/Adhi WicaksonoSejumlah orang tua atau wali murid yang tergabung dalam Forum Relawan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta 2020 berunjuk rasa. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).

Berkaca pada persoalan tersebut, Satriwan pun menduga pemerintah daerah dan pusat belum memperbaiki kendala itu. Karena hingga tiga tahun kemudian, tepatnya pada 2020, kendala kuota masih terjadi.

Meskipun kekurangan, ia menilai pemerintah juga tidak bisa langsung membangun sekolah negeri dengan jumlah masif. Karena ini akan berakibat buruk untuk sekolah swasta.

Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus benar-benar memetakan jumlah daya tampung sekolah dan jumlah siswa alih jenjang tiap tahun. Dari situ baru bisa dipetakan solusi yang paling tepat.

Di samping itu, ia mengaku kurang sepakat jika dalih merangkul anak ekonomi menengah ke bawah dititikberatkan pada usia atau nilai. Menurutnya latar belakang ekonomi sulit dijadikan patokan kemampuan atau usia siswa.

"Makanya saya tidak tertarik dengan alasan [Disdik DKI] jalur zonasi untuk anak miskin. Iya kan ada jalur afirmasi. Zonasi ini tidak melihat kaya atau miskin, tapi dekat dengan rumah," lanjutnya.

Beda PPDB 2020 dengan Sebelumnya

Sebelumnya Kepala Disdik DKI Jakarta Nahdiana menjelaskan penerapan aturan jalur zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, kecuali pada aturan usia.

"Yang beda PPDB tahun ini setelah gunakan zona, sesuai Permendikbud, kami seleksi gunakan usia," ungkapnya melalui konferensi video, Selasa (30/6).

Nahdiana menjelaskan di DKI Jakarta, penerapan zonasi dilakukan dalam tahap pemilihan sekolah. Peserta dapat memilih sekolah sesuai zonasi kelurahan domisili dan kelurahan tetangga.

Kriteria usia kemudian dipilih untuk jalur zonasi demi mengakomodasi masyarakat tingkat ekonomi rendah. Sehingga jalur prestasi, katanya, memang diperuntukkan bagi siswa yang berusia muda.

"Harapannya dengan memasukkan usia, seluruh lapisan masyarakat di jalur zonasi bisa terserap di sana. Nanti masyarakat yang usianya lebih muda akan masuk di jalur prestasi," tambahnya.

(fey/osc)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2VJNxEx

July 04, 2020 at 08:15AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kisruh PPDB DKI, Sekolah Negeri untuk Si Kaya Atau Miskin?"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.