Beberapa negara di dunia telah berhasil keluar dari 'mimpi buruk' pandemi virus corona di awal 2020. Keberhasilan penanganan pandemi membuat pemerintah melonggarkan pembatasan pencegahan virus corona, ditandai dengan dibukanya kembali sektor bisnis dan aktivitas warga.
Kehidupan 'new normal' bukan tanpa konsekuensi, penerapan protokol kesehatan termasuk mengenakan masker dan menjaga jarak tak serta merta menjadikan Covid-19 hilang.
Imbas dari pelonggaran pembatasan, beberapa negara harus menghadapi lagi gelombang baru pandemi yang ditandai dengan ditemukannya sejumlah klaster baru penularan virus corona.
Berikut beberapa negara yang melaporkan kembali gelombang kedua hingga keemat Covid-19.
Korea Selatan
Korea Selatan dinilai sukses membendung pandemi Covid-19 meskipun sempat menjadi salah satu negara dengan kasus virus corona tertinggi di luar China. Beberapa ahli menilai faktor utama rendahnya kematian akibat corona di Korsel adalah layanan kesehatan mumpuni dengan tingkat pengujian luas.
Tapi baru-baru ini, Korsel melaporkan lonjakan kasus Covid-19 di atas 300 selama tiga hari berturut-turut. Pada Rabu (18/11), Korsel mencatat 313 kasus, 343 kasus pada Kamis (19/11), dan 320 kasus baru pada Jumat (20/11).
Lonjakan kedua kasus Covid-19 dilaporkan terjadi pada akhir Mei lalu dengan ditemukannya klaster baru. Sebagian besar infeksi berasal dari kawasan metropolitan Seoul yang padat penduduk. Akhirnya pemerintah menerapkan kembali sejumlah pembatasan sosial.
Pada Sabtu (28/11), Korea Selatan melaporkan 504 kasus baru yang hampir seluruhnya, sekitar 486 diantaranya merupakan penularan lokal.
Seperti dikutip dari AFP, pemerintah akhirnya kembali memperketat jarak sosial di masyarakat setelah jumlah kasus harian Covid-19 mencapai lebih dari 500 kasus selama tiga hari berturut-turut.
Peningkatan batasan jarak sosial dilakukan demi meredam gelombang ketiga virus corona di Korea Selatan.
Hong Kong
Selain Korsel, Hong Kong juga dianggap sebagai salah satu negara dengan penanganan Covid-19 mumpuni di awal gelombang pertama. Sejak awal tahun ini Hong Kong telah dilanda tiga gelombang virus corona.
Lebih dari 120 orang terinfeksi pada gelombang pertama, yang dimulai pada Januari. Lebih dari 640 orang terinfeksi Covid-19 pada gelombang kedua yang dimulai pada Maret. Ada tujuh kematian dalam dua gelombang tersebut.
Gelombang ketiga dan paling mematikan sejauh ini terjadi pada awal Juli. Hingga Minggu (11/10), jumlah total kasus yang dikonfirmasi di kota itu telah mencapai 5.175 dengan 105 kematian.
Kendati sempat berhasil menekan penyebaran virus, Hong Kong sempat diprediksi menghadapi gelombang keempat corona pada pertengahan Oktober lalu ketika ada laporan 11 kasus baru.
"Kasus Hong Kong terus naik, dan pada Oktober kita sudah memasuki gelombang keempat. Ada 49 kasus bulan ini, kebanyakan dalam kelompok dan dengan sumber yang tidak terlacak," kata ahli penyakit menular dari University of Hong Kong Ho Pak-leung pada sebuah program radio seperti dikutip dariSouth China Morning Post.
Pemerintah mulai meningkatkan pendistribusian dan pengumpulan sampel untuk menambah volume pengujian.
Ho juga sempat menyarankan agar pemerintah mengidentifikasi lebih banyak kelompok berisiko tinggi untuk dilakukan tes Covid-19.
Selandia Baru
Pemerintah Selandia Baru sempat dihujani pujian atas penanganannya terhadap Covid-19.
Pemerintah setempat dikenal sangat tegas terhadap aturan pembatasan. Itu terbukti saat Perdana Menteri Jacinda Ardern tanpa pikir panjang langsung menutup perbatasan bagi setiap warga negara asing sejak 19 Maret guna menekan penularan.
Dia juga menerapkan lockdown nasional pada Maret lalu.
Namun Selandia Baru kembali menemukan wabah baru Covid-19 di Auckland pada Agustus dan memaksa pemerintah kembali menerapkan lockdown di kota tersebut selama hampir tiga pekan.
Setelah 12 hari tanpa kasus baru yang dikonfirmasi di Auckland, Ardern mengatakan bahwa virus telah terkendali. Dia turut memberi selamat kepada warga karena telah bertahan dalam lockdown kedua.
Kendati demikian, Ardern tetap memperingatkan bahwa kesuksesan ini tidak dapat diterima begitu saja. Dia merujuk pada penurunan penggunaan aplikasi pelacakan Covid-19 resmi dan penurunan jumlah tes corona.
"Kebangkitan virus bukan satu-satunya kekhawatiran kami, (tapi) munculnya kembali rasa puas dirilah (yang dikhawatirkan)," ucapnya.
Foto: CNN Indonesia/Fajrian
Infografis Jenis Masker Mana yang Lebih Efektif untuk Cegah Corona? |
Australia
Australia sempat beberapa kali mencatat lonjakan kasus virus corona, yakni pada 11 April dengan 65 infeksi. Kemudian pada Juni, Australia mencatat 81 kasus baru dan infeksi terbanyak terdeteksi di negara bagian Victoria dengan 75 kasus baru.
Lonjakan kasus tersebut mengakibatkan pemerintah Victoria harus memberlakukan lockdown selama enam pekan.
Selain itu, langkah lockdown juga diambil oleh pemerintah negara bagian Australia selatan pada November setelah pihaknya menemukan kasus baru Covid-19 di Adelaide. Lockdown berlaku mulai 19 November tengah malam dan berlangsung selama empat hari yang berakhir pada 21 November malam.
Perdana Menteri Australia Selatan, Steven Marshall mengisyaratkan pemangkasan lockdown yang semula hendak diberlakukan selama enam hari hari dilakukan karena ada informasi salah terkait pelacakan sumber penularan virus corona.
Sebelumnya pria itu mengaku bahwa dia adalah pelanggan di kedai pizza, padahal sebenarnya dia bekerja di sana. Karena keterangan menyesatkannya itu, pihak berwenang sempat percaya jika virus corona cukup ganas untuk menular melalui kotak makanan.
Jerman
Jerman merupakan salah satu negara di Eropa yang dianggap berhasil mengendalikan virus corona di awal pandemi. Hal itu sempat dibanggakan oleh Menkes Spahn dalam konferensi media di Berlin pada Jumat, 17 April lalu.
Saat itu, Spahn mengatakan bahwa pihaknya telah berhasil mengendalikan penyebaran virus corona, merujuk pada jumlah kasus baru yang melambat secara signifikan.
Kendati demikian, Spahn mengatakan pihaknya tidak mau terlalu percaya diri terhadap keadaan saat ini.
Ucapan Spahn terbukti ketika muncul laporan lonjakan kasus Covid-19 sebanyak 4.000 infeksi baru dalam waktu 24 jam yang menjadi rekor kasus harian sejak awal pandemi.
Lonjakan mengkhawatirkan itu muncul ketika liburan sekolah musim gugur berlangsung di seluruh Jerman. Kanselir Angela Merkel telah meminta warga menghindari perjalanan ke luar negeri selama periode liburan.Selain itu, 16 negara bagian di Jerman juga memperketat aturan untuk perjalanan domestik. Banyak pihak yang menyetujui larangan menginap di hotel atau apartemen selama liburan bagi pengunjung yang berasal dari zona yang berisiko di dalam negeri.
Kemudian pada 21 Oktober, Spahn pun dinyatakan positif terpapar Covid-19. Kantor Kemenkes Jerman menuturkan dia mengalami gejala flu dan menjalani isolasi di rumah.
Menanggapi lonjakan kasus, pemerintah Jerman akhirnya kembali menerapkan lockdown hingga akhir November.
Mengutip AFP, Kanselir Jerman Angela Merkel sudah membicarakan itu dengan pimpinan 16 negara bagian.
Merkel meminta seluruh warganya untuk menghindari kegiatan di luar rumah yang tidak perlu selama pembatasan kembali diberlakukan. Menginap selain di rumah pun hanya boleh untuk tujuan nonpariwisata.
(ans/evn)https://ift.tt/3mobpIU
December 01, 2020 at 07:11AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gelombang Lanjutan Covid-19 di Dunia 'Lahir Kembali'"
Posting Komentar