Pionir IPO Klub Bola, Prospek Saham Bali United Tak Cerah

Jakarta, CNN Indonesia -- Pasar modal di Tanah Air kedatangan pemain baru. PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA) atau Bali United pada awal pekan ini melaksanakan perdagangan perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI), mengawali sejarah baru di dunia sepak bola maupun pasar modal Tanah Air.

Klub sepak bola ini bahkan merupakan klub sepak bola pertama di ASEAN yang berani melepas sahamnya ke publik. Bali United melepas 33,33 persen saham dan meraup dana sebesar Rp350 miliar. 

Saham berkode BOLA ini langsung melambung 69,14 persen ke level Rp296 per saham pada pembukaan perdagangan perdananya. Padahal, saat masa penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering/IPO) harga saham ditetapkan di level Rp175 per saham.

Saham Bali United bahkan sempat dua kali mengalami auto rejection atau penghentian sementara perdagangan secara otomatis lantaran harga sahamnya melambung terlalu tinggi pada hari pertama dan kedua perdagangan. 


Berdasarkan aturan BEI, auto rejection berlaku jika saham dengan rentang harga Rp50-200 mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 35 persen. Lalu untuk saham dengan rentang Rp 200-Rp 5.000 ditetapkan sebesar 25 persen dan saham dengan rentang harga di atas Rp5.000 sebesar 20 persen.

Sementara khusus pada listing atau perdagangan perdana, batas maksimal kenaikan atau penurunan ditetapkan dua kali lipat. Sebesar 70 persen untuk saham dengan rentang harga Rp50-200, 50 persen bagi saham dengan rentang Rp 200-Rp 5.000, dan 40 persen bagi saham dengan rentang harga di atas Rp5.000.

Sepanjang minggu ini, saham Bali United terus merangkak naik. Pada penutupan perdagangan Rabu (18/6) harga sahamnya bahkan ditutup di level Rp422 per saham. Namun, terjungkal pada Kamis (19/6) ke level Rp372 per saham. Sedangkan pada penutupan perdagangan pekan ini, Jumat (20/6) naik 2,66 persen ke level Rp386 per dolar AS.

Sempat mencapai level tertinggi di atas Rp400 per saham, saham Bali United sempat turun hingga lebih dari 10 persen pada Kamis (19/6). Namun, pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (20/6), saham BOLA ditutup naik 2,66 persen ke level Rp386 per saham. 


Meski demikian, Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengungkapkan Bali United memiliki sejumlah tantangan baru usai berubah menjadi perusahaan publik dari yang semula tertutup. Manajemen, menurut dia, harus bekerja lebih keras agar tim sepak bolanya menang dalam pertandingan.

"Jadi fans tetap bertahan dan bisa menarik sponsor. Lalu penonton bisa bertambah, sehingga penjualan aksesoris bertambah," ungkap Hasan.

Ia menerangkan pendapatan klub sepak bola biasanya berasal dari berbagai sumber, misalnya sponsor, tiket, dan penjualan aksesoris. Jika total pemasukan perusahaan naik dan laba bersih terdongkrak, maka akan berdampak positif pada harga saham.

"Di sini manajemen kan memiliki tanggung jawab ke pemegang saham untuk meningkatkan kinerja bisnis sehingga ada apresiasi ke harga saham," kata dia.
[Gambas:Video CNN]
Di sisi lain, Hasan mengklaim saham Bali United tentu akan menarik di mata pelaku pasar. Pasalnya, mayoritas warga Bali merupakan fans dari klub bola tersebut.

"Yang saya dengar basis fans Bali United cukup banyak, itu jadi modal bagus untuk jadi target pasar dan pendukung utama bisnis perusahaan," jelas Hasan.

Ia memastikan saham Bali United akan diperlakukan sama layaknya penghuni Bursa Efek lainnya. Jika harga sahamnya bergerak di luar kewajaran, maka transaksinya akan dicek oleh lembaga tersebut.

"Misalnya auto rejection sama seperti saham lainnya, batasan bawah dan atasnya sama. Ini memang harganya masih naik turun lagi mencari keseimbangan antara yang jual dan beli, tapi biarkan dulu selama masih belum lewat batas," ucapnya.


Investor Harus Waspada

Sejumlah analis sepakat kenaikan saham Bali United saat pencatatan saham hingga beberapa hari setelahnya merupakan euforia semata. Pasalnya, tak ada yang spesial dari kondisi fundamental perusahaan.

Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan berpendapat kenaikan harga saham bisa dikatakan tak hanya sekadar euforia jika diringi dengan perubahan fundamental. Inilah yang terjadi pada Bali United.

"Kenaikannya memang signifikan, tapi kalau dilihat dari sisi informasi kan belum ada yang berubah. Fundamentalnya tidak berbeda pasca-IPO," tutur Alfred.

Menilik laporan keuangan Bali United, pendapatan perusahaan pada 2018 meningkat 119,42 persen dari Rp52,5 miliar menjadi Rp115,2 miliar. Alhasil, laba bersih melesat 885,89 persen dari yang hanya Rp481,63 juta menjadi Rp4,74 miliar.

Kendati kinerjanya cukup ciamik pada tahun lalu, Alfred tetap meminta pelaku pasar hati-hati dan menunggu realisasi kinerja perusahaan pada kuartal I 2019. Apabila peningkatan signifikan kembali terjadi, maka saham Bali United bisa kembali dikoleksi.


"Sekarang harga sahamnya cukup tinggi dari posisi IPO yang di level Rp175 per saham, jadi lihat pembuktian laporan keuangan yang terdekat, sesuai ekspektasi tidak, sesuai prediksi manajemen tidak," terang dia.

Sebagai satu-satunya emiten yang membawahi klub sepak bola, lanjut Alfred, Bali United memang tak memiliki kompetitor. Namun, bukan berarti mudah menarik minat pasar.

"Kalau misalnya saham farmasi, kan ada PT Kalbe Farma Tbk dan PT Kimia Farma Tbk yang bisa jadi acuan pelaku pasar. Kalau ini tidak ada acuan, jadi risiko cukup tinggi," ungkap dia.

Intinya, Bali United tetap harus membuktikan bisa meraih kinerja yang jauh lebih baik dari sebelum IPO. Jika kinerja bisa naik signifikan pada 2018, tentu pelaku pasar berharap perusahaan bisa mengerek pendapatan dan laba lebih tajam atau minimal sama.

Sementara, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menjelaskan keputusan Bali United untuk IPO sebenarnya sudah tepat. Pasalnya, perusahaan berhasil mendapatkan dana segar dari aksi korporasi tersebut.


"Selain Bali United merupakan pioneer klub sepak bola di Indonesia, tentu ini akan membantu arus kas dan kinerja keuangan klub itu sendiri," sambung Nico.

Namun, industri sepak bola yang dinilai Nico belum sehat membuat sentimen negatif untuk Bali United. Dengan demikian, pelaku pasar yang ingin melakukan transaksi beli saham tersebut akan berpikir ulang.

"Regulator di Indonesia yang atur permainan sepak bola sendiri masih belum cukup baik. Ini sangat disayangkan apabila ternyata perusahaan kurang dapat tumbuh hanya karena regulator itu sendiri," ungkapnya.

Maka itu, ia menyarankan jika pelaku pasar ingin mengoleksi saham Bali United, sebaiknya disimpan hanya untuk jangka pendek. Hal ini untuk meminimalisir kerugian yang bisa saja diraih oleh pelaku pasar jika menggenggam saham terlalu lama.

"Minatnya bisa berubah untuk jangka panjang apabila regulator di Indonesia terus memperbaiki industrinya," tegas Nico. (agi)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2ZEpG8x

June 23, 2019 at 05:07PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Pionir IPO Klub Bola, Prospek Saham Bali United Tak Cerah"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.