Menteri Rini di antara Gonjang-ganjing BUMN dan Restu Jokowi

Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan perombakan direksi dan komisaris perusahaan pelat merah secara berbarengan. Perombakan dimulai dari BTN.

Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) mereka merombak susunan direksi PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN pada Kamis (29/8) kemarin. Dalam perombakan tersebut, mereka mengganti Direktur Utama BTN Maryono dengan Suprajarto, yang memimpin PT BRI (Persero) Tbk.

Dengan pergantian tersebut, berarti Kementerian BUMN juga dipastikan akan merombak susunan direksi BRI.

Pasalnya, Deputi Kementerian BUMN Bidang Jasa Keuangan, Jasa Konstruksi dan Jasa Lainnya Gatot Trihargo mengatakan penunjukkan Suprajarto menjadi direktur utama BTN secara otomatis membuatnya harus meninggalkan kursi bos BRI yang sudah digenggamnya sejak 2017 lalu. Selain di BTN, perombakan juga dilakukan di PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI, PT Bank Mandiri (Persero).


Di Bank Mandiri Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani diberhentikan sebagai Komisaris. Namun, ia diangkat menjadi Komisaris baru di BNI. Perombakan tersebut menimbulkan riak.

Suprajarto yang posisinya digeser dari BRI ke BTN tidak terima dengan keputusan tersebut. Ia merasa tidak pernah diajak berbicara atas pergeseran jabatan tersebut.

Atas dasar itulah, ia 'melawan' keputusan Menteri Rini tersebut dengan langsung menyatakan mengundurkan diri dari posisi barunya. Sikap Suprajarto tersebut mendapat dukungan dari serikat pekerja BTN dan serikat pekerja BRI.

Dalam pernyataan sikap yang disampaikan Ketua Umum Serikat Pekerja BRI Ruslina Harsono dan Ketua Umum DPP Serikat Pekerja BTN Satya Wijayantara pada Kamis (29/8) malam, menyatakan pergeseran Suprajarto dari kursi dirut BRI ke BTN merupakan pelecehan profesi karena menyalahi pelaksanaan manajemen karir bankir.


[Gambas:Video CNN]

Menurut mereka, penunjukan Suprajarto sebagai dirut BTN setelah sebelumnya menjadi bos BRI dinilai tidak sesuai dengan manajemen karir bankir.

"Pak Suprajarto sudah memegang aset yang sedemikian besar, labanya Rp30 triliun. Sedangkan laba BTN tidak ada Rp3 triliun. Ukurannya sangat jauh dan tidak menggambarkan sebuah konsep sistem manajemen yang baik. Kalau seperti ini mau dibawa ke mana pengelolaan BUMN," katanya.

Dukungan  juga diberikan serikat pekerja karena keputusan perombakan direksi BUMN tersebut tidak sesuai dengan larangan Presiden Jokowi kepada menterinya untuk tidak melakukan perombakan atau pergantian jabatan tertentu di pos strategis, termasuk BUMN.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan keputusan perombakan direksi BUMN, termasuk yang berkaitan dengan Suprajarto memang patut untuk dipermasalahkan. Pasalnya keputusan perombakan berpotensi merusak tata kelola BUMN.


Maklum, perombakan dilakukan di tengah kinerja bank BUMN yang saat ini masih bagus. Untuk BRI misalnya, masih berhasil menorehkan laba Rp16,16 triliun pada semester I 2019 kemarin, tumbuh 8,19 persen dibanding semester sebelumnya.

Sedangkan BTN walau turun 7,1 persen dibanding semester I 2018, masih berhasil meraih laba Rp1,3 triliun pada Semester I 2018 kemarin.

"Tujuan RUPSLB untuk evaluasi kinerja, tapi kinerja kemarin bagus, perubahan yang dilakukan dalam kondisi tersebut berpotensi merusak kepercayaan investor," katanya kepada CNNIndonesia, Jumat (30/8).

Ia khawatir perombakan yang kemarin akan menimbulkan dampak buruk ke BUMN. Perombakan akan menimbulkan demotivasi di internal BUMN yang mengalami perombakan direksi.


Internal BUMN bisa berfikiran bahwa buat apa mereka kerja baik, mengejar target yang sudah ditetapkan dengan sekuat kemampuan kalau pada akhirnya harus 'dilempar' seperti Suprajarto.

Bhima tidak tahu kenapa Rini bisa merombak susunan direksi BUMN di tengah larangan perombakan jabatan penting di sisa masa jabatan Jokowi periode pertama yang tinggal dua bulan.

"Kebijakan kemarin menunjukkan Rini cukup kuat, dan saya tidak tahu apa jasanya ke presiden sehingga ia berani membangkang dan presiden tidak berbuat apa-apa," katanya.


Perlu PecatBhima mengatakan ada satu langkah yang perlu dilakukan Jokowi jika ia tidak ingin dianggap 'takluk' dengan Rini yang tidak menuruti larangannya; segera menggantinya dengan menteri baru sebelum masa jabatannya berakhir.

Namun, pengamat ekonomi CORE Mohammad Faisal mengatakan Jokowi tidak perlu mengambil langkah ekstrim dengan memecat Rini. Ia mengakui langkah Rini merombak direksi BUMN di akhir masa jabatan Jokowi periode pertama memang bisa menimbulkan ketidakpastian dan mengganggu kinerja BUMN.

Faisal mengatakan langkah paling bijak yang perlu dilakukan presiden untuk menyikapi kebijakan Rini adalah dengan menegur dan memintanya untuk menunda semua keputusan yang berkaitan dengan perombakan direksi BUMN.

Menurutnya, memecat Rini sebelum masa jabatan berakhir justru bisa memberikan bumerang padanya. Masyarakat justru akan menilai Jokowi tidak konsisten di masa akhir pemerintahannya.

Namun tuduhan pembangkangan terhadap larangan Jokowi tersebut dibantah Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Mereka mengklaim perombakan jajaran direksi sejumlah perusahaan pelat merah beberapa hari terakhir sudah direstui oleh Presiden Joko Widodo.

"Begini ya, semua keputusan untuk perusahaan yang besar itu Bu Menteri BUMN (Rini Soemarno) selalu berkomunikasi dengan Pak Presiden," ungkap Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Jasa Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo, Jumat (30/8).

Ia memastikan Rini tak pernah memutuskan sendiri perubahan kebijakan atau struktur pengurusan di perusahaan pelat merah. Menurutnya, Rini selalu melaporkan perkembangan BUMN kepada Jokowi.

"Jadi tidak pernah diputuskan Ibu Menteri sendiri. Jadi pasti izin Presiden. BUMN-BUMN kecil juga selalu dilaporkan," terang dia. (agt)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/30LwthT

August 31, 2019 at 03:22PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Menteri Rini di antara Gonjang-ganjing BUMN dan Restu Jokowi"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.