Menikmati Jepang Sebagai Turis Muslim

Tokyo, CNN Indonesia -- Perasaan khawatir muncul sebelum keberangkatan ke Jepang. Sebagai turis Muslim, terdapat beberapa pertanyaan dan ketakutan saat akan berlibur di negara dengan mayoritas penduduknya beragama Shinto dan Buddha itu. Muslim tentu saja jadi minoritas di negeri Matahari Terbit itu.

Apa di Jepang ada musala atau setidaknya tempat untuk salat lima waktu?
Bagaimana dengan makanan-makanan di Jepang?
Apa bisa mendapatkan makanan halal di sana?

Kegusaran sedikit mereda setelah membaca beberapa informasi di internet. Kabarnya, pemerintah Jepang sedang gencar menerapkan sejumlah fasilitas untuk mengakomodasi wisata halal.

Tur yang saya ikuti juga menyatakan akan memenuhi kebutuhan sebagai turis beragama Islam. Anda juga bisa menyampaikan permintaan untuk wisata halal pada tur di Jepang.

Hari pertama: Adaptasi dengan Jepang

Penerbangan hampir tengah malam dari Jakarta ke Jepang membuat saya mendarat di Bandara Narita, Chiba pukul 07.00 waktu setempat.

Saya menjalankan salat Subuh di pesawat. Jika memiliki cukup waktu, Bandara Narita juga menyediakan ruang salat di setiap terminal sebelum dan setelah kontrol paspor imigrasi.

Setelah mengganti pakaian hangat dan memakai jaket tambahan, saya langsung menuju Prefektur Ibaraki menggunakan kereta dari Bandara Narita.

Agar berwisata dengan nyaman, koper dan barang bawaan dikirim ke Tokyo dengan fasilitas pengiriman barang yang tersedia di bandara.

Biaya pengiriman tergantung pada berat barang dan lokasi yang dituju. Rata-rata berkisar 1.000 yen (sekitar Rp125 ribu).

Tur ke Jepang kali ini bakal menyusuri area Kanto, wilayah yang meliputi tujuh prefektur di Jepang yakni Gunma, Tochigi, Ibaraki, Saitama, Tokyo, Chiba, dan Kanagawa.

Persinggahan pertama di Ibaraki adalah Ushiku Daibutsu, patung Buddha tertinggi di Jepang. Patung ini memiliki ketinggian 120 meter dan pernah menyandang status patung tertinggi di dunia.

Saya menikmati makan siang pertama di Jepang di kawasan ini. Tak ada restoran halal, sehingga saya hanya memesan soba ayam yang tak memiliki kandungan yang diharamkan.

Dari Ushiku Daibutsu, saya menaiki bus menuju Ami Premium Outlets sekitar 15 menit perjalanan. Premium Outlets merupakan pusat perbelanjaan barang-barang bermerek dengan tawaran bebas pajak.

Ami Premium Outlets menyediakan tempat salat yang disiapkan dengan permintaan melalui Pusat Informasi. Wisatawan Muslim dapat memberi tahu keperluan untuk salat dan petugas akan menyediakan tempat salat. Alat salat seperti mukenah sebaiknya dibawa sendiri karena sering kali tak tersedia.

Dari Ibaraki, saya menuju penginapan di Ueno Life Tree, tak jauh dari Stasiun Ueno, Tokyo. Lokasi ini dipilih lantaran stasiun Ueno memiliki akses menuju beberapa wilayah Kanto.

Hari ke-dua: Mencuri waktu menikmati Jepang

Di hari kedua, saya bergerak ke Prefektur Yamanashi untuk menikmati keindahan Gunung Fuji.

Dari Stasiun Ueno, saya menaiki KRL menuju Stasiun Hamamatsucho, titik kumpul tur ke Gunung Fuji. Saya mesti berdesak-desakan menaiki KRL persis seperti di Stasiun Tanah Abang, karena saat itu jam pulang kerja dan jalur ini merupakan jalur utama yang melewati pusat bisnis di Tokyo.

Butuh waktu 14 menit himpit-himpitan menuju stasiun tujuan. Stasiun ini langsung terhubung dengan terminal bus. Saya ikut bersama tur dari Hato Bus. Seharian penuh saya mengikuti rangkaian tur menikmati Gunung Fuji yang diselimuti salju dari segala sisi.

Menikmati Jepang Sebagai Turis MuslimPemandangan Gunung Fuji dari Danau Kawaguchiko, Jepang. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)

Mengikuti tur membuat saya tak bisa berlama-lama di satu objek wisata karena mesti tepat waktu untuk kembali ke bus dan melanjutkan wisata.

Jika terlambat, pemandu wisata bakal mengomel. Karena waktu yang terbatas saya juga mesti mencuri kesempatan untuk bisa menjamak salat.

Bus mengantarkan kami ke Stasiun Tokyo sekitar pukul 19.00. Saya menuju restoran India Maharaja Marunouchi bersertifikat halal dari pemerintah Jepang tak jauh dari stasiun.


Hari ke-tiga: Udara dingin nan menusuk

Di hari ketiga, saya menggunakan fasilitas transportasi JR Tokyo Wide Pass, paket kereta untuk tiga hari dengan harga yang lebih murah ketimbang membeli terpisah.

Dengan kartu ini, saya dapat melakukan perjalanan dengan bebas selama tiga hari asalkan masih berada dalam wilayah cakupan.

Kali ini giliran Prefektur Tochigi yang bakal dijelajahi. Rute hari ini adalah Ueno - Air Terjun Kegon - Kuil Toshogu - Ashikaga Flower Park - Ueno.

Di air terjun Kegon saya menyaksikan salju turun secara langsung untuk pertama kalinya. Cuaca menunjukkan -1 derajat Celcius.

Menikmati Jepang Sebagai Turis MuslimAir Terjun Kegon. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)

Cuaca yang dingin membuat badan saya yang terbiasa dengan iklim tropis mulai bergejolak. Tak terasa hidung saya mimisan.

Saya lantas membeli obat agar kondisi hidung membaik. Bagi yang tak tahan dingin, selalu siapkan heat pack untuk memberi kehangatan pada tubuh selama berwisata saat musim dingin di Jepang.

Hari ke-empat: Sisi tradisional Jepang

Di hari keempat saya berpindah hotel ke Prefektur Niigata sehingga mesti berjalan menggiring dua buah koper. Untungnya, Jepang punya trotoar yang ramah wisatawan serta memungkinkan untuk membawa banyak barang sekaligus.

Saya menuju area Minakami di Prefektur Gunma untuk menjajal trekking dan bermain ski. Selain itu, saya juga mengunjungi salah satu stasiun bawah tanah tertua di Jepang, Stasiun Doai. Butuh menuruni 460 anak tangga ke perut bumi untuk bisa sampai ke peron.

Dari sana saya menuju Prefektur Niigata dengan menggunakan kereta cepat.

Penginapan kali ini di Yuzawa New Otani bergaya tradisional Jepang dengan lantai jerami. Tak ada tempat tidur melainkan kasur gulung yang disimpan di lemari berpintu geser seperti rumah Nobita dan Doraemon.

Hotel ini juga menyediakan fasilitas onsen atau berendam air panas.

Menikmati Jepang Sebagai Turis MuslimYuhara Onsen Park. (CNN Indonesia/ Puput Tripeni Juniman)

Hari ke-lima: Pulang ke Jakarta

Di hari kelima saya juga menenteng koper menuju tempat pembuatan boneka Daruma, salah satu boneka yang dianggap dapat membawa keberuntungan.

Dari sana, saya kembali ke Tokyo menggunakan kereta cepat alias shinkansen dan berpindah ke Narita Express untuk menuju bandara dan kembali ke Jakarta menyudahi perjalanan singkat di wilayah Kanto, Jepang.

Transportasi yang cepat dan terintegrasi membuat waktu menjadi lebih efisien untuk berwisata ke banyak lokasi di Jepang. Dalam waktu lima hari saja saya sudah menjajal tujuh prefektur di Jepang dengan menggunakan kereta dan bus.

Bagi saya Jepang merupakan destinasi yang nyaman untuk turis Muslim. Tempat salat atau restoran halal memang tak sebanyak di Indonesia, namun tak ada salahnya bertanya kepada penduduk lokal atau mencari informasinya di internet agar wisata tak mengganggu ibadah.

(ard)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/37QeIBl

February 02, 2020 at 04:24PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Menikmati Jepang Sebagai Turis Muslim"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.