Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) usulan DPR hanya berumur jagung. Tidak sampai disahkan menjadi undang-undang dan bahkan tak sempat dibahas oleh DPR dengan pemerintah.
Pemerintah lebih memilih mengajukan Rancangan Undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) ketimbang membahas RUU HIP yang menuai penolakan dari banyak pihak. Konsep RUU BPIP sudah diserahkan pemerintah kepada DPR pada Kamis kemarin (16/7).
Saat serah terima konsep tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut ada sejumlah perbedaan di antara dua RUU, salah satunya berkaitan dengan komunisme.
"Kalau kita bicara pembinaan dan pengembangan ideologi Pancasila, maka TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu harus menjadi pijakannya, salah satu pijakan pentingnya. Itu ada di dalam RUU ini menjadi menimbang butir kedua," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/7).
TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 mengatur tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) serta larangan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme. Diketahui, ketiadaan TAP MPRS itu dalam RUU HIP jadi salah satu faktor berbagai kelompok, terutama ormas Islam menolak.
Pengajuan RUU BPIP sebagai pengganti RUU HIP diiringi dengan unjuk rasa massa di depan Gedung DPR/MPR Jakarta (CNN Indonesia/Yogi Anugrah
|
RUU BPIP, kata Mahfud, menegaskan bahwa Pancasila yang diakui adalah yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Pernyataan ini menjawab keresahan publik atas konsep Ekasila dan Trisila yang diatur dalam Pasal 7 RUU HIP.
Mahfud berkata Pancasila yang diakui berisi sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Perumusan Pancasila kita kembali apa yang dulu dibacakan oleh Bung Karno pada tanggal 18 Agustus tahun 1945, yaitu Pancasila yang sekarang tertuang di dalam pembukaan dengan lima sila," ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua DPR RI Puan Maharani menjelaskan dua RUU tersebut juga berbeda dari segi susunan. RUU BPIP terdiri dari 7 bab dan 17 pasal, sedangkan RUU HIP berisikan 10 bab dan 60 pasal.
Puan memastikan RUU BPIP tak akan mencantumkan sejumlah pasal kontroversial dari RUU HIP. Pembahasannya pun akan melibatkan publik, sehingga ia meminta polemik RUU HIP untuk segera dihentikan.
"Segala pertentangan pemikiran dan sikap yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir ini terkait dengan RUU HIP sudah dapat kita akhiri dan kita kembali hidup rukun dan damai," ucap Puan.
Jalan Masih Panjang
Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsudin menyampaikan perjalanan RUU BPIP sebagai pengganti RUU HIP masih panjang. RUU ini masih harus dibawa ke tingkat paripurna untuk diperkenalkan secara resmi kepada fraksi-fraksi.
Sementara saat ini DPR sudah memasuki masa reses hingga 13 Agustus mendatang. Paripurna terdekat yakni pada 14 Agustus, bertepatan dengan sidang tahunan MPR.
Setelah dibacakan di sidang paripurna, RUU BPIP akan diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg). Usai Baleg membahas substansi dan pergantian judul, RUU itu akan kembali dibawa ke paripurna.
"Baru kita announce tentang usulan pemerintah itu setelah dibahas di Baleg untuk menjadi usulan DPR dengan perubahan-perubahan yang dimasukan dari pemerintah dengan menampung aspirasi masyarakat," ujar Aziz di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/7).
(dhf/bmw/ugo)https://ift.tt/2WIYYwL
July 17, 2020 at 08:16AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Beda RUU HIP dan BPIP: Jumlah Pasal Hingga Komunisme"
Posting Komentar