"Kalau alat kontrol dalam konteks wacana, kuantitas tidak menjadi masalah, yang penting kualitas wacananya," kata Ignasius, Selasa (2/7) dikutip dari Antara.
Ia mencontohkan PDI-Perjuangan yang tetap bertahan sebagai oposisi di dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurutnya, 'Banteng' berhasil membuktikan perannya membentuk wacana-wacana kritis."Saya kira dari sisi itu yang penting apakah mereka [oposisi] bisa memproduksi wacana-wacana konstruktif ke depan atau tidak," ujar pengajar Departemen Politik dan Pemerintahan UGM itu.
Wacana kritis dari oposisi, katanya, penting sebagai kontrol politik supaya kebijakan-kebijakan pemerintah nantinya lebih berpihak kepada masyarakat.
Terkait peluang sejumlah parpol oposisi yang ingin merapat dalam koalisi pendukung pemerintah, Ignasius menilai peluangnya kecil. Sebab, Jokowi sudah didukung oleh koalisi yang besar dan kuat."Dari sisi [kekuatan koalisi] itu, kondisinya tidak memungkinkan karena dari sisi support kekuasaan di parlemen saya kira Jokowi sudah mendapatkannya," ujarnya.
Hal itu berbeda dengan Pilpres 2014 ketika Jokowi menang tetapi tidak didukung mayoritas di parlemen. Saat itu, peluang oposisi bergabung dalam koalisi cukup besar.
Sejauh ini, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat belum menyatakan sikap dan arah politiknya secara jelas meski sudah menunjukkan indikasi melunak dalam hal kritik terhadap kubu Jokowi. Selain itu, para petinggi kedua parpol sudah bertemu dengan Jokowi.Partai Gerindra pun disebut-sebut sudah ditawari posisi di pemerintahan berikutnya. Baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan tegas akan menjadi oposisi.
[Gambas:Video CNN] (Antara/arh)
https://ift.tt/2XiZYoD
July 03, 2019 at 03:27PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengamat: Oposisi Bukan soal Jumlah, Tapi Kualitas Wacana"
Posting Komentar