Defisit Dana Jaminan Hari Tua Buruh dan 2 Jurus Mengatasinya

Jakarta, CNN Indonesia --

Dana jaminan hari tua (JHT) buruh yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan defisit per Februari 2021. 'Penyakit' ini sudah terjadi sejak Desember 2018.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menjelaskan defisit dana JHT dapat terlihat dari tren rasio kecukupan dana (RKD) yang tak pernah lagi menyentuh level 100 persen sejak dua sampai tiga tahun terakhir.

RKD adalah kemampuan lembaga atau perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta atau kemampuan manajemen dalam mendanai program pensiunnya.


Anggoro memaparkan RKD pada Desember 2018 sebesar 96,6 persen, Desember 2019 sebesar 96,9 persen, Desember 2020 sebesar 95,9 persen, dan Februari 2021 sebesar 95,2 persen.

"Apa yang menyebabkan defisit? Dari dana yang kami miliki, 100 persen yang kami miliki, ada 23 persen dana yang kami kelola di instrumen saham dan reksa dana," ucap Anggoro, Selasa (30/3).

Kedua instrumen itu, kata Anggoro, memiliki risiko pasar yang cukup tinggi. Pasalnya, keuntungan dari saham dan reksa dana akan sangat bergantung dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Jika IHSG jeblok, maka nilai investasi dari saham dan reksa dana akan turun. Sebaliknya, nilai investasi di saham dan reksa dana akan naik jika IHSG menguat.

[Gambas:Video CNN]

Sayang, IHSG dalam satu tahun terakhir terus berada di zona merah. Pandemi covid-19 membuat pasar saham di dalam negeri dan dunia anjlok.

Akibatnya, timbul unrealized loss atau penurunan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan. Unrealized loss juga bisa disebut sebagai penurunan nilai aset investasi saham atau reksa dana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.

Demi mengatasi hal ini, BPJS Ketenagakerjaan akan mengurangi bobot investasi di saham dan reksa dana. Sebagai gantinya, manajemen akan menambah alokasi dana investasi di obligasi dan investasi langsung.

Selain itu, manajemen juga akan bertanya kepada beberapa emiten yang sahamnya dibeli oleh BPJS Ketenagakerjaan terkait rencana perusahaan dalam beberapa waktu ke depan. Hal itu akan menjadi pertimbangan BPJS Ketenagakerjaan dalam menentukan penempatan investasi ke depannya.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan defisit berkepanjangan yang terjadi pada Jaminan Hari Tua harus menjadi momentum bagi direksi dan pemerintah untuk membenahi BPJS Ketenagakerjaan bersama-sama.

Direksi dari segi penempatan investasi, sedangkan pemerintah untuk regulasinya.

Untuk direksi, Timboel sepakat bahwa komposisi investasi harus diubah. Direksi harus bisa cermat melihat saham mana saja yang tahan banting bila indeks menghadapi tekanan termasuk pandemi covid-19.

Minimal, kalau pun terjadi penurunan, nilainya tidak signifikan. Dengan demikian, dana investasi BPJS Ketenagakerjaan juga tidak berkurang banyak jika IHSG sedang jeblok.

"Direksi harus ada kemampuan bagaimana main di pasar modal, saham, dan reksa dana. Contohnya saham-saham unggulan jadi ketika pandemi tidak turun, kalau pun turun tidak signifikan," papar Timboel.

Ia sadar bahwa pergerakan saham dan reksa dana bergantung dengan IHSG. Sementara, laju IHSG akan sejalan dengan situasi ekonomi domestik dan global.

Jika sedang buruk, maka IHSG akan merah. Sebaliknya, kalau ekonomi membaik, pasar saham juga akan menghijau.

Untuk itu, Timboel menyarankan direksi melihat lagi instrumen saham yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan. Setelah itu, direksi bisa memutuskan apakah harus menjual sebagian kepemilikan sahamnya di emiten tertentu dan membeli saham emiten lain yang dirasa akan lebih tangguh ketika ekonomi bergejolak, atau tetap mempertahankan kepemilikan sahamnya sekarang.

Sementara itu untuk pemerintah, agar defisit bisa diatasi, ia menyarankan agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT direvisi.

Pasalnya, dalam aturan ini, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengundurkan diri dapat mengajukan pencairan JHT.

"Kalau dibiarkan ini orang baru bekerja tiga bulan nanti bisa meminta pencairan JHT, rasio klaim bisa jadi 100 persen," kata Timboel.

Dia mengusulkan pemerintah mengembalikan aturan pencairan JHT seperti pada PP 46 Tahun 2015. Artinya, dana JHT baru bisa dicairkan setelah masa kepesertaan paling singkat 10 tahun.

Uang Pekerja Masih Aman

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3wbdOfj

March 31, 2021 at 08:08AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Defisit Dana Jaminan Hari Tua Buruh dan 2 Jurus Mengatasinya"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.