Mengenal Permasalahan yang Membelit Krakatau Steel

Jakarta, CNN Indonesia -- PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mengumumkan restrukturisasi utang sebesar US$2,2 miliar atau Rp30 triliun (dengan asumsi kurs Rp13.663 per dolar AS). Aksi korporasi ini melibatkan 10 bank nasional, bank swasta nasional, dan bank swasta asing.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menyatakan restrukturisasi utang merupakan upaya yang dilakukan perseroan demi menyelamatkan Krakatau Steel. Sebab, perusahaan pelat merah itu mencatatkan kerugian selama 8 tahun berturut-turut sejak 2012 hingga 2019.

Pada kuartal III 2019 Krakatau Steel membukukan kerugian sebesar US$211,91 juta atau Rp2,97 triliun (dengan asumsi kurs Rp14ribu per dolar AS). Sementara untuk 2018 meski mencatat peningkatan volume penjualan sebesar 24,44 persen pada semester I, namun sepanjang 2018 Krakatau Steel masih menumpuk utang sebesar US$74,82 atau Rp1,05 triliun (dengan asumsi kurs Rp14ribu per dolar AS).


Kerugian di tubuh Krakatau Steel dipicu berbagai alasan, salah satunya adalah derasnya impor besi dan baja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) untuk Januari hingga Agustus 2019, impor besi dan baja naik 5,5 persen atau US$6,38 miliar setara Rp89,3 triliun (kurs Rp14ribu). Lesunya penjualan produk besi dan baja diperparah dengan besarnya beban perusahaan. Silmy mengungkapkan saat ini Krakatau Steel memiliki 11 anak usaha dan 60 cucu usaha. Dalam penyelesaiannya, Erick Thohir menyebut anak usaha yang bergerak di luar bisnis utama dapat dikonsolidasikan.

Selain kasus keuangan, perusahaan berkode emiten KRAS ini juga mengalami masalah internal perusahaan. Pada Maret 2019, Direktur Teknologi dan Produksi Krakatau Steel Wisnu Kuncoro kala itu ditangkap atas kasus suap. Wisnu diduga melakukan korupsi dalam pengadaan kebutuhan barang dan peralatan sebesar Rp24 miliar dan Rp2,4 miliar.

Meski baru dilaksanakan sekarang namun rencana restrukturisasi utang di perusahaan yang berdiri sejak 1970 ini telah dicanangkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebelumnya Rini Soemarno.

Silmy mengatakan bahwa restrukturisasi utang pertama dan terbesar ini telah dimulai sejak 20 Desember 2018.

Pada 30 September 2019 PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank ICBC Indonesia., Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Eximbank), dan PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. sepakat untuk memberikan relaksasi pembayaran utang dalam perjanjian induk restrukturisasi (MRA).

Sementara pada 29 Desember 2019, PT Bank DBS Indonesia dan PT Bank OCBC NISP Tbk mengawali perjanjian aksesi terhadap perjanjian induk restrukturisasi. Dan terakhir pada 12 Januari 2020 dua bank swasta yaitu Standard Chartered Indonesia dan PT CIMB Niaga Tbk ikut dalam perjanjian induk tersebut.

Berikut adalah total pinjaman Krakatau Steel :
1. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk : US$618.288.941
2. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk : US$425.924.860
3. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk : US$337.391.891
4. PT Bank CIMB Niaga Tbk : US$238.336.921
5. PT Bank OCBC NISP Tbk : US$138.659.862
6. PT Bank ICBC Indonesla : US$44.269.390
7. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia :US$79.832.618
8. PT Bank DBS Indonesia : US$48.617.012
9. Standard Chartered Bank : US$25.620.928
10. PT Bank Central Asia Tbk : US$48.693.599
Total : US$2.005.636.024

[Gambas:Video CNN]

(wel/age)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2GBQbnz

January 30, 2020 at 04:07PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Mengenal Permasalahan yang Membelit Krakatau Steel"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.