Riuh dan Ramai Streaming Indonesia Era Kiwari

Jakarta, CNN Indonesia --

Salah satu jenis hiburan yang tak bisa lepas dari gaya hidup masyarakat Indonesia era kiwari saat ini adalah streaming. Kini pun layanan streaming lokal ikut memperkaya pilihan di antara raksasa-raksasa streaming yang sudah ada.

Namun Indonesia sendiri sejatinya terbilang terlambat menikmati streaming yang baru ramai pada lima tahun terakhir, mengingat internet telah ada di awal milenium dan penyedia streaming telah tumbuh di Amerika Serikat sebelum 2010.

Pada Januari 2016, Netflix dari AS resmi menginjakkan kaki di Indonesia bersamaan dengan 129 negara lainnya. Jejak Netflix ke Indonesia diikuti oleh layanan streaming lainnya seperti Iflix, Hooq, Viu, dan Amazone Prime Video.


Di tengah para raksasa streaming dunia mulai masuk ke ponsel dan gawai masyarakat Indonesia, sejumlah layanan streaming lokal pun ikut muncul dan berusaha menarik pasar domestik.

Sebut saja MAXstream yang masih di bawah naungan Telkomsel. Layanan ini muncul pada 2018 bersamaan dengan Piala Dunia 2018 yang diadakan di Rusia. Kemudian disusul dengan layanan streaming lainnya seperti GoPlay pada 2019, lalu Klik Film, hingga Bioskop Online.

Meski begitu, sejumlah pelaku penyedia layanan streaming lokal menyebut bahwa Indonesia tidak terhitung telat menikmati era streaming meski tak bersamaan dengan negara lain.

Penggunaan Netflix di IndonesiaPada Januari 2016, Netflix dari AS resmi menginjakkan kaki di Indonesia bersamaan dengan 129 negara lainnya. (CNN Indonesia/Daniela)

"YouTube mungkin yang paling pertama dari tahun 2005. Tetapi beda segmen dan karakter [dari layanan streaming yang menyajikan konten video]," kata GM Digital Experience Strategy Telkomsel Luthfi C. Wibisono yang menaungi MAXstream.

Apalagi, Indonesia diramal akan berkembang menjadi pasar digital yang besar berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Brain & Co mengenai ekonomi berbasis internet.

Laporan itu menunjukkan bahwa nilai ekonomi berbasis internet atau Gross Merchandise Value (GMV) di Asia Tenggara sampai akhir tahun ini mencapai US$105 miliar. GMV diprediksi naik sekitar tiga kali lipat mencapai US$300 miliar pada tahun 2025.

Bila dilihat dari segi negara, Indonesia menjadi negara penyumbang GMV tertinggi dengan US$44 miliar sampai akhir 2020. Kemudian pada 2025 nilai ekonomi berbasis internet di Indonesia diprediksi mencapai US$124 miliar, jauh meninggalkan negara Asia Tenggara lain dengan kisaran US$22-53 miliar.

"Bayangkan, kalau konten setidaknya punya satu persen dari US$124 miliar, berarti US$1,24 miliar atau sekitar Rp17 triliun. Buat saya ruang untuk tumbuh masih sangat besar, hari ini industri bisnis konten masih early stage growth. Kalau mau investasi, sekarang," kata Angga Dwimas Sasongko, sutradara yang juga pendiri serta CEO dari Visinema yang menaungi Bioskop Online.

Para pemain lokal ini pun hadir dengan keunikan masing-masing demi bisa menarik pengguna melalui konten mereka yang kemudian berharap bisa menghasilkan cuan, seperti MAXstream menargetkan pasar utama dengan kehadiran seleb terkenal.

Sineas Angga Dwimas Sasongko bersama sejumlah aktifis pro demokrasi yang mendaftarkan Pengujian Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, membentangkan spanduk seusai melengkapi syarat gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK),Jakarta, Kamis (21/6). Mereka meminta MK untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2018 mendatang.Angga Dwimas Sasongko, sutradara yang juga pendiri serta CEO dari Visinema yang menaungi Bioskop Online. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Kemudian ada Klik Film yang memiliki film-film lawas dan remaja, GoPlay dengan konten adaptasi Korea dan Amerika, serta Bioskop Online yang mengincar pasar side stream serta festival.

Apalagi, momen pagebluk Covid-19 yang terjadi nyaris sepanjang 2020 membantu mendongkrak pengguna streaming akibat kebijakan lockdown dan bekerja dari rumah di berbagai daerah di dunia. Bioskop di berbagai negara, termasuk Indonesia, pun ditutup demi mencegah penyebaran Covid-19 yang memicu migrasi pencinta film ke layanan streaming.

Meski begitu, bukan hanya penyedia layanan streaming legal yang menikmati lonjakan pengguna. Para penyedia layanan streaming ilegal pun merasakan hal serupa meskipun salah satu raksasa situs bajakan, IndoXXI, mengumumkan berhenti beroperasi pada awal 2020.

"Enggak bakal ada penjual kalau enggak ada pembeli," kata salah satu pengelola layanan streaming ilegal kepada CNNIndonesia.com kala ditanya peluang eksistensi mereka usai ribuan situs ilegal yang ditutup oleh Pemerintah Indonesia.

Ucapan itu pun tercermin melalui survei dari perusahaan riset dan analisis data film, YouGov, yang dipublikasikan pada Desember 2019. Sebanyak hampir dua per tiga atau 63 persen konsumen daring atau online di Indonesia menonton situs streaming ilegal atau situs torrent.

Para pengguna layanan ilegal tersebut menggunakan berbagai media, mulai dari situs hingga aplikasi tertentu. Bahkan 44 responden berusia 18 hingga 24 tahun mengaku menggunakan layanan ilegal tersebut.

Situs Pengganti IndoXXISalah satu raksasa situs bajakan, IndoXXI, mengumumkan berhenti beroperasi pada awal 2020. (IndoXXI)

Meski dihantui oleh pembajakan, pasar perfilman di Indonesia, terutama streaming yang legal, diprediksi akan terus berkembang dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

"Tetapi, apakah [layanan streaming lokal] bisa berkompetisi dengan perusahaan multinasional? Kalau dari segi modal sulit untuk berkompetisi. Saya rasa akhirnya kompetisi ada pada nilai tambah, agar pelanggan merasa mendapatkan yang mereka inginkan," kata Hikmat.

Meski dari kondisi Indonesia yang masih 'balita' terkait bisnis streaming, tak bisa dimungkiri bahwa keberadaan jasa hiburan via internet tersebut telah menjadi fenomena dan kebutuhan bagi sebagian masyarakat Indonesia.

Fenomena itu yang kemudian akan dibahas oleh CNNIndonesia.com dalam sebuah fokus bertajuk Ramai Lapak Streaming Indonesia edisi 22 November 2020.

Keramaian itu bukan hanya dari penyedia layanan streaming di Indonesia khususnya dari tangan para kreator lokal, tetapi juga dari mereka yang menggerakkan layanan streaming dari sisi gelap industri digital ini.

(end/end)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3lUTYiO

November 22, 2020 at 06:50AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Riuh dan Ramai Streaming Indonesia Era Kiwari"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.