Brenton Tarrant menembak mati 50 orang dan melukai 39 lainnya dalam serangan pada 15 Maret di dua masjid tempat para jamaah berkumpul untuk salat Jumat.
Sebelum ditangkap, Tarrant kerap mempromosikan gerakan supremasi kulit putih dan mengkritik keberadaan kaum Muslim dalam unggahan foto, video, dan cuitannya di media sosial.
Komite Kebebasan Media Selandia Baru, yang mewakili lima outlet berita terbesar di negara itu, mengatakan terdakwa, "dapat menggunakan persidangan sebagai platform untuk memperkuat supremasi kulit putih dan atau ideologi teroris."
Dikatakannya para editor telah menyetujui serangkaian pedoman untuk mencegah hal itu terjadi di persidangan yang tanggalnya belum ditentukan.
Mereka juga berjanji untuk "membatasi setiap liputan pernyataan yang secara aktif memperjuangkan supremasi kulit putih atau ideologi teroris, termasuk manifesto pria bersenjata itu".
Mereka juga akan menghindari pelaporan atau penyiaran "pesan, gambar, simbol atau sinyal" oleh terdakwa atau rekannya yang mempromosikan ekstremisme.
Tarrant, 28, saat ini ditahan di penjara keamanan maksimum di Auckland dan menjalani tes psikiatrik untuk menentukan apakah dia secara mental sehat untuk diadili.
Penampilannya di pengadilan dijadwalkan pada 14 Juni.
Pemerintah Selandia Baru telah melarang pengunduhan manifesto Tarrant dan rekaman video penembakan yang dipostingnya , meskipun media lokal secara sukarela menghindarinya sebelum larangan itu.
Namun, terlepas dari niat terbaik mereka untuk tidak menyebarkan konten ekstremis, beberapa media massa Selandia Baru telah dikritik karena beberapa cerita terkait Christchurch.
Sebuah cuitan provokatif dari sayap kanan Inggris Katie Hopkins tentang Perdana Menteri Jacinda Ardern mendapat sorotan pada pekan lalu, mendorong penyiar nasional RNZ untuk berkomentar: "Jangan beri makan penghasut."
[Gambas:Video CNN]
(ard)
http://bit.ly/2LcvlQN
May 02, 2019 at 03:02AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Media Selandia Setuju Tak Beri Ruang Teroris di Pemberitaan"
Posting Komentar