Hanya sekumpulan rumah penduduk dan pasar yang berdampingan dengan Kali Pesing. Apa yang istimewa?
Namun, siapa sangka, ternyata wilayah ini merupakan titik krusial bagi umat muslim di Jakarta.
Di tengah-tengah padatnya rumah penduduk, sebuah masjid yang tak begitu besar dan terkenal bak Masjid Istiqlal di pusat kota Jakarta bernama Al Musari'in ini berdiri.
Sekilas masjid ini terlihat seperti masjid biasa. Masjid di tengah pemukiman penduduk. Hanya saja, masjid ini punya punya peran besar untuk umat muslim Jakarta karena ini adalah salah satu 'pusat' untuk memantau hilal, sebuah fenomena alam penanda bulan baru dalam kalender Islam.
Biasanya, kemunculan hilal ditunggu pada awal ramadan dan menjelang Idul Fitri. Jika hilal tak terlihat dari tempat ini, maka hari pertama Ramadan atau Idul Fitri tak akan berlangsung keesokan harinya. Maka dari itu, kabar rukyatul hilal (empat titik pemantauan hilal) dari Masjid Al Musari'in dinantikan oleh para umat muslim di Jakarta.
Kementerian Agama sendiri juga telah menetapkan Masjid Al Musari'in sebagai satu dari 105 titik hilal yang terletak di 34 provinsi seluruh Indonesia dan merupakan satu dari empat titik pemantauan hilal di DKI Jakarta.
Selain Masjid Al Musari'in, hilal juga dipantau di Gedung Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI Jakarta Lantai 7, Pulau Karya Kepulauan Seribu, dan Masjid KH. Hasyim Ashari.
Pemantauan hilal di Masjid Al-Musari'in bukan peristiwa tahunan yang terjadi kemarin sore. Kegiatan pemantauan hilal sudah dilakukan sejak dekade 1960-an silam.
"Pemantauan hilal memang sudah dilakukan di sini setiap tahun, jika ini sudah berlangsung sejak 1960-an, berarti total sudah lima dekade tempat ini dijadikan pemantauan hilal," jelas pengurus masjid, Muzani kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/6).
Tadinya, lanjut Muzani, masjid ini belum luas seperti sekarang. Apalagi, masjid ini dulu dibangun dengan bermodal papan kayu. Hanya saja, lokasi lahan masjid ini lebih tinggi dibanding wilayah sekitarnya, sehingga kerap jadi langganan pemantauan hilal sejak dulu kala.
Dulu, segala kegiatan keagamaan yang dilakukan di masjid ini terbilang manual. Saat adzan, contohnya, muadzin tidak menggunakan pengeras suara. Ia tinggal bergerak ke lantai atas masjid untuk mengumandangkan adzan.
Begitu pun dengan pemantauan hilal, yang sejak dulu lebih banyak menggunakan mata telanjang.
Apalagi, pemantauan hilal di zaman dulu bisa dilakukan di halaman masjid. Namun, seiring perubahan zaman, kawasan permukiman Besmol juga kian sesak. Sehingga, pemantauan hilal akhirnya dipindahkan ke atas bangunan masjid.
"Tapi memang sejak dulu sampai sekarang, pemantauan tetap masih bisa dilakukan dengan jelas di sini. Namun, saya kurang begitu paham zaman masjid awal-awal dahulu ini seperti apa, karena saya baru mendiami kawasan ini di tahun 1971," jelas dia.
Sementara itu, anggota Remaja Masjid Jami Al'Musa'irin Hirzi mengatakan biasanya pemantauan hilal baru dimulai pada pukul 16.00 WIB dan selesai pada pukul 18.00 WIB. Biasanya, pemantauan masih dilakukan dengan mata telanjang, namun beberapa tahun terakhir pemantauan sudah dilakukan menggunakan teropong.
Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1440 Hijriah jatuh pada Rabu, 5 Juni 2019. Penetapan itu dilakukan setelah Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Sidang Isbat atau penentuan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 Hijriyah, Senin (3/6). (glh/chs)
http://bit.ly/2WckJSf
June 04, 2019 at 03:17PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Masjid Al Musari'in, Pemantau Hilal Lima Dekade"
Posting Komentar