Pilah-pilih Koleksi Saham Farmasi BUMN Produsen Vaksin Corona

Jakarta, CNN Indonesia --

Kabar tibanya 2.400 vaksin corona buatan Sinovac ke Indonesia pada pekan lalu sempat menjadi sorotan. Pasalnya, pemerintah menargetkan dapat memproduksi vaksin tersebut pada kuartal I 2020 mendatang.

Proses produksi dilakukan usai vaksin covid-19 selesai menjalani uji klinis tahap 3 oleh PT Bio Farma (Persero), induk usaha (holding) BUMN farmasi.

Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan uji klinis vaksin covid-19 dijadwalkan mulai pada Agustus mendatang dan berjalan selama enam bulan. Jadi, proses uji klinis ditargetkan selesai pada Januari 2021 mendatang.


Bahkan, pihaknya telah mematok harga vaksin corona di kisaran US$5 - US$10 atau setara antara Rp72.500 hingga Rp145 ribu per dosisnya.

Pemberitaan itu turut memberikan sentimen positif pada kinerja saham sektor farmasi, khususnya emiten pelat merah. Harga saham dua anak usaha Bio Farma, yaitu PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) terbang sepanjang perdagangan pekan lalu.


Melansir RTI Infokom, harga KAEF tercatat melonjak 114 persen dari 1.280 menjadi 2.740. Sementara, INAF mencatatkan pertumbuhan signifikan dari posisinya awal pekan di 1.120 menjadi 2.610 atau melesat 133 persen.

Direktur Equity dan Business Development Sucor Sekuritas Bernadus Wijaya menyarankan investor untuk mewaspadai potensi penurunan harga KAEF dan INAF. Sebab, pada perdagangan Jumat (24/7) lalu pun, ia melihat sudah mulai terjadi aksi jual investor. 


Untuk INAF, pada perdagangan Jumat lalu, tercatat investor asing telah melakukan jual bersih sebesar Rp61,12 miliar.

Meski emiten mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,06 persen, kenaikan relatif rendah jika dibanding kenaikan perdagangan beberapa hari sebelumnya yang mencapai 25 persen.


Tak jauh berbeda, KAEF juga mencatatkan jual bersih sebesar Rp1,63 miliar pada perdagangan Jumat (24/7). Emiten hanya berhasil menguat 2,62 persen, hanya sekitar 10 persen dari rata-rata kenaikannya beberapa hari sebelumnya. 


"Pada perdagangan Jumat kemarin telah banyak investor yang melakukan aksi profit taking (ambil untung) juga. Diperkirakan, investor cenderung mulai berfikir rasional mengenai dampak penjualan vaksin di masa yang akan datang terhadap kondisi keuangan dan valuasi perusahaan," ungkap Bernard kepada CNNIndonesia.com, Senin (27/7).

Ia mengatakan kenaikan fantastis dikarenakan pembelian panik (panic buying) investor, padahal secara valuasi keduanya sudah kemahalan.

Bernard mengimbau investor untuk menahan pembelian dan menunggu hingga perusahaan merilis laporan kinerja kuartal II 2020.

Oleh karena itu, ia merekomendasikan untuk memantau saham-saham sektor agrikultur, terutama yang bergerak di usaha kelapa sawit, seperti PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Namun, ia tak mematok harga beli atau harga target.


"(Sebab), harga CPO terus melonjak, didukung oleh sentimen membaiknya permintaan akan CPO, terutama karena adanya relaksasi lock down di India dan China. LSIP dan AALI menjadi pilihan yang menarik untuk sektor agrikultur," katanya.

Senada, Kepala Riset Praus Capital Alfed Nainggolan menyarankan investor untuk tak rakus dan mengakumulasi beli kedua saham tersebut. Sebab, ia menilai lonjakan harga baik KAEF mau pun INAF tidak rasional atau jauh di atas harga pantasnya.

Dalam proyeksinya, Alfred menyebut kedua emiten bakal turun harga pada perdagangan pekan ini karena aksi jual untuk ambil untung.

"Kemungkinan pasti ada profit taking karena pertama, kenaikannya jauh lebih dari cukup," katanya.


Menurut Alfred, euforia pasar menyambut potensi produksi vaksin melipatgandakan harga saham di atas rata-rata harga valuasinya. Padahal, jika berjalan sesuai rencana pun, vaksin baru akan diproduksi pada kuartal I tahun depan atau masih 6-8 bulan dari sekarang.

Selain itu, Bio Farma juga bukan satu-satunya perusahaan yang sedang mengembangkan vaksin virus corona.

Kalau pun Bio Farma bakal memproduksi vaksin covid-19, kinerja gemilang emiten baru akan tercermin pada tahun depan. Sehingga ia menyarankan investor untuk tak melakukan pembelian secara berlebihan.


"Kenaikan yang dialami saham farmasi BUMN relatif terlalu cepat, bahkan kami lihat dari sisi valuasinya sudah relatif sangat tinggi sekali," imbuh Alfred.

Alfred menyarankan investor untuk mengoleksi emiten-emiten yang melaporkan kinerja apik pada kuartal I dan II. Apalagi, pada musim rilis laporan keuangan saat ini, kesempatan harus dimaksimalkan.

[Gambas:Video CNN]


Di sektor telekomunikasi, Alfred menilai investor dapat memantau PT Telekomunikasi  Indonesia (Persero) Tbk atau TLKM. Untuk jangka pendek atau sepekan ke depan, ia mematok harga target di level 3.200. 


Sementara, di sektor konsumer, ia merekomendasikan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Saham dinilainya akan mampu menguat dari harga tutupnya di 6.475.

"INDF masih rekomendasi untuk jangka pendek dengan harga target di 6.800," pungkasnya.

(sfr)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3g5ph7L

July 27, 2020 at 10:04AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Pilah-pilih Koleksi Saham Farmasi BUMN Produsen Vaksin Corona"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.