Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang perdagangan pekan lalu terpantau melemah 2,2 persen, mendarat di level 4.945. Tercatat, dana asing yang keluar mencapai Rp2,51 triliun.
Analis Pasar Modal Riska Afriani menyebut pelemahan bursa saham terjadi karena nyaris tak ada sentimen penopang yang berarti sepanjang pekan lalu.
Terlebih, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI hingga 11 Oktober mendatang.
Namun, jelang akhir penutupan pekan yakni pada sesi kedua perdagangan Jumat (25/9), indeks melesat kencang dan menutup pasar di zona hijau dengan kenaikan sebesar 2,13 persen. Menurut dia, ada dua faktor pendorong pertumbuhan indeks.
Pertama, koreksi tajam yang terjadi selama Senin-Kamis lalu minus 4,27 persen telah memasuki area price in. Imbasnya, investor mulai kembali masuk ke pasar modal dan melakukan akumulasi beli.
Kedua, karena adanya pernyataan dari Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan yang memuji progres dari uji klinis beberapa kandidat vaksin virus corona di China seperti diberitakan oleh China Global Television Network (CGTN).
Riska menyebut penguatan merupakan technical rebound sehingga bersifat sementara. Pasalnya, secara fundamental, belum ada perbaikan yang signifikan.
Tengok saja angka penyebaran covid-19 masih tinggi, kasus positif covid-19 bertambah 3.874 orang pada Minggu (27/9) dengan total akumulasi menembus 275 ribu kasus.
Sementara, bantuan pemerintah baik bantuan sosial (bansos) dan bantuan tunai (BLT) dinilai Riska belum signifikan untuk dapat mengungkit pertumbuhan ekonomi dan berimbas pada pasar modal.
Maka tak heran jika dana asing masih deras keluar dari indeks. "Saya melihat untuk pekan ini kenapa saya belum optimis karena investor asing masih mencatatkan jual bersih dan wait and see (melakukan aksi tunggu), sehingga pergerakan akan cukup terbatas," katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/9).
Penguatan, lanjut Riska, akan didominasi oleh saham-saham farmasi serta saham berkapitalisasi besar (big caps). Namun, karena penguatan belum diikuti oleh fundamental, ia menilai pembelian lebih cocok untuk trading jangka pendek.
Untuk farmasi, ia merekomendasikan kedua anak perusahaan Bio Farma yakni PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang pada perdagangan Jumat lalu menguat nyaris 25 persen.
Kendati demikian, ia mengingatkan untuk membatasi risiko dengan memasang target yang relatif rendah. Selain itu, juga perhatikan volume perdagangan harian.
"Jangan sampai terbawa emosi, KAEF dan INAF tidak direkomendasikan untuk jangka panjang," lanjutnya.
Sebab, menurut Riska, penguatan kedua saham sudah melebihi batas wajar, dalam enam bulan terakhir keduanya telah menguat lebih dari 200 persen. Sementara, mekanisme penjualan vaksin oleh kedua saham ini belum jelas.
Riska mengatakan bahwa untuk KAEF level aman untuk melakukan akumulasi beli di kisaran 2.750-2.900. Sementara, harga targetnya ada di level resistance yakni 3.200.
Sementara INAF dapat diperhatikan di posisi 2.650-2.920 dengan harga target di 3.240. "Dengan level resistance selanjutnya di 3.470," ungkap dia.
Sedangkan, untuk saham-saham berkapitalisasi besar, ia menyarankan untuk memantau sektor perbankan, terutama saham buku empat. Pekan ini dia memilih PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
BBCA direkomendasikan untuk jangka menengah untuk kurun waktu pegang 1 bulan 2 bulan. Ia memprediksikan BBCA masih akan mampu melanjutkan penguatan dari harga tutupnya di 28.050. "Target di jangka kurun waktu 1-2 bulan, (BBCA) berpotensi balik ke level 32 ribu," katanya.
Untuk pilihan lainnya, ia menilai BBTN atau PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk cocok untuk dibeli kala harga tengah turun (buy on weakness) di rentang 1.190-1.230. Sementara, harga targetnya di level 1.450.
Karena volatilitas pasar masih tinggi, ia mengingatkan pelaku pasar untuk berhati-hati dan memperhatikan rilis data perekonomian seperti rilis data inflasi September dan Indeks Kepercayaan Konsumen.
Senada, Direktur Equity and Business Development Sucor Sekuritas Bernadus Wijaya menyebut kabar baik terkait vaksin dapat dimanfaatkan untuk trading saham-saham farmasi untuk jangka pendek.
"Secara valuasi, PE (price earning) kedua saham ini tidak menarik. Sebaiknya, kedua saham ini hanya dimanfaatkan oleh para investor untuk melakukan trading dalam jangka waktu pendek saja," ucap Bernard.
Bernard mengatakan bahwa saham yang saat ini layak untuk dikoleksi ialah saham-saham defensif yang dampak bisnisnya tergolong minim dari pandemi covid-19, bahkan cenderung bertumbuh.
Sektor yang masuk ke dalam golongan ini yaitu sektor telekomunikasi. Pilihan Bernard pekan ini jatuh pada PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
Menurut Bernard, TOWR menarik untuk dipantau karena valuasi perusahaan masih di bawah kompetitor. Emiten secara teknikal tertahan MA100 di 995, sehingga Bernard menargetkan di harga Rp1.150 per saham.
Selain itu, sektor konsumer pun dapat dijadikan pilihan dengan saham pilihan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan harga target di 11.400.
(sfr)https://ift.tt/34jCFRh
September 28, 2020 at 07:13AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Deretan Saham Bidikan Kala Volatilitas Pasar Menjulang"
Posting Komentar