Teladani Nabi Nuh, David Steward Jadi Orang Kaya Kulit Hitam

Jakarta, CNN Indonesia -- Ribuan tahun silam, Nabi Nuh membuat bahtera di puncak bukit atau perintah Tuhan. Pembuatan dilakukan karena ia meyakini banjir besar akan datang dan menghancurkan semesta.

Kala itu, ia dipandang aneh. Alih-alih dibantu, Nuh malah mendapat cemooh dari kaumnya. Setelah kapal jadi, ia mengajak keluarga, umat dan ternak untuk naik ke kapal raksasa itu.

Tak berapa lama, banjir besar datang dan menenggelamkan daratan. Nuh dan kaum-Nya berhasil selamat karena sudah berada di dalam kapal.


Kisah Bahtera Nuh menjadi inspirasi David Steward, konglomerat asal Missouri, Amerika Serikat (AS). Ia tekun menjalani hidup dan usahanya hingga sukses menjadi satu dari empat orang kaya kulit hitam di AS. Sumber kekayaan terbesarnya berasal dari perusahaan raksasa penyedia infrastruktur teknologi informasi World Wide Technology (WWT). Pada 2018, WWT mampu meraup pendapatan US$11,8 miliar atau sekitar Rp165,2 triliun (asumsi kurs Rp14 ribu per dolar AS). Kinerja itu menjadikan WWT sebagai salah satu perusahaan swasta terbesar di AS.

Steward besar di keluarga kurang mampu. Ia memiliki tujuh saudara sementara ayahnya hanya bekerja sebagai mekanik dan petani. Bahkan, dalam catatan Forbes, ayahnya pernah bekerja sebagai petugas pembersih toilet dan pemulung.

Lahir dari keluarga kulit hitam, pria berusia 69 tahun ini kenyang dipandang sebelah mata dan menerima perlakuan diskriminatif di masa muda. Kala itu, ia harus sekolah terpisah dengan warga kulit putih. Ia juga tak bisa menikmati fasilitas kolam renang publik di tempat tinggalnya.

Namun, kondisi itu tak mematahkan semangatnya. Ia tumbuh sebagai anak yang cerdas dan pekerja keras. Ia juga mendekatkan diri kepada Tuhan dengan aktif mengikuti kegiatan gereja.

Setelah mengantongi gelar sarjana bisnis dari Central Missouri State University pada 1973, ia mulai meniti karir. Awalnya, ia bekerja pada sebuah perusahaan kontraktor lokal, Wagner Electric. Selang setahun, ia lompat ke perusahaan kereta api Missouri Pacific Railroad Company sebagai sales representative.

Setelah itu, ia bekerja sebagai sales di Federal Express (FedEx). Karena kepiawaiannya, ia beberapa kali mengantongi predikat karyawan terbaik di perusahaan transportasi dan logistik itu.

Rintis Usaha

Bekerja pada orang lain tak membuatnya puas. Ia ingin sukses dengan memiliki usaha sendiri. Di usia 33 tahun, Steward memutuskan keluar dari FedEx dan memutuskan untuk membeli perusahaan konsultasi Transportation Business Services (TBS).

Keputusan itu mendapat kritikan dari orang-orang di sekitarnya. Terlebih, Steward dipandang sudah mapan dengan pekerjaannya saat itu dan bisnis teknologi masih tergolong baru.

Tetapi, Kisah Bahtera Nuh menjadi pengingat bagi Steward untuk tetap mengikuti keyakinannya.

"Saat kamu berani untuk berambisi, orang-orang cenderung akan memperolok kamu, mereka menjadi vokal soal alasan kamu tidak bisa dan menilai kamu seharusnya tidak mencoba untuk mengejar mimpi kamu," tulis Steward dalam buku yang ia tulis 'Doing Business by the Good Book: 52 Lessons on Success Straight from the Bible'.

Selang tiga tahun, ia mendirikan perusahaan jasa audit Transportation Auditing Services (TAS). Namun, kinerja kedua perusahaan itu tak membuatnya puas.

Pada 1990, Steward mendirikan WWT. Pendirian WWT dilatarbelakangi oleh insting Steward dalam melihat kebutuhan korporasi akan penyedia layanan teknologi informasi. Ia meyakini bidang bisnis tersebut memiliki prospek cerah di masa depan dan belum banyak yang menggarap.

Perjalanan Steward sebagai pebisnis tak selamanya mulus. Pada 1993, bisnis TBS dan TAS mulai limbung. Perusahaan kesulitan membayar utang. Karyawan di dua perusahaan itu juga terancam kehilangan pekerjaannya.

Sebenarnya, Steward bisa saja menutup dua bisnisnya yang bermasalah. Namun, ia tak ingin memecat pegawainya. Ia pun memutar otak sampai akhirnya kedua perusahaan itu bisa ia selamatkan melalui restrukturisasi utang. Dalam dua tahun, kedua perusahaan yang hampir mati itu kembali bangkit.

Di sisi lain, insting Steward terbukti benar, WWT berkembang pesat selama dua dekade terakhir. Raupan pendapatan terus meningkat dan jumlah karyawannya kini telah mencapai ribuan.

Pada 1999, ia memisahkan lini bisnis telokomunikasi WWT untuk mendirikan perusahaan penyedia layanan teknologi dan telekomunikasi Telcobuy.com. 

Sebagai penganut Kristen, ia meyakini firman Tuhan yang tertulis dalam Injil 'Apa yang ditabur, itu yang dituai.'

"Tidak mungkin menabur bibit apel dan kamu mendapatkan jeruk," ujar Steward dalam petikan wawancaranya dengan Forbes pada 2014 lalu.

[Gambas:Video CNN]

Dalam bekerja, ia menjunjung tinggi profesionalitas, integritas dan kejujuran. Sebab, keyakinan saja tidak cukup.

Ibarat menanam, ia harus merawat dan mengairi ladangnya. Hingga akhirnya ia memanen kesuksesan.

Pada 2019 lalu, Forbes memasukkan Steward ke daftar orang terkaya dunia di peringkat ke-745.

Ia merupakan satu dari empat orang kulit hitam di AS yang berada di daftar tersebut dengan total kekayaan US$3 miliar atau sekitar Rp42 triliun. Ia berbagi tempat dengan ratu media Oprah Winfrey, pendiri perusahaan investasi Vista Equity Partners Robert F. Smith, dan legenda bola basket NBA Michael Jordan.

Per 23 Januari 2020, Forbes mencatat nilai bersih kekayaan Steward mencapai US$3,5 miliar atau berkisar Rp49 triliun. Kekayaannya tersebar di berbagai sektor mulai dari teknologi hingga kesehatan.

Setelah menjadi miliarder, ia tak lupa berbagi dengan komunitas. Pada 2018 lalu, Steward memberikan donasi senilai US$1,3 juta atau sekitar Rp18,2 miliar kepada almamaternya, University of Missouri.

Ia juga masih aktif dalam kegiatan keagamaan dengan mengabdikan diri di Gereja Methodist di St Louis. (sfr/bir)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2RU5lK6

January 26, 2020 at 03:22PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Teladani Nabi Nuh, David Steward Jadi Orang Kaya Kulit Hitam"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.