Tangani Corona, BI Beli Surat Utang Negara Rp1,7 Triliun

Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) telah membeli surat utang pemerintah berjenis Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) senilai Rp1,7 triliun di pasar perdana dalam rangka pemenuhan kebutuhan dana penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19. Bank sentral nasional membeli sekitar 24,28 persen dari target lelang pemerintah atau 17,03 persen dari nominal hasil lelang yang dimenangkan pemerintah mencapai Rp9,98 triliun. 

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pembelian surat utang pemerintah oleh institusi yang dipimpinnya telah sesuai dengan ketentuan antar kedua belah pihak. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38/PMK.02/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan. 

"Ini sesuai nota kesepahaman antara pemerintah dan BI yang sudah disepakati bersama dengan beberapa prinsip," ungkap Perry, Rabu (22/4). 


Perry mengatakan setidaknya ada beberapa prinsip dalam kerja sama pembelian surat utang negara oleh BI di pasar perdana. Pertama, BI berperan sebagai penawar terakhir (last resort) di lelang surat utang pemerintah di pasar perdana dalam rangka pemenuhan dana penanganan pandemi corona. Artinya, pemerintah harus lebih dahulu menutup kebutuhan dana pandemi corona dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), seperti menggunakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SiLPA) dan dana Badan Layanan Umum (BLU). Kemudian, menggunakan pinjaman dari lembaga internasional, baru opsi terakhir menerbitkan surat utang di lelang pasar perdana. 

"Kalau kurang, baru pemerintah menerbitkan surat berharga negara dan kalau tidak terpenuhi oleh pasar, baru BI akan membelinya," katanya. 

Kedua, pembelian surat utang oleh BI dilakukan dengan status penawaran nonkompetitif (non competitive bidder). "Kriteria ini artinya tidak boleh bunganya di bawah operasi moneter karena tidak dimungkinkan dengan kaidah kebijakan moneter," imbuhnya. 

Ketiga, porsi pembelian surat utang pemerintah oleh BI hanya boleh sebanyak 25 persen dari target lelang pemerintah untuk Surat Berharga Negara (SBN). Sementara untuk SBSN hanya boleh 30 persen dari target lelang pemerintah. 

Perry mengatakan prinsip-prinsip ini sengaja dibuat agar pembelian surat utang pemerintah oleh bank sentral tidak menimbulkan peningkatan inflasi. Sebab, penyerapan surat utang yang berlebihan bisa memicu inflasi, sedangkan pemerintah dan BI ingin inflasi tetap sesuai target sebesar 3 persen plus minus 1 persen pada tahun ini. 

Pada lelang penerbitan SBSN, pemerintah memasang target sebesar Rp7 triliun. Namun, nominal penawaran yang masuk mencapai Rp18,8 triliun dan yang dimenangkan hanya separuhnya Rp9,98 triliun. 

Inflow Rp4,37 Triliun

BI turut mencatat aliran modal asing yang masuk (capital inflow) ke Indonesia sebesar Rp4,37 triliun pada 13-20 April 2020. Aliran modal asing masuk melalui pembelian SBN.

Namun, total aliran modal asing bersih hanya sebesar Rp1,57 triliun. Sebab, ada aliran modal asing keluar (capital outflow) sekitar Rp2,8 triliun melalui pelepasan kepemilikan saham oleh asing. 

"Ini menunjukkan bahwa secara bertahap confident terhadap Indonesia, khususnya portofolio fix income seperti SBN, berangsur naik," tuturnya. 

Perry mengatakan peningkatan kepercayaan pelaku pasar keuangan untuk berinvestasi di Indonesia dipengaruhi dua hal. Pertama, tingkat imbal hasil (yield) SBN bertenor 10 tahun cukup tinggi dan menarik dibanding negara-negara lain, seperti Amerika Serikat dan negara-negara di peer yang sama, misalnya Meksiko, India, dan negara di Asia lainnya. 

Bahkan, selisih imbal hasil SBN dan surat utang pemerintah AS (US Treasury) bertenor 10 tahun mencapai 7,1 persen atau 713 basis poin (bps). "Berdasarkan yield riil, yaitu tingkat yield dikurangi inflasi sekitar 4,6 persen, sehingga secara imbal hasil menarik," terangnya. 

Kedua, indeks premi risiko atas portofolio investasi di pasar keuangan dalam negeri sudah membaik. Sebelum ada pandemi corona, indeks premi risiko sebesar 18,8. 

Kemudian, meningkat menjadi 83,2 pada masa puncak pandemi corona di Indonesia yang jatuh di pertengahan Maret 2020. Namun, sekarang indeks premi risiko sudah turun lagi ke 43,8. 

"Artinya, kepanikan pasar keuangan global memuncak di minggu kedua Maret dan sekarang mereda. Artinya ketidakpastian masih berlangsung, sekarang 43,8 itu dibandingkan 18,8 masih lebih tinggi, tapi sudah lebih rendah dari 83,2," ungkapnya. 

Bila yield surat utang dan indeks premi risiko terjaga, Perry yakin aliran modal asing yang masuk ke Indonesia akan lebih deras. Hal ini selanjutnya bisa menstabilkan nilai tukar rupiah karena suplai dolar AS melimpah. 

[Gambas:Video CNN]

(uli/age)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3eOXdWf

April 23, 2020 at 08:02AM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Tangani Corona, BI Beli Surat Utang Negara Rp1,7 Triliun"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.