"Untuk harga gula tidak gerak sama sekali. Harga justru naik Rp19 ribu," kata Jokowi, belum lama ini.
Jika dilihat, harga gula naik sejak awal tahun. Mengutip Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, rata-rata harga gula saat ini sekitar Rp18 ribu per kilogram (kg) atau lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang dipatok sebesar Rp12.500 per kg.
Kasus terbaru, Kementerian Perdagangan bersama Kabareskrim menemukan kegiatan lelang harga gula di atas HET yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara II (Persero) atau PTPN II. Lelang itu disebut menjadi salah satu penyebab harga gula konsumsi tembus hingga Rp17 ribu per kg. Namun, PTPN II akhirnya mengubah harga gula hasil lelang yang semula di angka Rp12.900 per kg menjadi Rp12.500 per kg. Manajemen melakukan hal itu setelah didesak pemerintah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengungkapkan persoalan harga gula sejatinya sudah terlihat sejak akhir tahun lalu. Makanya, pihak asosiasi mendorong pemerintah untuk mengeluarkan izin impor gula mentah (raw sugar) guna menambah stok cadangan pada 2020.
"Persoalannya sudah lama, sudah sejak 2019. Waktu itu sudah ada izin impor gula mentah 521 ribu ton. Tapi belum masuk semua," ungkap Budi kepada CNNIndonesia.com, Kamis (30/4).
Ia bilang izin impor gula mentah sebanyak 521 ribu ton itu dikeluarkan pada September 2019 lalu. Namun, pemerintah baru merealisasikan impor sebanyak 422 ribu ton hingga 9 April 2020.
Kemudian, pemerintah kembali mengeluarkan izin impor pada Maret 2020 kemarin sebanyak 550 ribu ton. Hanya saja, Budi menyatakan mayoritas impor itu belum masuk ke Indonesia."Menurut saya seharusnya pemerintah lebih cepat. Padahal kalau semua izin impor yang 2019 itu sudah masuk semua maka pasokannya cukup sampai Maret 2020, jadi tidak kosong sekali seperti sekarang," terang dia.
Budi berpendapat jumlah pasokan gula yang terbatas menjadi penyebab utama harga gula masih di sekitar Rp18 ribu per kg hingga Rp19 ribu per kg. Pemerintah, katanya, terbilang lamban dalam merealisasikan impor gula mentah.
"Masalah utamanya ini memang pada stok gula yang kurang," imbuh dia.
Selain itu, Budi beranggapan ada beberapa pihak yang melakukan penimbunan gula konsumsi. Dengan demikian, jumlah pasokan di berbagai wilayah menjadi lebih terbatas."Kalau upaya penimbunan mungkin saja, tapi saya rasa tidak banyak dan hanya dilakukan oleh pasar tradisional. Masalah utamanya tetap stok menurut saya," jelas Budi.
Berdasarkan catatannya, rata-rata konsumsi gula nasional per bulan sebanyak 200 ribu ton sampai 250 ribu ton. Artinya, stok gula yang dibutuhkan di dalam negeri sebanyak 3 juta ton per tahun.
Namun, jumlah produksi dalam negeri biasanya lebih rendah dari permintaan masyarakat. Pada 2019 misalnya, produksi gula konsumsi domestik sebesar 2,2 juta ton. Kemudian, sisanya dipenuhi dari impor.
Kurangnya stok disinyalir menjadi penyebab harga gula. (ANTARA FOTO/FAUZAN)
|
"Persoalan virus corona membuat rantai pasok menjadi tidak mudah. Beberapa negara melakukan lockdown, itu artinya impor akan sulit," ujar Khudori.
Walaupun pemerintah telah memberikan kepastian bahwa impor tetap berlangsung normal, tapi Khudori menilai prosesnya akan lebih sulit. Sebab, ada pembatasan di jalur perdagangan internasional di tengah penyebaran virus corona.
"Banyak faktor eksternal yang tidak bisa dikontrol," imbuh dia.
Di sisi lain, proses penggilingan rata-rata baru dilakukan bulan depan. Jika begitu, maka gula konsumsi yang diproduksi di dalam negeri baru bisa masuk ke pasar pada Juni 2020 mendatang."Baru masuk Juni 2020 karena butuh waktu untuk distribusi," ucap Khudori.
Jadi, satu-satunya cara yang bisa menyelamatkan harga gula saat ini hanya impor. Artinya, mau tak mau pemerintah harus bekerja ekstra agar impor gula bisa segera masuk dan tersebar di seluruh wilayah.
"Kalau barangnya sudah ada, pemerintah bisa memasok ke pasar modern atau toko ritel. Berikan stok yang banyak ke ritel, karena toko ritel takut kalau menjual di atas HET. Kalau stok gula di toko ritel banyak, mau tidak mau yang di pasar tradisional akan turun dari yang sekarang Rp18 ribu per kg," jelas Khudori.
Sejauh ini, ia tak melihat ada oknum yang berupaya membuat harga gula terus melambung. Khudori berpendapat tak ada pihak yang mencoba melakukan penimbunan atau mempermainkan harga."Kalau mau menimbun lebih baik dikeluarkan sekarang karena kan impor akan datang lagi bulan depan dan ada masa panen serta penggilingan, nanti kalau pasokan bertambah kan harga berpotensi turun. Jadi penimbunan saya lihat tidak ada," ucap Khudori.
Kemudian, ia beranggapan PTPN II yang melakukan lelang harga gula konsumsi di atas HET merupakan hal yang wajar. Pasalnya, harga memang selalu naik ketika pasokan di pasaran menipis.
"PTPN II tidak mempermainkan harga. Itu kan sesuai pasar saja harga terbentuk. Ketika stok di pasar tipis maka orang akan berebut. Hukum supply dan demand berlaku, demand tinggi ya harga naik," katanya.
Pengaruh dari Penurunan Impor 2019Selain masalah stok, Pengamat Pangan Dwi Andreas menyatakan kenaikan harga gula kali ini dipengaruhi oleh penurunan impor gula mentah tahun lalu sebanyak 1 juta ton. Ia merinci pada 2018 jumlah impor gula mentah sebanyak 5,2 juta ton, sedangkan tahun lalu hanya 4,2 juta ton.
"Dengan penurunan impor gula mentah 1 juta ton ini otomatis membuat stok gula nasional pada 2019 lebih rendah, ini otomatis berdampak pada stok gula nasional 2020 juga," ujar Dwi.
Apalagi, jumlah impor gula mentah pada Januari 2020 juga rendah. Tak heran, pasokan gula konsumsi semakin menipis sekarang dan harganya sulit turun ke area Rp12.500 per kg.
Ditambah, penyebaran virus corona membuat proses impor gula mentah semakin kompleks. Alhasil, jumlah pasokan yang ada tak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
[Gambas:Video CNN]
"Masalah virus corona ini menghambat impor gula masuk," imbuhnya.
Sementara, ia juga tak melihat ada upaya penimbunan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dan membuat harga gula konsumsi melompat. Menurutnya, mereka yang menimbun justru akan merugi jika tak mengeluarkan pasokan gula konsumsi sekarang.
Pasalnya, masa panen tebu akan terjadi bulan depan. Setelah tebu diolah menjadi gula konsumsi, maka komoditas itu akan masuk ke pasar dan harga berangsur normal.
"Logikanya tidak ada penimbunan. Untuk apa menimbun, harga sekarang lagi tinggi. Justru bagus dikeluarkan sekarang. Kalau bulan depan dikeluarkan bisa-bisa sudah jatuh karena ada panen atau penambahan impor," pungkas dia.
(sfr)https://ift.tt/3d1309o
April 30, 2020 at 08:05AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Susah Payah Tekan Harga Gula Tanpa Impor"
Posting Komentar