Epidemiolog: Fokus Pemerintah Kendalikan Pandemi Berbahaya

Jakarta, CNN Indonesia --

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman mengatakan upaya pemerintah kembali membuka keran aktivitas sosial-ekonomi di masa pandemi virus corona sangat berbahaya, terutama bila diterapkan dengan kondisi kasus Covid-19 di Indonesia saat ini.

Menurut Dicky, alih-alih memulihkan perekonomian, upaya tersebut justru menghambat sebuah negara kembali ke situasi normal.

Dicky mengatakan aktivitas sosial-ekonomi dapat berimplikasi pada pelonggaran sebuah kebijakan pemerintah dalam menanggulangi bencana non-alam ini. Pada akhirnya, hal itu akan bermuara pada penambahan kasus corona.


"Fokus pengendalian pandemi yang mengarah pada ekonomi itu berbahaya dan berisiko. Banyak negara yang memilih menjalankan ekonomi dulu, akhirnya jangankan ekonomi pulih, malah semakin berat dan terhambat," kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (4/9).

Dicky juga merespons pernyataan Kepala PPSDM Kemenkes Abdul Kadir yang menyebut Indonesia tak perlu lagi menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena akan menghambat perekonomian. Menurut Kadir, PSBB akan menyebabkan ekonomi tidak bergerak sehingga negara terancam mengalami resesi.

Atas hal itu, Dicky menilai PSBB sejauh ini hanya sebagai strategi tambahan dalam menanggulangi pandemi. Menurutnya, PSBB tanpa pemeriksaan yang masif dan optimal sama saja dengan membuang anggaran negara. Kejadian itu tengah terjadi di Peru saat ini.

"PSBB ini sifatnya untuk memperkuat optimalisasi strategi testing itu, jadi mereka sifatnya strategi tambahan," jelas Dicky.

Lebih lanjut, menurutnya, langkah paling vital yang dapat dilakukan pemerintah saat ini adalah melakukan pemeriksaan dan penelusuran kontak secara masif. Ketika upaya itu dilakukan sangat optimal, maka Dicky yakin pemulihan ekonomi dapat berjalan beriringan setelahnya.

"Yang menguatkan betapa berbahayanya fokus penanganan mengarah ekonomi juga berdasarkan diskusi global dan ahli ekonomi global, kita sudah sepakat bahwa dalam satu pandemi ini, maka fokus setiap negara atau wilayah pengendalian adalah fokus pada eliminasi atau supresi dari Covid-19," jelasnya.

Warga melintasi mural terkait pandemi virus Corona di kawasan Rawa Pasung, Bekasi, Selasa, 1 September 2020. Presiden Joko Widodo mengklaim penyebaran kasus COVID-19 di Indonesia masih terkendali. Klaim Jokowi ini mengacu pada angka pengendalian COVID-19 di Indonesia dengan negara lain yang dianggapnya masih lebih rendah. CNN Indonesia/Safir MakkiWarga melintasi mural terkait pandemi virus corona di kawasan Rawa Pasung, Bekasi, Selasa, 1 September 2020. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Dicky mengatakan di tengah kondisi dilematis akibat pandemi, Pemerintah dan warga harus sepakat memilih salah satu upaya.

Ia meminta pemerintah mengambil langkah tegas sekaligus mengajak masyarakat agar 'puasa' dalam hal mendambakan pembukaan kembali kran aktivitas dalam sektor sosial-ekonomi.

"Tidak ada pilihan lain di situasi saat ini. Ini sebuah situasi dilematis yang kita ciptakan sendiri. Kita harus bersakit-sakit dahulu, baru bersenang kemudian," kata Dicky.

Menurut Dicky, pemulihan ekonomi dan aktivitas sosial-ekonomi dapat kembali dibuka dalam waktu dekat jika temuan kasus Covid-19 di Tanah air menurun. Selain itu, masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama mengawal pengadaan vaksin, yang menurut pemerintah bakal diproduksi pada 2021 mendatang.

"WHO sendiri mengatakan bahwa pelonggaran di suatu wilayah harus merujuk positivity rate di bawah lima persen dalam dua minggu berturut-turut. Nah, ini kan belum terjadi di Indonesia," tuturnya.

Sementara itu, ahli epidemiologi Masdalina Pane menilai situasi pembukaan aktivitas ekonomi memang sebuah hal dilematis setiap negara yang terdampak pandemi ini.

"Sebenarnya tidak ada satu yang lebih dominan daripada yang lain, jadi semua harus berjalan beriringan karena semua faktor saling mempengaruhi. Ekonomi dan kesehatan tetap berjalan beriringan, hanya saja dalam penerapannya tidak seperti dulu," kata Masdalina saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (4/9).

Menurutnya, saat ini yang terpenting adalah monitoring dan evaluasi yang harus giat dilakukan pemerintah, seiring dengan upaya peningkatan pemeriksaan masif, penelusuran kontak erat pasien dan upaya isolasi yang baik.

Sebab, sampai saat ini menurutnya angka penambahan kasus corona di Indonesia belum bisa diketahui banyak-sedikitnya, karena jumlah pemeriksaan di beberapa daerah belum mencapai standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Pemerintah harus evaluasi yang komprehensif serta respons yang ekstra," ujarnya.

Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian turut menyatakan, penerapan PSBB total akan mengganggu kegiatan perekonomian. Menurut Donny, penerapan PSBB yang tepat saat ini adalah PSBB transisi atau PSBB dengan pelonggaran yang sudah mulai berjalan di sejumlah daerah.

Sementara itu, kasus konfirmasi positif Covid-19 berdasarkan data terakhir, per Kamis (3/9) mengalami penambahan sebanyak 3.622 kasus. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak kasus Covid-19 diumumkan pada Maret lalu.

Selain itu, pada Agustus lalu, tambahan kasus positif berkisar antara angka 1.000-3.000 kasus. Rekor tambahan kasus positif pada Agustus yakni 29 Agustus sebanyak 3.308 kasus. Dalam satu bulan itu, terdapat 66.420 kasus.

Secara kumulatif, kasus positif Covid-19 berjumlah 184.268 kasus, sebanyak 24,1 persen atau 44.463 kasus aktif yang masih membutuhkan perawatan, 71,7 persennya sembuh sebanyak 132.055, dan 4,2 persen atau 7.750 meninggal dunia.

(khr/pmg)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3h0GSgV

September 05, 2020 at 10:03AM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Epidemiolog: Fokus Pemerintah Kendalikan Pandemi Berbahaya"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.