Dracula, dari Folklor Vampir Menjadi Imaji Budaya Pop

Jakarta, CNN Indonesia --

Sebagai salah satu karakter horor populer, drakula sudah banyak dikenal masyarakat dengan penggambaran yang sama: pria dengan jubah hitam, bertaring, memiliki tatapan tajam, dan mengincar darah perempuan.

Namun penggambaran itu sendiri sejatinya adalah fiksional belaka. Citra drakula yang kebanyakan bersemayam dalam benak masyarakat adalah berdasarkan imaji Bram Stoker lewat novelnya yang rilis pada 1897, Dracula.

Buku tersebut hit pada zamannya dan kerap menjadi sumber imajinasi Hollywood untuk mengangkatnya dalam bentuk layar lebar.


Baik Stoker maupun Hollywood memiliki citra dramatis akan sosok drakula. Ia adalah bangsawan yang mengincar darah manusia, pemuja setan, dan memiliki kelemahan terhadap bawang putih, atau salib. Citra itu kemudian tertanam dalam benak generasi demi generasi.

Asal Mula "Dracula"

Meski sejatinya adalah karakter fiksi, drakula dibuat berdasarkan sosok yang pernah hidup di muka Bumi. Ia diyakini adalah Vlad The Impaler.

Vlad The Impaler alias Vlad III atau Pangeran Wallachia merupakan sosok legendaris yang dikenang oleh masyarakat Transylvania, atau Rumania saat ini, sebagai penguasa yang kejam.

Vlad the ImpalerVlad The Impaler alias Vlad III atau Pangeran Wallachia merupakan sosok legendaris yang dikenang oleh masyarakat Transylvania, atau Rumania saat ini, sebagai penguasa yang kejam. (neuramagazine.com via Wikimedia Commons (CC-PD-Mark))

Vlad mendapatkan julukan "dracula" karena ia merupakan anak dari Vlad II yang merupakan anggota dari Ordo Naga dan mendapatkan julukan Vlad "Dracul". Karena Vlad III merupakan anak Vlad Dracul, sehingga ia dikenal sebagai Vlad Dracula.

Menariknya, "drac" alias "naga" dalam bahasa Rumania modern juga bisa diartikan sebagai iblis. Hal itu yang kemudian mendasari penggambaran sosok drakula sebagai makhluk kuasa gelap dalam buku Bram Stoker.

"Dalam bahasa Wallachia, 'dracula' berarti setan," tulis Stoker dalam catatan kecilnya, dikutip dari Live Science.

Vlad Dracula pun dikenal memiliki riwayat sebagai penyiksa para musuhnya yang kalah. Kala itu, ia merupakan musuh dari Kesultanan Ottoman dan kerap menyiksa para tawanannya, bahkan konon pernah meminum darah musuhnya sendiri.

Namun jauh sebelum novel Dracula dibuat, konsep tentang makhluk penghisap darah atau pemakan daging manusia sesungguhnya telah diceritakan dalam mitologi dan cerita rakyat banyak negara sejak berabad-abad silam.

Heritage Daily mencatat konsep soal makhluk penghisap darah manusia ada pada cerita masyarakat Yahudi di Talmud Babilonia yang memunculkan sosok Lilith pada 300-500 Masehi.

Lilith digambarkan sebagai iblis yang mencuri bayi di malam hari dan meminum darah mereka. Kisah Lilith juga muncul sebagai istri pertama Adam dalam Alphabet of Sirach yang ditulis pada 700-100 Masehi.

Baru pada abad ke-17 dan 18, folklor soal makhluk penghisap darah tersebut kemudian dikenal sebagai vampir dan dikisahkan dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi di kalangan masyarakat Eropa.

Bram StokerKarya sastra yang amat diyakini memengaruhi pandangan Bram Stoker membuat Dracula adalah buku The Land Beyond the Forest (1890) dan esai Transylvania Superstitions karya Emily Gerard yang mengenalkan Stoker dengan kata "Nosferatu". (Via Wikimedia Commons (CC-PD-Mark))

Dalam folklor masyarakat Eropa, vampir digambarkan sebagai makhluk jahat, korban bunuh diri, penyihir, mayat yang dikuasai oleh roh jahat, atau korban dari vampir yang membuat mereka ikut menjadi vampir.

Histeria inilah yang kemudian berkembang menjadi sejumlah karya seni sastra berupa sajak atau puisi yang mengisahkan soal vampir, seperti The Vampire (1748) oleh Heinrich August Ossenfelder atau The Vampyre (1819) karya John Polidori.

Karya-karya sastra soal vampir itu yang kemudian diyakini ikut menyumbang ide untuk Bram Stoker menciptakan karakter drakula.

Meski begitu, karya sastra yang amat diyakini memengaruhi pandangan Bram Stoker adalah buku The Land Beyond the Forest (1890) dan esai Transylvania Superstitions karya Emily Gerard yang mengenalkan Stoker dengan kata "Nosferatu".

'Evolusi' Drakula

Jika kini drakula sering digambarkan sebagai bangsawan yang seksi, misterius, dan sangat anggun seperti yang sering muncul dalam film Hollywood, Count Dracula asli ciptaan Bram Stoker sama sekali tidak seperti itu.

NPR menyebut, beberapa teori mengatakan gambaran awal drakula dari Stoker adalah seperti idolanya, Walt Whitman, yakni berkumis tebal, hidung besar, dan rambut putih.

Namun akhirnya Stoker menggambarkan Count Dracula dengan sosok yang sangat pucat, memiliki gigi tajam, telinga lancip.

Banyak hal terjadi ketika Stoker sedang mengerjakan Dracula pada pergantian abad ke-19, mulai dari perkembangan Darwinisme, pembunuhan besar-besaran oleh Jack the Ripper di Inggris, serta penyetaraan peran perempuan.

Dracula (1931)Bela Lugosi sebagai Dracula dalam film Dracula (1931) didandani dengan rambut yang disisir amat rapi ke belakang, mantel, juga medali.: (dok. Universal Pictures via IMDb)

Kemunculan drakula karya Stoker berhubungan dengan semuanya. Sehingga secara bertahap drakula menjadi karya penting dan berpengaruh dalam literatur horor.

Pada 1920-an hingga 1930-an, karakter Count Dracula yang jahat, memiliki kekuatan dan kekuasaan, mengancam namun juga memikat, membuat karakter tersebut 'disamakan' dengan kelas bangsawan Eropa Timur.

Hal itu terlihat dari gaya yang dibawakan oleh Bela Lugosi kala memerankan Count Dracula pada 1931. Ia menjadi aktor film pertama yang secara nyata membawa karakter Count Dracula dalam layar lebar.

Lugosi sebagai Dracula kala itu didandani dengan rambut yang disisir amat rapi ke belakang, mantel, juga medali. Gaya ini yang kemudian berkembang menjadi standar abadi untuk karakter drakula, bahkan hingga kini.

Kala itu, Lugosi mendapatkan US$3 ribu untuk peran tersebut. Hingga kini, nama Bela Lugosi dipastikan selalu melekat ketika membicarakan drakula berkat kepiawaian aktingnya terutama dalam film horor.

Namun dalam beberapa dekade terakhir, sosok drakula klasik ala Bela Lugosi mulai menghilang dalam perkembangan budaya pop. Hal itu bermula pada 2004 ketika Richard Roxburgh memainkan karakter Count dalam Van Helsing.

Evolusi akan penggambaran drakula dan vampir pun terus berubah seiring dengan perkembangan zaman juga perfilman. Seperti dalam film dan serial True Blood serta Twilight yang menggambarkan sosok tersebut memiliki daya pikat sensual di mata manusia namun terasa lebih modern.

(chri/end)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/3j6Nf3d

October 18, 2020 at 09:55AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Dracula, dari Folklor Vampir Menjadi Imaji Budaya Pop"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.