Mencari Sumber Pemicu Pungli dalam Penyaluran Bansos Covid-19

Jakarta, CNN Indonesia --

Distribusi bantuan sosial (Bansos) di masa pandemi covid-19 tak kunjung lepas dari masalah. Belum selesai persoalan basis data calon penerima yang usang hingga tumpang-tindih, kini masalah pungutan liar (pungli) mengemuka dalam proses penyaluran bantuan.

Adalah ICW yang mengungkap masalah itu. Hasil pemantauan mereka  terhadap proses distribusi bansos menunjukkan terjadinya dugaan penyimpangan tersebut di 13 daerah.

Dari 239 aduan yang masuk, pemotongan bantuan atau pungli sebesar Rp10 ribu-Rp300 ribu menjadi kasus terbanyak, dengan persentase 19,25 persen.


Berkaitan dengan masalah ini, DKI Jakarta menjadi daerah dengan rapor terburuk dengan total 41 aduan atau terbanyak dibandingkan daerah lainnya .

Hal tersebut diungkapkan peneliti ICW Dewi Anggraeni dalam Diskusi Publik 'Launching Hasil Survei Distribusi Bantuan Sosial Untuk Penyandang Disabilitas di DKI Jakarta' pada Selasa (1/12).

"Banyak masalah terkait pendataan dan distribusi bansos yang mengemuka, mulai dari bansos yang tidak tepat sasaran, adanya pemotongan, tidak sesuai kebutuhan, dan kami menemukan adanya pungli," ujarnya.

Ironisnya kata ICW, penyimpangan diduga banyak dilakukan oleh oknum di level RT/RW yang notabene paling tahu kondisi warga terdampak pandemi.

[Gambas:Video CNN]

Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengaku telah menerima laporan tersebut. Tak hanya itu, pihaknya juga sudah melakukan investigasi hingga dan bahkan menjatuhkan sanksi ke pelakunya.

"Bansos sembako dipastikan bisa sampai harusnya cuma kalau sudah lewat RT/RW. Nah, ini kemungkinan ada oknum RT/RW yang membagikan tidak sama rata atau mendistribusikan tidak amanah," jelasnya.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan mengatakan praktik pungli memang sulit dihindari dalam proses penyaluran bansos.

Ini bisa terjadi karena bantuan tak langsung sampai ke tangan penerima, melainkan melalui sejumlah tahapan mulai dari tingkat kecamatan hingga RT.

Di sisi lain, bentuk bantuan yang berupa sembako juga berpotensi memunculkan penyimpangan lain seperti pemotongan beberapa komponen, seperti minyak hingga obat-obatan.

Karena itu lah, kata Misbah, hasil survei yang dilakukan FITRA menunjukkan warga Jakarta lebih menghendaki bantuan diubah dalam bentuk tunai seperti subsidi upah hingga bantuan presiden (Banpres) produktif untuk UMKM yang langsung ditransfer ke penerima.

"Dari hasil audit sosial tentang bansos yang dilakukan oleh Seknas Fitra dan koalisi, warga Jakarta lebih memilih bantuan berupa uang tunai yang ditransfer melalui rekening penerima," tuturnya kepada CNNIndonesia.com.

Tak hanya masalah pungli, bansos sembako juga dianggap lebih kecil nilainya dibandingkan bantuan langsung tunai (BLT). Ada pula anggapan bahwa pemberian bantuan berupa sembako hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu seperti pemasok sembako besar.

"Justru yang diuntungkan penyedia/pemasok sembako besar. Warung-warung kelontong atau UMKM tidak mendapat manfaat dari perputaran uang bantuan," jelasnya.

Selain mengubah bentuk sembako menjadi BLT, menurut Misbah, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah praktik pungli dalam distribusi bansos. Salah satunya, melibatkan warga dalam proses pengawasan bantuan.

Nantinya, warga bisa membentuk posko pengaduan di tingkat kelurahan untuk menampung dan mengelola pengaduan bila ada masalah. Keterlibatan warga secara sukarela juga penting mengingat terbatasnya jumlah tim yang dimiliki Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).

"Tindak lanjut pengaduannya bisa langsung ke Saber Pungli, atau ke portal jaga bansosnya KPK. Nah, yang memfasilitasi posko pengaduan yang dikelola kelompok warga tadi di tingkat kelurahan," ucap Misbah.

Anggota Tim Pantau Distribusi Bantuan Sosial dari ICW, Almas Sjafrina mendesak adanya pembenahan agar proses penyaluran bansos menjadi lebih optimal.

Langkah pertama, meningkatkan transparansi data dan sosialisasi penyaluran bansos kepada masyarakat. Jangan sampai bantuan jadi disalahgunakan karena minimnya keterbukaan informasi kepada publik.

Soalnya, selain pendistribusian bansos yang bermasalah, informasi bansos belum merata. Beberapa masyarakat mengaku tidak mengetahui adanya kanal pengaduan bansos.

"Bahkan ada yang belum tahu alasan pemberian bansos dari pemerintah," ungkapnya.

ICW sendiri memantau pendistribusian bansos sejak 2 Juni 2020 di beberapa kota seperti Aceh, Medan, Palembang, DKI Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bali, Manado, Makassar, Kendari dan Tangerang. Mereka juga membuka posko pengaduan melalui whatsapp, website, e-mail dan pesan SMS.

Sementara saat ini, mereka masih mendalami sekitar 10 ribu-20 ribu dugaan pungli bansos di DKI Jakarta.

"Ada dugaan kalau jumlah bansos yang diterima utuh, berarti itu punglinya lebih besar karena mereka harus bayar" pungkasnya.

(agt)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2VrNHQj

December 03, 2020 at 08:06AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Mencari Sumber Pemicu Pungli dalam Penyaluran Bansos Covid-19"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.