Namun, watak SBY dan juga Partai Demokrat yang 'cinta damai' menghambat mereka berkonfrontasi secara militan dengan Pemerintah. Terlebih, ada dosa-dosa masa lalu yang menyandera.
Sebelumnya, Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai SBY bisa mengisi kekosongan kepemimpinan kelompok oposisi bagi Jokowi.
Langkah awalnya adalah desakan Demokrat dalam hal pembentukan panitia khusus (pansus) kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya di DPR. Menurut Ray, kejelasan dalam beroposisi akan menguntungkan Partai Demokrat karena akan jadi pusat perhatian. Terlebih, sejumlah kebijakan Jokowi saat ini sedang tak disukai kelompok intelektual, buruh, pegiat HAM, dan LSM.
Partai Demokrat saat ini bersama PKS dan PAN berada di luar pemerintahan. Partai-partai koalisi pemerintah terdiri dari PDI-Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, PKB, PPP, hingga Partai Gerindra yang bergabung belakangan.
Namun demikian, peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati berpendapat SBY masih belum tegas dalam mengambil sikap sebagai oposisi.
Hal ini tak lepas dari sejumlah faktor. Pertama, Demokrat masih berharap bisa masuk koalisi sambil menyiapkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) jika nantinya Jokowi melakukan perombakan kabinet atau reshuffle.
Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen
|
"Demokrat ini secara tradisi belum punya kultur partai oposisi yang kuat macam PDIP dan PKS yang keduanya punya massa militan dan loyal," kata Wasisto kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/2).
Ketiga, SBY atau Demokrat memiliki 'dosa politik' masa lalu berupa kasus hukum ketika berkuasa sejak 2004-2014. Misalnya, dikaitkan dalam kasus bail-out Bank Century dan kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor.
"Tentu Demokrat tidak mau kasus-kasus itu diungkit kembali sehingga partai ini cenderung bersikap pacifist (suka damai) terhadap Jokowi," ujarnya.
Pendekatan LunakPengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Bakir Ihsan menilai Demokrat selama ini sangat didikte oleh SBY. Sementara, karakter politik SBY lebih mengedepankan pada aspek soft power dan kerap menghindari konfrontasi langsung.
"Bagaimana sikap oposisi itu diaktulisasikan? Saya kira SBY punya karakter watak yang lebih mengedepankan soft power, yang mencoba melihat persoalan secara komprehensif," ujar dia.
Sekeras-kerasnya dalam mengkritik pemerintahan Jokowi, kata Bakir, SBY maupun Demokrat tetap mengedepankan pendekatan lunak. Sikap Demokrat ini, menurutnya, akan terus sejalan dengan karakter atau watak SBY itu.
[Gambas:Video CNN]
"Jadi terhadap [kasus] Jiwasraya pasti kritis dalam melakukan itu. Tapi tidak kemudian sebagaimana [partai] yang lainnya dilakukan secara konfrontatif," tutur dia.
Baginya, karakter SBY itu akan memunculkan kesan negatif dari masyarakat. SBY, katanya, bakal terkesan lamban dan tidak tegas.
Namun demikian, ujarnya, yang paling penting adalah isi dan konsistensi kritik dari SBY serta Demokrat terhadap Jokowi.
"Sikap kritis yang solutif, yang tegas, tapi juga konstruktif, itu yang sangat dipentingkan, bukan hanya sekedar berbeda atau di luar pemerintahan, tapi apa yang bisa ditawarkan. Sehingga masyarakat bisa menemukan sesuatu yang baru dari sikap oposisi itu," tutupnya.
(fra/arh)
https://ift.tt/2GSBOLJ
February 05, 2020 at 03:26PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ragu-ragu Oposisi SBY, Antara Watak dan Dosa Masa Lalu"
Posting Komentar