Guna menghindari hal sama berulang, maka Satgas Pangan Polri meminta kepada pengelola ritel agar pembelian bahan pokok dibatasi. Pembatasan ini juga bertujuan mencegah pelaku spekulan di pasar.
Terdapat empat bahan pokok yang penjualannya mereka minta batasi, yakni beras maksimal 10 kilogram (kg), gula 2 kg, minyak goreng 4 liter, dan mie instan sebanyak dua dus. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai kebijakan tersebut sudah tepat.
Sebab, Badan Intelijen Negara (BIN) memprediksi puncak penyebaran (outbreak) pandemi itu berlangsung pada Mei atau bertepatan dengan Ramadan 1441 Hijriah. Karenanya, dibutuhkan pengaturan pasokan bahan pokok sedari sekarang. Namun demikian, ia menuturkan pelaksanaan pembatasan pembelian butuh strategi agar berjalan efektif. Jika tidak, maka hal tersebut hanya akan menjadi imbauan semata.
"Kebijakan tersebut tepat dalam rangka untuk menghindari panic buying dan menjaga stok pasokan. Permasalahannya adalah bagaimana apabila masyarakat double buying (membeli dua kali) di tempat lain?" katanya kepada CNNIndonesia.com.
Ia menilai double buying dapat diantisipasi melalui kerja sama dengan pengelola toko ritel modern.
Pengelola dapat membatasi pembelian dengan memanfaatkan kartu keanggotaan jaringan ritel modern. Setiap pembeli, lanjutnya, perlu menyerahkan kartu keanggotaan. Dari kartu keanggotaan itulah kemudian pembelian direkam dan di data.
"Seharusnya double buying tidak perlu terjadi apabila pembeli memiliki kartu anggota jaringan ritel tertentu. Tinggal di-trace berapa barang kebutuhan pokok yang sudah dibeli hari ini," paparnya.
Sementara itu, pembeli yang tidak memiliki kartu jaringan ritel akan mendapatkan tanda, seperti tinta pada saat Pemilihan Umum (Pemilu). Upaya sederhana tersebut dapat dilakukan guna memastikan masyarakat membeli sesuai dengan batasnya.
Rusli mengatakan pengaturan pembatasan pembelian di pasar tradisional lebih rumit. Pasalnya, pasar tradisional tidak memiliki sistem layaknya ritel modern.
Akan tetapi, hal ini dapat disiasati dengan pemberian tanda menggunakan tinta. Ia menuturkan efektivitas pembatasan pembelian bahan pokok ini juga membutuhkan partisipasi dari pembeli dan pedagang.
Pengamat Pertanian Khudori menambahkan pembatasan pembelian ini sulit berjalan efektif lantaran pengawasannya cukup rumit. "Siapa yang mengawasi dan untuk wilayah seluas negara kita pasti sesuatu yang tidak mudah," katanya.
Ia menuturkan pembatasan pembelian sulit diterapkan pada pasar tradisional. Pembatasan hanya mungkin berlaku pada ritel modern. Sepakat dengan Rusli, ia menilai Polri dan Satgas Pangan perlu mengajak serta Aprindo terkait pengawasan pembatasan pembelian.Jamin Pasokan
Menurut Khudori, hal terpenting dalam pembatasan pembelian adalah jaminan ketersediaan pasokan oleh pemerintah. Dengan demikian, warga tidak cemas akan kekurangan bahan pokok maupun lonjakan harga karena kelangkaan barang.
"Pemerintah lewat Kementerian Perdagangan harus sering bilang ke publik jika stok aman, tapi harus betul-betul dipastikan pasokan aman, jangan hanya ngomong aman ternyata tidak," ucapnya.
Ia justru mengaku khawatir masyarakat mengartikan pembatasan pembelian bahwa stok bahan pokok menipis. Kondisi ini, lanjut dia, malah berbahaya karena dapat menimbulkan efek psikologis hingga panic buying.
Terlebih dengan imbauan kerja dari rumah, sementara pertambahan pasien positif virus corona terus bertambah, maka orang cenderung lebih berjaga-jaga.
"Saya kira di situasi ini, selain memasifkan informasi tentang covid-19, pemerintah harus jamin pasokan aman, jadi tidak perlu panik harga tidak melonjak tinggi. Ini harus benar-benar di-back-up kalau tidak malah jadi bumerang," ujarnya.
Ia mencontohkan stok gula pasir di distributor sesuai dengan informasi Kementerian Perdagangan yakni 159 ribu ton. Khudori menilai stok tersebut sudah sangat tipis.
Seharusnya, kata dia, pemerintah sudah menerbitkan izin impor sedari lama. Maklum, proses impor dalam kondisi normal adalah 1,5 bulan.
Sedangkan pemerintah baru mengeluarkan izin impor pada Maret ini. Terbukti saat ini, di beberapa toko ritel modern telah mengalami penurunan stok gula pasir.Menurutnya, , jika pemerintah tidak menghitung secara cermat stok bahan pokok terutama jelang Ramadan, maka dampaknya besar dan sulit diprediksi.
"Apalagi situasi begini pasti akan ada pemeriksaan yang jauh lebih ketat di pelabuhan, sehingga kemungkinan akan menambah durasi impor lagi," tutur dia.
Rusli menambahkan pemerintah hendaknya memprioritaskan pembatasan pembelian bahan pokok yang sifatnya tahan lama. Sebab, bahan pokok jenis itu cenderung diburu oleh masyarakat, ketimbang yang mudah busuk.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting terdapat 11 bahan pokok. Meliputi, beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabai, dan bawang merah.Kemudian kelompok bahan pokok hasil industri antara lain, gula, minyak goreng, dan tepung terigu. Lalu, bahan pokok hasil peternakan seperti daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan ikan segar.
Dari 11 bahan pokok tersebut, pemerintah baru membatasi pembelian beras, gula, dan minyak. Ia menilai pembatasan pembelian untuk barang pokok lainnya belum dibutuhkan karena sifatnya yang cenderung mudah busuk, sehingga masyarakat tak bisa menyimpan dalam jumlah banyak.
"Kalau yang ini barang yang tahan lama, tidak mudah busuk. Kalau yang lainnya, saya rasa tidak perlu karena lainnya mudah busuk," tuturnya.
(agt)https://ift.tt/2UhZqQa
March 18, 2020 at 09:41AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Corona, Ramadan dan Dua Dus Mi Instan dalam Incaran"
Posting Komentar