
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup tertekan pada penutupan pekan pertama September di level 5.239 atau terkoreksi 2 persen sepanjang perdagangan pekan lalu.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony memprediksikan tren negatif masih akan terjadi pada perdagangan pekan ini. Pasalnya, belum ada katalis pendongkrak pasar.
Rilis data perkonomian pun tak menggembirakan. Lihat saja rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menunjukkan pertumbuhan negatif atau deflasi dua bulan belakangan.
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi pada Juli 2020 sebesar minus 0,10 persen secara bulanan (month-to-month/mtm), lanjut deflasi pada Agustus sebesar 0,05 persen.
Selain itu, Chris menilai koreksi juga dipicu oleh kondisi pasar yang telah mencapai titik jenuh beli (overbought). Sehingga, kemungkinan akan terjadi pembalikan arah gerak.
"Indonesia masih mencatatkan deflasi, serta teknikal koreksi di mana IHSG cenderung naik sejak April. Sehingga wajar saja jika September ini mengalami koreksi," katanya kepaca CNNIndonesia.com, Senin (7/9).
Setali tiga uang, sentimen global yang juga tengah dirundung 'mendung'. Pada penutupan perdagangan minggu lalu, saham-saham utama Wall Street seperti Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq ditutup merah. Investor mulai menjual saham karena valuasi dinilai terlalu tinggi.
Untuk diketahui, Indeks Nasdaq naik lebih dari 80 persen sejak posisi terendah pada Maret 2020, sedangkan indeks S&P 500 serta Dow Jones juga telah naik lebih dari 60 persen.
"Juga, dilihat dari data tenaga kerja AS yang cenderung di bawah prediksi sehingga menyebabkan aksi profit taking (ambil untung) di pasar belakangan ini," lanjut Chris.
Oleh karena itu, ia mengingatkan pelaku pasar untuk ekstra hati-hati. Sebaiknya, hindari saham-saham yang tak memiliki rekor baik.
Amannya, pantau saham-saham yang memiliki kinerja baik atau bluechip. Pasalnya, saham-saham yang berkinerja baik lah yang bakal bertahan di kala rawan koreksi.
"Hati-hati dengan perusahaan yang mempunyai kinerja kurang baik dan sedang dalam fase turun. Sebaiknya dihindari terlebih dahulu. Manfaat kesempatan September ini untuk kembali rebalancing portofolio," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan jika terjadi koreksi wajar pada perusahaan berkapitalisasi besar, keadaan dapat dijadikan kesempatan untuk akumulasi beli.
Selain itu, Chris menilai perusahaan yang bergerak di lini usaha kelapa sawit (crude palm oil/CPO) menarik untuk diperhatikan. Lantaran, CPO tengah naik harga.
Sepanjang 2020, berbagai perusahaan CPO berhasil mencetak laba melebihi tahun sebelumnya.
Ia memperkirakan, sepanjang tahun ini, emiten CPO berpeluang mendulang untung. Salah satunya, PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP).
Pada kuartal I 2020, LSIP mencatatkan kenaikan laba bersih meski kinerja penjualan turun cukup signifikan. Peningkatan laba bersih ditopang penurunan beban, kenaikan rata-rata harga jual kelapa sawit, serta selisih kurs.
Penjualan LSIP tercatat sebesar Rp810,01 miliar, turun 12,7 persen pada kuartal I 2020 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Penurunan penjualan ini seiring dengan pengurangan produksi dan volume jual yang dialami perusahaan sepanjang kuartal I 2020.
Sementara, laba bersih perusahaan melonjak 109,8 persen dari Rp38,62 miliar pada kuartal I 2019 menjadi Rp81,04 miliar pada kuartal I 2020.
Untuk jangka pendek, ia merekomendasikan beli dengan target harga Rp1.200 dari harga penutupan Jumat lalu di level 1.040.
Saham-saham kelas dua (second liner) lainnya yang menurut Chris menarik layak untuk dipantau adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST), dan PT Bank Bukopin Tbk (BBKP). Tapi, ia tak menetapkan harga target terhadap emiten-emiten tersebut.
"(Saham-saham) ini masih cenderung menarik sekali karena trennya yang masih naik. Serta dibantu dengan prospek yang baik kedepannya," katanya.
Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo menyebut volatilitas indeks pekan ini cukup tinggi. Sementara para pelaku saham mencari alternatif transaksi.
Ia mengatakan perusahaan yang bergerak di sektor komoditas dapat dijadikan pilihan. Karena, harga komoditas seperti nikel, timah, baja, platinum, perak, dan CPO tengah mengalami kenaikan.
Selain itu, dia juga merekomendasikan perusahaan di sektor pertambangan seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Untuk ADRO, ia menargetkan di posisi 1.265. Sedangkan, untuk PTBA, target dibanderol di level 2.205. Ada pun ITMG direkomendasikan jual di posisi area 8.925.
(agt)https://ift.tt/2ZfK7Lj
September 07, 2020 at 07:06AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pilihan Saham Aman Kala Pasar Dihantui Tren Koreksi"
Posting Komentar