Pengusaha menilai perjalanan panjang pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) belum selesai. Pasalnya, aturan pelaksana yang merupakan kunci dari penerapan beleid sapu jagat itu belum diterbitkan.
Ketua Komite Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial untuk Upah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Aloysius Budi Santoso mengatakan UU Ciptaker tak dapat berdiri sendiri tanpa aturan turunan yang berupa peraturan pemerintah (pp).
Dia menjelaskan bahwa, karena keterbatasan, hanya pasal-pasal penting saja yang dicantumkan dalam UU Ciptaker. Sisanya, akan didetailkan dalam turunannya berupa peraturan pemerintah.
Ia menilai banyak terjadi kesalahpahaman karena banyaknya hak-hak buruh yang sebetulnya masih diatur dalam UU Ketenagakerjaan seolah dihapuskan karena tak tercantum dalam UU Ciptaker.
"Makanya beberapa turunannya berupa PP yang masih menjadi PR besar 1-2 bulan ini dan pemerintah harus bisa mewujudkannya, kalau PP enggak jadi maka UU ini tidak bisa berjalan karena banyak regulasinya diturunkan ke bawah," ungkap dia.
Lebih lanjut, dia mencontohkan soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang oleh kaum buruh dipermasalahkan karena dianggap kontrak kerja dapat diperpanjang seumur hidup.
Sebetulnya, lanjut dia, tak benar pengusaha dapat mengontrak pekerja seumur hidup di seluruh sektor. Nantinya, akan ada PP yang mengatur lebih lanjut soal jenis, sifat, kegiatan, dan waktu dalam PKWT.
Malah, ia menyebut dalam UU Ciptaker, pekerja akan mendapatkan uang kompensasi yang sebelumnya tidak diatur dalam UU 13/2003. Besarannya nanti akan diatur lebih lanjut dalam PP.
"Jadi saya menegaskan kembali bahwa kontrak tetap tidak buat semuanya, untuk hal tertentu. Waktunya kami harap bisa lebih panjang, enggak terlalu terbatas seperti sekarang, tapi masih ada pp yang harus diperjuangkan dan kami harus kompensasi untuk pekerja kontrak, itu yang lebih penting dari PKWT," jelas dia.
Kemudian, ia juga menekankan bahwa pasal-pasal yang tidak dicantumkan bukan berarti ketentuan dihilangkan. Melainkan, masih menggunakan turunan UU Ketenagakerjaan. Contohnya, absennya pasal 80 hingga 85 UU Ketenagakerjaan dalam UU Ciptaker tak berarti hak-hak pekerja dalam pasal tersebut dihapuskan.
Contoh lainnya, soal cuti haid dan melahirkan yang tidak dicantumkan dalam UU Ciptaker namun hak perempuan akan kebutuhannya masih dijamin lewat UU 13/2003.
"Kalau tidak ada di UU Ciptakerja maka masih berlaku di UU Ketenagakerjaan. Jadi pasal 80-85 masih berlaku. Pengusaha tetap harus berikan hak ke karyawan untuk haid, melahirkan dst," pungkas dia.
(wel)https://ift.tt/30Ow7ZI
October 10, 2020 at 06:43AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengusaha Nantikan Aturan Turunan UU Cipta Kerja"
Posting Komentar