Perang Lawan Rentenir dengan Perluas Akses Keuangan

Jakarta, CNN Indonesia --

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah berperang melawan rentenir yang merugikan masyarakat. Salah satunya, melalui peningkatan inklusi keuangan oleh Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).

TPAKD merupakan forum koordinasi antar instansi dan stakeholders untuk meningkatkan dan mempercepat akses keuangan di daerah. Tujuan pembentukannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan. Setiap TPAKD memiliki program masing-masing menyesuaikan dengan kondisi di wilayahnya.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan TPAKD meluncurkan fasilitas kredit bank dengan proses cepat dan berbiaya rendah. Hingga saat ini, kredit tersebut telah disalurkan sebesar Rp588,97 miliar kepada 48.745 debitur.


"Targetnya adalah masyarakat jangan pinjam lagi ke rentenir, jangan ada lagi masyarakat yang terjebak dengan bunga tingginya rentenir," ujarnya dalam video conference, Senin (7/12).

Pengamat Perbankan Binus University Doddy Ariefianto menilai tujuan pembentukan TPAKD sudah bagus. Namun, ia menilai TPAKD perlu meningkatkan sosialisasi sehingga programnya bisa dikenal oleh masyarakat.

"Kalau semangatnya bagus, kita harus apresiasi, cuma level teknisnya perlu sosialisasi dan pelaksanaan di lapangan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Selain itu, tantangan TPAKD di lapangan adalah meyakinkan bank untuk menyalurkan kredit khususnya di tengah kondisi pandemi covid-19. Pasalnya, bank masih melihat risiko tinggi akibat ketidakpastian pandemi covid-19.

"Bank tidak bisa hanya dengan diimbau saja, karena mereka tidak mau salurkan kalau risiko besar," katanya.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan rentenir yang berani mengambil risiko besar. Sebab, rentenir mematok bunga tinggi sehingga nilai yang harus dilunasi peminjam jauh di atas besaran pokok pinjaman.

"Kalau rentenir berani beri bunga 200 persen, misal memberi kredit Rp1 juta. Tidak balik pokoknya tidak apa-apa, karena bunga sudah tutup. Kalau bank kan tidak mau karena bank bunganya masih reasonable," ucapnya.

Menurutnya, praktik rentenir masih terjadi serta menyasar masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan finansial perbankan alias unbankable. Ia mengungkapkan kondisi unbankable tersebut disebabkan masyarakat tidak mempunyai profesi tetap alias kerja serabutan.

Selain itu, mereka tidak memiliki collateral atau agunan untuk jaminan kredit seperti tanah, rumah, mobil, kendaraan, dan sebagainya.

Bank Indonesia (BI) sendiri mencatat sebanyak 91,3 juta masyarakat masih unbankable hingga saat ini. Selain masyarakat unbankable, ada pula 62,9 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang belum terhubung dengan lembaga pembiayaan dan perbankan.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai TPAKD bisa mengurangi praktik rentenir kepada masyarakat unbankable. Namun, TPAKD harus menggunakan pola pendekatan khusus kepada masyarakat unbankable lantaran kelompok ini cenderung menghindari persyaratan dan administrasi rumit.

"Makanya perlu sosialisasi, literasi terkait dengan fungsi TPAKD. Orang pinjam itu kan masalah nyaman dan tidak nyaman, ini mungkin harus melihat pola rentenir, cara pendekatannya ke masyarakat bagaimana membuat masyarakat lebih nyaman meskipun mereka keluar duit lebih banyak," jelasnya.

Namun, Aviliani mengatakan pemerintah maupun OJK harus berhati-hati mendorong bank menyalurkan kredit di tengah pandemi. Alasannya, sisi permintaan belum pulih.

"Karena kondisinya belum ada permintaan, yang namanya suplai itu kalau memang ada demand otomatis mereka mencari jalan sendiri," katanya.

Jika tetap dipaksakan menyalurkan kredit, ia khawatir justru timbul kenaikan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) dalam jangka panjang. Meskipun, saat ini OJK memastikan NPL terjaga melalui program restrukturisasi kredit yakni sebesar 3,15 persen secara gross pada Oktober 2020, sedangkan NPL net 1,03 persen.

"Kalau terlalu banyak memberi kredit, akhirnya yang terjadi kredit macet. Sebab, persoalan bukan pada suplai tapi permintaan, tidak ada permintaan. Orang kredit buat apa, produksi tidak ada yang beli barang percuma saja, jadinya kredit macet," jelasnya.

Di sisi lain, pemerintah telah menyediakan sejumlah program bagi kalangan unbankable tersebut. Mulai dari Kredit Usaha Rakyat (KUR), bantuan presiden (Banpres) produktif dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp2,4 juta kepada 12 juta UMKM, dan sebagainya.

Belum lagi, golongan tersebut memiliki akses mudah kepada layanan keuangan digital atau financial technology (fintech). Data OJK mencatat akumulasi penyaluran pinjaman fintech secara nasional telah mencapai Rp137,66 triliun pada Oktober 2020, atau naik 102,44 persen (yoy).

Pinjaman itu disalurkan kepada 38,95 juta debitur di seluruh Indonesia. Sementara itu, outstanding pinjaman mencapai Rp13,24 triliun, atau naik 18,39 persen (yoy). OJK mencatat terdapat 155 fintech terdaftar dan berizin di Indonesia.

Jika bank didorong menyalurkan kredit kepada kalangan mikro yang unbankable tersebut, Aviliani mengaku khawatir terjadi penumpukan dari sisi suplai. Sementara, permintaan belum pulih sepenuhnya karena sektor usaha belum bangkit seperti sedia kala.

[Gambas:Video CNN]

"Kalau dipaksa lagi untuk ini (kredit) bahaya menurut saya, begitu. Bahaya kemudian hari, 2 tahun misalnya, baru kelihatan tidak ketagih, jadinya NPL," katanya.

Untuk diketahui, inisiasi pembentukan TPAKD diawali dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pertemuan Financial Executive Gathering (FEG) pada 2016. Selanjutnya, OJK bersama-sama Kementerian Dalam Negeri kemudian menindaklanjuti arahan tersebut dengan membentuk TPAKD di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.

Hingga saat ini, telah terbentuk 224 TPAKD, di mana 32 di antaranya berada di tingkat provinsi, sementara 193 lainnya di tingkat kabupaten/kota.

(sfr)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/36ZYszX

December 09, 2020 at 07:15AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Perang Lawan Rentenir dengan Perluas Akses Keuangan"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.