
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memberi sejumlah catatan bahwa operasi modifikasi cuaca (TMC/ Teknologi Modifikasi Cuaca) tak selalu efektif cegah hujan lebat yang bisa sebabkan banjir dan bahkan bisa membahayakan kondisi cuaca keseluruhan.
Tim Reaksi dan Analisis Kebencanaan Pusat Sains dan Teknologi Antariksa-Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Treak PSTA-LAPAN) melakukan analisis menggunakan Sadewa. Sadewa adalah aplikasi sistem peringatan dini atmosfer ekstrem berbasis satelit dan model atmosfer yang dikembangkan LAPAN.
Menurut LAPAN, TMC bisa tidak efektif mencegah hujan dan berbahaya jika terjadi cold pool. Mengutip jurnal Ilmu Atmosfer, cold pool adalah kantong dingin dari udara padat yang terbentuk saat hujan menguap selama curah hujan yang intens.
Pada 20 Februari lalu, LAPAN menyebut hujan lebat yang menyebabkan banjir besar di sejumlah wilayah di Jakarta dan Bekasi dihasilkan akibat mekanisme cool pool ini.
Saat itu, cool pool terjadi akibat adanya mekanisme yang mempercepat proses induksi pembentukan awan-awan baru dari hujan yang telah terjadi sebelumnya sehingga menghasilkan awan skala meso yang meliputi Jawa bagian barat.
Lantas, menurut LAPAN hujan yang disebabkan cool pool tidak efektif jika operasi TMC dilakukan pada sore hari sebelumnya di Lampung dan Selat Sunda untuk mencegah banjir.
"Tidak bisa dan bahkan berbahaya," seperti tertulis dalam keterangan resmi LAPAN, Senin (8/3).
LAPAN lantas membeberkan 3 alasan mengapa operasi TMC tak efektif cegah hujan dan bisa membahayakan kondisi cuaca secara keseluruhan saat terjadi cool pool.
- Proses di atmosfer sangat acak dan menganut hukum chaos. Gangguan kecil di atmosfer pada suatu lokasi dapat menyebabkan perubahan fatal kondisi atmosfer di lokasi lain karena atmosfer saling terhubung melalui sirkulasi yang bersifat regional bahkan global;
- Percepatan hujan dari awan konvektif justru dapat membangkitkan cold pool yang gerakannya acak ke segala arah dan dapat memicu aktivitas konvektif yang bersifat lebih meso atau meluas;
- Operasi TMC yang dilakukan pada saat angin mengalami penguatan atau konvergensi dapat memicu pembentukan rainband (pita hujan) yang terjadi lebih cepat atau bahkan dapat memicu pembentukan garis badai (squall line) yang efeknya dapat menjangkau wilayah yang jauh hingga ratusan kilometer dari lokasi TMC.
LAPAN juga menyebut pada periode 23 hingga 26 Februari menyebabkan pertumbuhan awan skala meso di laut alih-alih di darat.
Sehingga, pertumbuhan awan di sekitar Lampung, Selat Sunda, dan Jakarta pada periode ini lebih banyak dikontrol oleh sistem skala besar yang berasal dari aktivitas siklon tropis.
"Dengan demikian, operasi TMC yang dilakukan selama periode tersebut menjadi tidak efektif," jelas LAPAN lagi.
Sebelumnya, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menurunkan tim Teknologi Modifikasi Cuaca(TMC) hari ini, Rabu (24/2). TMC yang dilakukan untuk mencegah fenomena siklon tropis yang memicu tingginya curah hujan di wilayah Jabodetabek yang diprediksi sampai Kamis (25/2).
Saat itu, Siklon Tropis dikhawatirkan bergerak dari utara ke selatan pulau Jawa. Hal ini yang dapat berpotensi hujan ekstrem di atas 150 milimeter per hari di Jabodetabek. Fenomena siklon tropis diketahui bisa memicu gelombang tinggi perairan, hujan lebat yang disertai angin kencang di Jabodetabek.
Koordinator Lapangan TMC Dwipa W Soehoed, mengatakan metode TMC yang dilakukan dengan menyemai garam pada awan yang berpotensi hujan lebat. Dengan begitu pergerakan awan konvektif diharapkan tidak memasuki wilayah Jabodetabek.
(hyg/eks)https://ift.tt/3rvBybt
March 09, 2021 at 07:15AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "LAPAN: Bahaya Modifikasi Cuaca saat Tak Efektif Cegah Banjir"
Posting Komentar