
Tradisi Dugderan dimulai dari Halaman Balai Kota di Jalan Pemuda yang diisi dengan atraksi kesenian tradisional.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi yang berperan sebagai Tumenggung Aryo Purboningrat, Bupati Semarang tempo dulu, memukul bedug sebagai pertanda dimulainya pawai arak-arakan menuju Masjid Agung Kauman Semarang.
Pawai dipimpin oleh iring-iringan kereta kencana dan bendi, kemudian disusul peserta dari pelajar, kelompok masyarakat hingga komunitas. Tak ketinggalan, arak-arakan menyertakan replika bunga manggar dan hewan warak, yakni hewan yang memiliki bentuk kepala menyerupai naga, kaki menyerupai kambing dan tubuh menyerupai unta. Ini dianggap sebagai simbol akulturasi budaya Jawa, Arab dan China yang ada di Semarang.
Setelah menempuh jarak hampir 5 kilometer (km) selama 1 jam, Wali Kota Semarang dengan kereta kencana bersama rombongan tiba di Masjid Agung Kauman. Ia kemudian langsung diterima oleh sesepuh Ulama dan tokoh Masyarakat untuk melakukan prosesi pertemuan penentuan awal Ramadhan.
Tak berselang lama, hasil pertemuan diberitahukan kepada masyarakat yang disusul dengan pemukulan bedug dan penembakan meriam sebagai tanda bila esok hari sudah mulai berpuasa. Bunyi bedug "Dug", dan suara meriam "Der" inilah yang kemudian disebut sebagai Dugderan.
"Dugderan ini sebuah tradisi yang terus kita jaga dan lestarikan. Usia dugderan sudah lebih dari 2 abad, dan ini terus tertanam di jiwa, semangat dan budaya masyarakat Kota Semarang, tentunya kami Pemkot Semarang berterima kasih kepada warga", ungkap Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi di Masjid Agung Kauman Semarang, Sabtu (4/5).
Sesepuh Masjid Agung Kaufman KH.Hanif Ismail menjelaskan bila Dugderan yang memiliki makna pemberitahuan dimulainya bulan Ramadhan kini hanyalah sebuah prosesi budaya karena penentuan Ramadhan kini ditentukan oleh Pemerintah lewat sidang isbat.
"Tentunya ini kita menghormati tradisi dan budaya yang masih kental di masyarakat. Dimulainya Ramadhan, kita tetap menunggu pengumuman dari Pemerintah yang menggelar sidang isbat", terang Hanif.
Prosesi Dugderan ditutup dengan pembagian kue ganjel rel dan air khataman Al-Quran yang diperebutkan ribuan masyarakat karena dipercaya bisa membawa berkah.
Seminggu sebelum tradisi Dugderan, digelar Pasar Malam yang ditempatkan di kawasan Pasar Johar. Pasar ini menyuguhkan mainan anak-anak yang terbuat dari gerabah dan kuliner jaman dulu.
(dmr/lav)
http://bit.ly/2DQ1OXb
May 05, 2019 at 11:13AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sambut Bulan Ramadan, Semarang Gelar Ritual 'Dugderan'"
Posting Komentar