Sebelumnya, AHY menyebut susunan pengurus partainya untuk periode 2020-2025 adalah sosok-sosok muda.
"Rata-rata usia pengurus adalah 42 tahun, hampir sama dengan usia saya, dengan rentang usia termuda 22 tahun dan usia tertua 60 tahun," kata AHY, Rabu (15/4) melalui video di akun Instagram-nya.
AHY baru genap berusia 42 tahun pada Agustus. Sementara Sekretaris Jenderal Demokrat Teuku Riefky Harsya berusia 48 tahun. Adik AHY, Edhie Baskoro Yudhoyono (39), jadi Wakil Ketua Umum bersama lima tokoh muda lainnya. Bendahara Umum Renville Antonio pun baru berusia 43 tahun.
Tak ada nama politikus senior Demokrat seperti Syarief Hasan, Amir Syamsuddin, EE Mangindaan, dan Pramono Edhie Wibowo di jajaran pengurus harian Demokrat. Nama Hinca Pandjaitan yang periode sebelumnya jadi Sekjen, pun terlempar dari susunan pengurus.
Patron sekaligus tokoh sentral, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga besar kemungkinan tak lagi turun gelanggang dan hanya berada di balik layar Demokrat.
Selain itu, AHY juga merampingkan jumlah departemen struktur kepengurusan; dari semula 65 departemen menjadi 11 departemen untuk menyesuaikan dengan jumlah komisi di DPR.
SBY dinilai sudah lama berupaya melakukan regenerasi parpol, namun terganjal kasus-kasu hukum di era Anas Urbaningrum. (CNN Indonesia/Safir Makki)
|
Demokrat menurutnya mau tak mau harus bertransformasi setelah pamornya meredup dalam tahun-tahun terakhir atau saat SBY tak lagi jadi Presiden. Padahal, Demokrat pada Pemilu 2009 pernah jadi juara dengan perolehan 20,85 persen suara.
Suara Demokrat terus melorot usai 2009. Berada di urutan keempat pada Pemilu 2014 dengan perolehan suara 10,19 persen, Demokrat kembali melorot dengan menempati posisi tujuh di Pemilu 2019 dengan perolehan 7,77 persen suara.
Di 2019, Demokrat bahkan harus rela berada di bawah PKS, Partai NasDem, dan PKB. Lebih jauh lagi jika harus dibandingkan dengan suara Partai Golkar, Partai Gerindra dan PDIP, tiga besar pemenang Pemilu 2019.
Dua kali Pemilu jadi pecundang, mau tak mau Demokrat mesti berbenah di Pemilu 2004. Pemilih muda yang jadi mayoritas pemilih di 2004 jadi target utama."Pemilih indonesia di 2024 adalah pemilih-pemilih muda, akan didominasi oleh kalangan pemilih-pemilih muda. Kepengurusan itu harus menjawab politik di masa yang akan datang," kata Ujang saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (16/4).
"Kelihatannya komposisi kepengurusan yang diumumkan kemarin itu adalah yang mencerminkan daripada ingin menjawab tantangan tersebut," tambah dia.
Ujang mengatakan label 'muda' lewat regenerasi kepengurusan Demokrat merupakan taktik politik yang menjanjikan dan memang bisa dijual untuk mengikuti perkembangan jaman. Terlebih, partai politik lain masih berkutat sosok-sosok senior.
PSI sempat mengusung kepengurusan dan caleg-caleg muda di Pemilu 2019 namun gagal lolos ke DPR. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
|
Membandingkan dengan konsep 'muda' yang diusung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Pemilu 2019, Ujang meyakini transformasi 'muda' ala Demokrat akan jauh lebih matang dan tidak mudah untuk 'dijatuhkan' karena pengalamannya lebih panjang.
"PSI belum berpengalaman, kalau dalam konteks politik itu masih partai baru," kata Ujang.
"Demokrat ini kan sudah punya pengalaman, sudah pernah menjadi partai pemenang pemilu dan pernah berkuasa. Itu bisa jadi modal untuk bisa bersaing di 2024," imbuh dia.
Diketahui, pada Pileg 2019 PSI, yang menyasar pemilih milenial, hanya menduduki peringkat ke-12 dengan raihan 2.650.361 suara (1,89 persen). Hasil ini menjadikannya tak lolos ke DPR, meski bisa masuk ke sejumlah DPRD.
Kecelakaan Sejarah
Senada, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengamini bahwa struktur kepengurusan baru dari DPP Partai Demokrat tersebut merupakan cerminan transformasi dari generasi SBY ke AHY.
"Saya kira itu masuk akal saja apabila dilakukan peralihan generasi. Mengingat nanti 2024 akan ada pertarungan generasi baru dalam kompetensi pemilihan umum pasca-kepemimpinan Presiden Jokowi," kata dia, kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Djayadi, regenerasi tersebut seharusnya terjadi 10 tahun silam saat Anas Urbaningrum terpilih sebagai Ketua Umum. Terlebih, SBY pun sudah cukup lama memegang pucuk pimpinan.Saat itu, kata dia, momen perpindahan kepemimpinan dari SBY kepada wajah baru mestinya dapat maksimal menjelang Peilu 2014. Namun, kasus korupsi yang menjerat Anas, dan juga sejumlah kader Demokrat lain, memaksa SBY kembali mengambil tongkat kepemimpinan partai.
Seperti diketahui, Anas, yang merupakan mantan anggota KPU, terjerat kasus penerimaan gratifikasi proyek Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, kasus pencucian uang, serta proyek lain.
"Kan ada kecelakaan sejarah waktu itu, generasi baru di 2010 itu dipotong kembali karena berbagai masalah di internal partai Demokrat dan juga kasus-kasus eksternal sehingga generasi Pak SBY mimpin lagi," kata dia.
Berdasarkan pengalaman pahit itu, Djayadi menilai SBY berupata melakukan regenerasi dengan proses yang lebih aman, yakni dengan menjadikan anaknya sebagai Ketua Umum.
"Bagi Pak SBY peralihan generasi itu lebih aman dilakukan secara politik karena sudah dipimpin langsung oleh anaknya. Selain itu, generasi senior tidak akan ditinggalkan, tapi akan ada di posisi-posisi yang lebih senior seperti penasihat atau majelis tinggi partai dan sebagainya," jelas dia.
Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Hafsya, berpengalama sebagai anggota dewan. (CNN Indonesia/Dika Dania Kardi)
|
"Itu menunjukan keinginan dari paling tidak AHY dan timnya bahwa mereka ingin bergerak lebih lincah, cepat sesuai dengan perkembangan zaman," lanjutnya.
"Saya kira memang harus itu yang dilakukan. Satu peralihan generasi, harus diisi oleh anak-anak yang lebih muda. Tinggal satu lagi itu, soal kapasitas yang harus dibuktikan," tandasnya.
(mjo/sur)
https://ift.tt/2XJxsAm
April 17, 2020 at 07:08AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Demokrat Era AHY, 'Darah Muda' dan Efek Kecelakaan Sejarah"
Posting Komentar