"US$443 juta itu dari orang-orang yang bawa yachtnya kemari. Kan ada perawatan, beli bensin, sewa makanan dan segala macam yang telah dihitung oleh Kementerian Pariwisata," ujar Luhut di kantornya, Kamis (31/1).
Luhut menyebutkan penerimaan PPnBM dari kapal yacht selama ini hanya berkisar Rp8 miliar hingga Rp9 miliar per tahun. Artinya, risiko kehilangan pendapatan jauh lebih kecil dibandingkan potensi pendapatan yang akan diterima.
Selain itu, pemerintah juga bisa mengembangkan daerah wisata untuk 'lahan parkir' kapal yacht. Saat ini, daerah yang dianggap memiliki potensi tersebut adalah Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat.
Pembebasan pajak tersebut dilakukan dengan merevisi kembali Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Sebagai catatan, pemerintah terakhir merevisi PP 145/2000 dengan menerbitkan PP Nomor 12 Tahun 2006 yang merupakan perubahan ketujuh atas beleid tersebut.
Sesuai turunan PP tersebut, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.10/2017 tentang jenis barang kena pajak yang tergolong barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM mengatur yacht saat ini dikenakan PPnBM sebesar 75 persen dari harga.
Luhut menargetkan draf revisi PP bisa rampung secepatnya setelah dilakukan koordinasi antar kementerian terkait di antaranya Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pariwisata.
"Saya mau sih bulan ini (Februari) PPnya selesai dan sampai ke Presiden karena ini kan bukan persoalan baru, sudah bertahun-tahun ini," jelasnya. (sfr/agi)
http://bit.ly/2DMLNS2
February 01, 2019 at 03:30PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Yacht Bebas Pajak Barang Mewah, RI Bisa Kantongi Rp6,2 T"
Posting Komentar