Komik yang mulai hilang pada pertengahan dekade '90-an dan nyaris punah ketika memasuki milenium baru itu meninggalkan kesan mendalam bagi pembacanya, bahwa ada ajaran agama yang diperkenalkan dengan cara yang tak biasa: gambar penuh siksaan.
Komik itu beredar luas, mulai dari toko buku, pasar, hingga lapak di masjid-masjid dan pengajian, penjual eceran yang berkeliling di bus kota, sampai ke institusi pendidikan agama Islam untuk anak-anak atau Taman Pendidikan Alquran (TPA) di tengah-tengah pemukiman. Mulai dari kota besar seperti Jakarta, hingga ke daerah-daerah di berpenduduk muslim lainnya di Indonesia.
Ketua Bidang Pembinaan Seni Budaya Islam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sodikun menilai komik bertema sejenis ini memiliki keefektifan yang besar sebagai media dakwah, asalkan menggunakan referensi yang berasal dari ayat Alquran dan hadis.
"[Penggambaran siksa neraka] Itu boleh-boleh saja dan itu menurut saya itu sangat strategis juga, sangat efektif [sebagai] medium untuk dakwah," kata Sodikun kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Sodikun berpendapat bahwa media apa pun bisa menjadi wadah untuk berdakwah. Apalagi bila menyasar anak-anak untuk menanamkan moral. Dan ia berpendapat, cerita bergambar paling strategis untuk kalangan anak-anak.
Apalagi, keberadaan komik yang hanya sekadar memuat cerita fiksi tanpa nilai-nilai agama terus beredar dan dinilai mampu 'membunuh' waktu anak-anak. Sedangkan komik bermuatan moral semakin jarang.
![]() |
"Kira-kira ya komik-komik itu dengan gambar-gambar yang ironis seperti itu sangat efektif apalagi [pada era] sekarang ini," lanjutnya.
Terkait dengan konten gambar yang bernuansa kekerasan, Sodikun menilai tidak menjadi masalah selama bertujuan untuk memberikan peringatan kepada pembaca terkait konsekuensi melanggar aturan agama.
"Misalnya, kalau seandainya orang-orang berbuat -maaf- ini minum-minuman keras, kemudian dia akhiratnya begitu [disiksa]. Kemudian dia dimasukkan dengan api, memang [yang dijelaskan dalam ajaran agama] itu di sana [neraka] seperti itu," kata Sodikun.
"Jadi memang mengerikan, itu bukannya kekerasan," lanjutnya.
Di sisi lain, Katib Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyebut bahwa melihat komik bertema agama ini mestilah dengan pandangan yang jernih. Meskipun ia mengakui terdapat sejumlah ayat dan hadis yang menggambarkan kengerian neraka.
Dalam Alquran, kengerian neraka dengan siksaan di dalamnya digambarkan melalui sejumlah ayat.
Misalnya pada QS An-Nisa ayat 56, tertulis bahwa "orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab."
![]() |
Sejumlah penggambaran siksaan lain melalui imajinasi para kreator inilah yang mesti disikapi dengan bijaksana bahwa komik siksa neraka tetaplah sebuah interpretasi manusia.
"Kalau digambar menjadi komik dengan imajinasi dari pencipta komiknya, tentu tidak bisa dianggap mutlak mewakili pandangan agama tentang neraka, misalnya. Saya menilainya sebagai karya seni saja dari penciptanya," kata Gus Yahya.
"Sebetulnya agama itu ada sisi memperingatkan, bisa juga jadi bernada menakuti, tapi tidak boleh [ditafsirkan] berlebihan sehingga orang jadi takut dengan agama," katanya.
"Ada memang di hadis, riwayat tentang apa yang ada di neraka nantinya, tapi itu sumber ajaran terbuka untuk ditafsirkan. Sebetulnya juga tidak perlu berlebihan dalam menggambarkan dan mengimajinasikan neraka itu sendiri," lanjutnya.
![]() |
"Kalo misalnya diteliti dan melihat itu tidak layak untuk anak-anak, ya sudah jangan diedarkan ke anak-anak dan jangan dianggap pandangan kalau tidak layak diedarkan untuk anak-anak itu sebagai pendapat melecehkan agama," kata Gus Yahya.
Sehingga, Gus Yahya menilai perlu ada kajian secara pedagogi atau ilmu pendidikan tentang kelayakan komik siksa neraka untuk dibaca oleh masyarakat, khususnya anak-anak. Bila memang terbukti tak layak, maka pemerintah mesti mengatur peredarannya.
"Tapi kalau sebagai karya seni ya sebaiknya jangan dilarang. Tapi kan boleh membatasi peredarannya dari anak-anak di bawah umur, kalau dianggap tidak layak dilihat oleh anak-anak," kata Gus Yahya. "Seperti film 17 tahun ke atas, sama lah prinsipnya." (end)
http://bit.ly/2YmKroG
May 12, 2019 at 05:49PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Komik Siksa Neraka, Media Dakwah Efektif Hasil 'Tafsir' Agama"
Posting Komentar