Ia mengungkapkan beberapa hal yang dipertimbangkan dalam menyusun kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal. Pertama, proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini dan tahun depan dari sejumlah lembaga internasional.
Misalnya, dari Dana Moneter Internasional (IMF). IMF memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh sekitar 3,5 persen pada tahun ini. Proyeksi itu menurun dari akhir tahun lalu yang masih di kisaran 3,7 persen. Sementara, pada tahun depan, ekonomi dunia diproyeksi tumbuh 3,6 persen.
Kedua, kelanjutan perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Sejak awal bulan ini, kedua negara mitra dagang Indonesia itu kembali melempar kenaikan tarif bea masuk impor atas produk dari masing-masing negara.
Ketiga, kompetisi sekuritas. Menurut dia, hal ini terjadi karena ketidakpastian kebijakan ekonomi dan hubungan perdagangan internasional memberi sentimen kepada aliran modal asing dari tangan-tangan investor. Alhasil, para sekuritas pun saling berkompetisi untuk mendapatkan aliran modal tersebut.
Keempat, masalah geopolitik di kawasan Timur Tengah. Hal tersebut, katanya, sedikit banyak turut memberi dinamika pada ekonomi global, terutama memunculkan sisi ketidakpastian.
"Tadinya diperkirakan tahun 2020 lebih baik dari 2019, tapi mungkin kita (Indonesia) justru harus lebih waspada melihat dinamika dari eskalasi perang dagang, kompetisi sekuritas, maupun geopolitik strategis," ujarnya di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (20/5).
Meski demikian, pemerintah juga turut memperhitungkan kemampuan ekonomi di dalam negeri. Misalnya, dengan momentum perayaan Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah atau lebaran 2019 yang biasanya mampu mendongkrak tingkat konsumsi rumah tangga.
Dengan catatan, faktor inflasi dan daya beli menjadi hal krusial yang harus bisa dijaga pemerintah. Selain itu, pemerintah juga menghitung kemampuan APBN 2019 dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Misalnya, dengan berbagai kebijakan insentif fiskal dalam rangka mendorong kontribusi investasi dan ekspor.
Dari semua itu, maka lahirlah sejumlah indikator asumsi makro yang hari ini disampaikan ke para anggota legislatif. Indikator pertumbuhan ekonomi dibidik di kisaran 5,3 persen - 5,6 persen, inflasi 2 persen - 4 persen, tingkat bunga SPN tiga bulan sebesar 5,0 persen - 5,6 persen, dengan nilai tukar rupiah di kisaran Rp14 ribu - Rp15 ribu per dolar AS.
Kemudian, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oils Price/ICP) sebesar US$60-70 per barel, lifting minyak dan gas (migas) 695-840 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1.191-1.300 ribu barel setara minyak per hari.
"Jadi, asumsi yang kami sampaikan pada hari ini karena masih di dalam range, sebetulnya mencakup terendah dan tertinggi, sehingga range-nya masih terlihat cukup lebar," pungkasnya.
(uli/bir)
http://bit.ly/2w8I255
May 21, 2019 at 01:25AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sri Mulyani Racik RAPBN 2020 Plus Asumsi Perlambatan Ekonomi"
Posting Komentar