Tak cuma itu, RUU tersebut dinilai sangat mendiskriminasi peran perempuan dalam keluarga. Dalam RUU Ketahanan Keluarga tersebut tertulis mengatur tentang kewajiban istri terhadap rumah tangganya. Rancangan Undang-undang atau RUU Ketahanan Keluarga mengotak-kotakkan peran suami dan istri di dalam rumah tangga. Istri punya tiga tugas yang berkaitan dengan urusan domestik keluarga.
Pasal 25 ayat (3) berbunyi:
Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain
a. Wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
b. Menjaga keutuhan keluarga; serta
c. Memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan Anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagaimana pandangan dan suara masyarakat terkait hal ini? Banyak orang yang tak setuju namun ada juga yang setuju dengan pasal tersebut.
"Saya lebih menyoroti RUU nya, seharusnya pemerintah tidak berwenang untuk mengurusi dapur warga negaranya. Karena perkara si istri tuh wajib ngurus rumah tangga, itu pure urusan dia sama suami atau keluarganya.
"Saya tidak setuju sama RUU nya karena balik lagi, poin itu adalah hasil kesepakatan si istri dan suami atau keluarganya. Bisa jadi yang menurut orang, harusnya istri memang fokus ngurus rumah tangga aja padahal kondisi keluarganya sedang nggak memungkinkan untuk fokus di situ", ungkap Annisa mahasiswi lulusan UPN jogja kepada CNNIndonesia.com.
Hal senada juga disampaikan oleh Ela, seorang karyawati swasta. Menurut dia, pernikahan sendiri adalah hal pribadi yang tak bisa dicampuri negara. Kecuali pengaturan dalam pernikahan yang mengalami kekerasan (KDRT).
"Kedua, perempuan bukan di bawah laki-laki, tapi adalah partner hidup dalam pernikahan, kayanya udah bukan zamannya patriarki lagi. Ketiga, perempuan seperti tidak dibiarkan berkembang, dan hanya mengurus rumah tangga, kalo melanggar berarti ada hukuman kan?" katanya.
Ela mengungkapkan dengan adanya pasal ini, perempuan seolah ditempatkan di kotak-kotak tertentu tanpa ditanya dan didengarkan keinginannya.
"Padahal, ketika perempuan dicintai dan dimengerti, kami akan dengan sukarela berusaha mengurus rumah tangga sebaik mungkin."
Berbeda dengan yang lainnya, Sylvada, seorang karyawati swasta mengungkapkan persetujuannya terhadap draf RUU ini. Tumbuh kembang anak menjadi alasan utama persetujuannya.
Diungkapkannya, anak membutuhkan kasih sayang langsung dari ibunya dan sang ibu bisa mengajarkan berbagai norma dan membuat kepribadian anak jadi lebih baik.
"Saya pribadi tidak keberatan sih, karena memang sudah kodrat seorang istri untuk bisa ngurus rumah tangganya terutama dalam mengurus anaknya dan juga suaminya, karena kalau anak diasuh menggunakan baby sitter atau art (asisten rumah tangga) kurang yakin kalau saya tidak terlalu percaya anak saya bakal safety apalagi kalau masih di bawah umur," ujarnya.
Selain setuju dan tak setuju beberapa orang lainnya beranggapan bahwa hal tersebut seharusnya bersifat fleksibel tergantung kondisi keluarga mereka masing-masing.
"Itu semua tergantung bagaimana istri beradaptasi, kalau memang dari segi ekonomi mengharuskan istrinya juga harus bekerja keras buat bantu suami memenuhi kebutuhan?" ucap Danil, seorang karyawan swasta.
"Jadi, seorang istri harus pintar juga mengatur waktu, harus bisa membagi waktu sebaik mungkin buat mengurus anak dan suami dan rumah. Memang tidak mudah apalagi kita bekerja biasanya sudah capek ketika sampai rumah, tapi semua itu balik lagi ke masing-masing tapi itu semua tergantung seorang istri kalau dia sudah mau tanggung jawab pun pasti dalam keadaan capek pun pasti dijalani."
(lud/chs)
https://ift.tt/32l5The
February 23, 2020 at 06:52PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Reaksi Warga Soal Peran Istri di Draf RUU Ketahanan Keluarga"
Posting Komentar