Buka Mal, Dilema Antara Rugi Rp9 T dan Gelombang II Corona

Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta memasang kuda-kuda untuk membuka kembali pusat perbelanjaan atau mal secara penuh pada 5 Juni 2020 mendatang. Setidaknya, ada 60 mal di ibu kota yang akan kembali dibuka usai pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APPBI Stefanus Ridwan mengatakan pembukaan dilakukan demi menekan kerugian yang lebih dalam. Data yang mereka miliki sejak virus corona mewabah di dalam negeri, pengelola mal telah merugi hingga Rp9,8 triliun.

Artinya, sebulan mereka rugi Rp4,9 triliun. "Ini mal di seluruh Indonesia. Seharusnya dalam sebulan ada pendapatan Rp4,9 triliun, tapi dua bulan ini kami kehilangan pendapatan sekitar itu jadi dua bulan Rp9,8 triliun. Jadi itu pendapatan yang harusnya masuk tapi tidak masuk," ungkap Stefanus kepada CNNIndonesia.com, Kamis (28/5).


Kerugian terjadi lantaran mayoritas masyarakat mulai menghindari tempat keramaian sejak Maret 2020 lalu. Pengunjung mal turun, sehingga pendapatan toko ritel atau tenant anjlok. Ditambah, pusat perbelanjaan di ibu kota pun terpaksa ditutup sementara sejak awal April 2020 atau saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 10 April 2020 kemarin. Penutupan itu membuat kantong tenant dan pengelola mal semakin 'kering'.

Padahal, pengelola mal tetap harus membayar biaya operasional. Beberapa biaya yang harus dibayar, misalnya listrik dan pemeliharaan.

Stefanus menyatakan kerugian Rp9,8 triliun itu belum termasuk biaya operasional yang harus dikeluarkan masing-masing pengelola mal dalam dua bulan terakhir ini. Menurutnya, total biaya operasional yang harus ditanggung pengelola mal berkisar Rp1,5 triliun-Rp2 triliun.

"Operasional itu banyak karena listrik tetap menyala, papan reklame harus dibayar. Banyak sekali yang harus dibayar," terang dia.

Tak heran, jika pengelola mal kini mulai 'ngos-ngosan' karena arus kas kian menipis. Jika mal tak segera dibuka, bukan tak mungkin ada pengelola yang akhirnya gulung tikar alias bangkrut.

"Pengusaha ingin buka secepatnya agar ekonomi tidak berantakan, kami tidak berharap ada yang bangkrut," ucap Stefanus.

Ia tak menampik ada risiko terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) jika mal tak segera beroperasi. Kalau arus kas perusahaan minus, tentu pengusaha tak lagi memiliki biaya untuk menggaji karyawannya.

"Sebagian kemarin sudah ada PHK tapi tidak banyak. Tapi kalau bulan berikutnya masih seperti ini pasti akan lebih banyak lagi (yang terkena PHK). Ini karena tabungan (pengusaha) juga habis," jelas Stefanus.

Kendati situasinya sudah sangat mendesak, tapi Stefanus menekankan pihaknya tak akan melangkahi aturan pemerintah. Ia percaya pemerintah akan mengambil kebijakan yang menguntungkan seluruh pihak.

"Kami tetap mengikuti pemerintah, pada dasarnya pemerintah perhatian kok sama kami," ujar Stefanus.

Serba Salah

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan keputusan pembukaan mal di tengah pandemi virus corona merupakan pilihan sulit. Pemerintah memang dalam kondisi serba salah.

Di satu sisi, pembukaan mal diharapkan dapat menggerakkan kembali aktivitas ekonomi yang hampir lumpuh selama pandemi virus corona. Bila ekonomi kembali berputar, dampaknya akan bagus bagi pertumbuhan ekonomi.

Industri mulai bangkit dan tingkat konsumsi masyarakat bergairah lagi. "Dari sisi pengusaha arus kas dalam dua bulan ini memang sudah berantakan sekali, jadi harapannya kalau dibuka lagi bisa membantu dan kembali normal," tutur Josua.

Dengan mal beroperasi kembali, harapannya pendapatan tenant dan pengelola mal bisa kembali seperti semula, sehingga kondisi keuangan perusahaan pun akan membaik. Alhasil, potensi kebangkrutan dan gelombang PHK bisa diminimalisir.

Efeknya, lanjut Josua, jumlah pengangguran tak akan meningkat. Jumlah orang miskin pun tidak bertambah signifikan, sehingga dampak virus corona ke ekonomi bisa ditekan.

Tapi jangan lupa, keputusan untuk membuka kembali mal juga bisa jadi 'musibah' bagi Indonesia. Masalahnya, mal bisa jadi tempat penularan virus corona.

Josua bilang jika pengelola tak ketat dalam menjalankan protokol kesehatan di mal, maka bukan tidak mungkin penularan virus corona akan kembali masif di Indonesia. Artinya, akan terjadi gelombang kedua penyebaran virus corona di dalam negeri.

"Kalau ada gelombang kedua, ongkos ekonominya semakin mahal. Makanya saya katakan prioritaskan kesehatan dulu. Mal ini ruang publik, kalau pengunjungnya membludak bahaya," tegas dia.

Jadi, Josua menyarankan agar pemerintah bisa tegas dalam menentukan kebijakan operasional di ruang publik. Kalau memang penambahan kasus virus corona masih tinggi, pemerintah sebaiknya tak mengizinkan mal beroperasi kembali.

"Ini kalau ada gelombang kedua, bisa jadi PSBB justru diperpanjang. Kalau sampai akhir tahun efeknya bisa lebih negatif. Jadi tidak apa-apa kalau sekarang lebih memprioritaskan kesehatan," ucap Josua.

Sependapat, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai dampak ke ekonomi akan lebih parah jika pemerintah gegabah melonggarkan PSBB dengan membuka kembali mal di tengah penyebaran virus corona. Bukan hanya itu, jumlah sumber daya manusia (sdm) yang produktif juga akan berkurang signifikan.

"Kalau bicara ekonomi, ini juga bicara yang diserang manusianya. Ketika manusia yang berusia produktif ini diserang maka ekonomi akan kehilangan produktivitasnya dalam jangka panjang. Sumber daya manusia bisa hilang," papar Fithra.

Artinya, jika pemerintah buru-buru membuka mal kembali meski jumlah kasus virus corona masih meningkat cukup tinggi, maka dampak negatifnya akan terasa cukup panjang. Kalau ini terjadi, maka proses penyembuhannya juga semakin lama.

"Kalau pandemi dibiarkan terus, kerusakan ekonomi akan lebih panjang. Kalau sekarang yang kehilangan pekerjaan misalnya 7 juta sampai 8 juta orang, maka nantinya akan lebih tinggi lagi," terang Fithra.

Jadi, satu-satunya jalan adalah pemerintah harus mengorbankan ekonomi jangka pendek terlebih dahulu agar penyebaran virus corona benar-benar bisa ditekan. Sebab, efeknya akan lebih berbahaya kalau pemerintah terburu-buru membuka ruang publik di tengah penambahan jumlah kasus positif virus corona yang masih masif.

"Ada ongkos ekonomi yang harus dibayar jangka panjang kalau pelonggaran dilakukan lebih awal," imbuh Fithra.

Di sisi lain, Fithra percaya bahwa pemerintah akan mengambil keputusan yang tepat dalam melonggarkan PSBB di tengah pandemi virus corona. Menurutnya, pemerintah memiliki data konkret sebelum menentukan apakah ruang publik seperti mal diizinkan beroperasi kembali dalam waktu dekat.

"Di sini pemerintah sebenarnya punya data sebelum membuka kembali tempat publik. Kita mungkin jangan suudzon, industri dibuka bertahap dan ini semua berdasarkan pemetaan bagaimana dampaknya ke ekonomi," pungkas dia. (agt)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2TLIvpV

May 28, 2020 at 07:05AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Buka Mal, Dilema Antara Rugi Rp9 T dan Gelombang II Corona"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.